Helaan napas terdengar begitu berat,"HHyuuga, segera ikut ke ruanganku." Obito bersuara cukup keras dan penuh tekanan, lalu lebih dulu keluar dari ruangan.
Sorotan mata satu kelas tertuju pada gadis itu. Tidak lama dari itu, Hinata segera menyusul. Padahal kondisinya saat ini tidak cukup baik, seharusnya aku mendengar ucapan kakakku.
"Ini pertama kalinya kau tidak mengerjakan tugas dariku." Obito menatap penuh selidik, melirik kursi kosong yang tidak jauh darinya, biasanya kursi itu diisi oleh kekasihnya.
"Apa yang terjadi? Kau tidak paham dengan materi yang kuberikan?"
"Maafkan saya," Hinata membungkuk lebih dulu, lalu berdiri dengan tegap kemudian. "Saya bukan tidak mengerti materi yang Anda berikan," semua kata-kata dusta sudah tersusun rapi di kepalanya saat ini, "Buku saya tertinggal di loker sekolah, saya baru menyadarinya ketika malam tiba. Ketika saya balik ke sekolah, penjaga gerbang sudah pulang dan semua kelas sudah terkunci."
Sebenarnya, Hinata merasa bersalah berbohong seperti ini. Tidak ada pilihan lain selain ini yang dilakukan. Da melirik hati-hati ke depan, berharap bahwa pria itu tidak akan marah padanya.
"Kali ini aku maafkan dan menerima alasanmu itu," jari-jari tangan Obito mengetuk pinggir meja "Bagaimanapun juga kau harus mendapatkan hukuman. Bagaimana kalau hari ini kau membantu Inuzuka membersihkan sekolah? Sepertinya anak itu membutuhkan bantuan."
"Saya mengerti." Hinata mengangguk lemah, kemudian berpikir lalu bertanya kembali, "Apakah saya membersihkan sekolah satu harian, sampai seluruh murid sudah pulang?"
Obito melirik arloji di tangannya, "Kau tidak perlu bertanya karena kau sudah tahu jawaban apa yang aku berikan. Hukuman itu sudah cukup ringan bagi murid yang tidak mengerjakan tugas," pria itu sepertinya tidak berminat lagi untuk mendengarkan apa pun.
Terlihat jelas dari wajahnya yang terbilang cukup kesal, "Apa kau mau menulis kalimat sebanyak sepuluh ribu halaman? Mungkin kau akan memilih berhenti sekolah, jika aku melakukan itu padamu. Bagaimana? Masih ingin menawar?"
Hinata tersentak, tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi tangannya setelah menulis sebanyak sepuluh ribu halaman. Dia juga tidak yakin bisa menyelesaikan hukuman itu tepat waktu. "Tidak, tidak ... maafkan saya."
◊◊◊◊
Inuzuka Kiba tidak pernah berbicara dengan Hinata Hyuuga, bahkam saat gadis itu masuk sekolah di hari pertamanya. namun kedatangan gadis itu, mampu membuat seisi sekolah gempar, baik senior maupun junior.
Cemooh dan gosip dari anak perempuan mampu membuat gadis itu tidak mendapatkan teman, anak laki-laki yang ingin menegur tidak berani. Mengingat bagaimana gadis itu selalu memasang wajah datar dan tatapan teduh namun menusuk.
Hari ini untuk pertama kalinya, dia berbicara dengan Hinata Hyuuga, meskipun canggung tetapi selalu mencoba mencari topik lain yang dibahas agar tidak memberikan suasana yang cukup membosankan. Mengingat sudah hampir satu minggu dihukum membersihkan sekolah, tidak ada teman bicara, dan itu semakin membuatnya merasa lebih jenuh.
"Maaf, karena aku orang yang membosankan." gadis itu melirik dari ujung matanya, melihat pemuda itu yang tersentak, bahkan sapu yang digenggam terjatuh mengenai beberapa bunga.
"Aku akui itu, Oh, tidak. Maksudku maaf ..." suasana kembali canggung, Kiba merutuki mulutnya yang selalu berbicara dengan frontal. "Seharusnya aku mengucapkan terimakasih karena kau menemaniku. Hampir satu minggu aku merasa bosan karena tidak memiliki teman berbicara."
Hinata memicingkan matanya, "Aku hanya dihukum untuk hari ini, bukan sepertimu. Kau senang kalau aku dihukum, begitu?"
"Apa boleh buat, dihukum sendirian itu tidak menyenangkan. Kalau bersama teman, hukuman berat pun terasa ringan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Moon Eyes
FanfictionSedari kecil, Hinata Hyuuga sudah terbiasa melihat darah dan pembunuhan di depan matanya. Hidup sebagai anak dari Ketua Yakuza, tentu tidak asing lagi dengan hal tersebut, dan tidak jarang pula ikut terlibat di dalamnya. Selama 16 tahun, tidak ada b...