[18] MOON EYES

202 18 0
                                    

Naruto mengedarkan pandangan sekitar, jalanan tidak terlalu ramai oleh orang-orang. Ia menggerutu, Hinata tidak memberitahu kalau mereka akan pulang barsama. Seharusnya gadis itu memberitahu dan tidak membuatnya merasa syok karena Neji mengabari tiba-tiba.

Setelah dirasa cukup aman, dia berjalan ke arah mobil yang terparkir dekat dengan Halte. Mengetuk pintu kaca mobil lebih dulu untuk memastikan. Dia menyempatkan melirik kursi kosong di belakang, namun Neji tiba-tiba mengatakan, "Duduk di depan." mau tidak mau mengikuti perintah pemuda tersebut. Sepertinya Neji tidak merelakan dirinya untuk lebih dekat dengan Hinata.

"Apa kau sudah menghubungi Konan?" Neji menatap dari kaca spion depan, adiknya tengah sibuk mengotak-atik ponsel. "Aku aku tidak mau membuang waktu. Mereka tidak akan ada di sana jika kita tidak mengabari lebih dulu."

"Kita akan pergi ke mana?" Naruto menatap bergantian, tidak mengerti dengan pembicaraan kakak-adik itu.

"Mentato tubuhmu," sahut Neji. Pemuda itu melirik dari ujung mata. "Kita akan pergi ke Fukuoka, bertemu dengan Konan. Dia merupakan seniman irezumi yang biasa mentato tubuh para anggota yakuza."

"Itu tidak akan sakit, kau masih anggota baru. Tentu hanya sebuah tato biasa yang akan dipasang di tubuhmu ̶ ̶ sebagai tanda bahwa kau merupakan seorang yakuza. Jika kau menjadi kepercayaan ayahku, tato di tubuhmu akan semakin bertambah. Semakin banyak tato, semakin tinggi pengaruh mereka pada atasan bersama dengan pemimpin." jelas Hinata. Ia tahu bahwa apa yang dipikirkan oleh pemuda itu pasti tentang teknik irezumi. Itu benar-benar sakit pastinya, jika menggunakan teknik tersebut.

Naruto bergeming, menggigit bibirnya gemas. Ia sempat mencari informasi di internet ̶ ̶ mengenai tato yang biasa dipasang di tubuh seorang anggota yakuza. Begitu berbeda tekniknya dengan memasang tato biasanya.

◊◊◊◊

Fukuoka, Prefektur Fukuoka, Jepang.

Hinata lebih dulu keluar dari mobil, hawa laut menyambut dirinya. Ia memejamkan mata, merasakan ketenangan. Laut lebih indah dilihat pada saat malam hari.

Mereka memasuki sebuah restoran yang berada dekat dengan pinggir laut. Begitu ramai dikunjungi oleh orang-orang. Neji mengedarkan pandangan. Ia tersentak, merasa ada seseorang yang menepuk pundaknya dari belakang.

"Kau lama," Konan melepas apronnya, menyerahkan pada salah satu pegawai untuk menggantikan dirinya. "Seharusnya kau menggunakan jalur udara, bukan jalur darat. Aku akan meminta Yahiko untuk menyiapkan kamar untuk kalian."

Tidak ingin membuang waktu, Konan segera menuntun mereka untuk mengikuti. Berjalan lurus melewati dapur koki. Memasuki sebuah ruangan minim akan cahaya. Naruto mengedarkan pandangan, tidak menyangka bahwa restoran tersebut memiliki tempat rahasia.

Konan menggeser sebuah papan yang berada di atas lantai kayu. Turun ke bawah dengan menggunakan tangga. Ia memberi peringatan untuk berjalan hati-hati karena tangga kayu itu mulai rapuh. "Aku hampir lupa bagaimana melukis di tubuh orang, seharusnya kau meminta Deidara melakukan itu."

Setelah turun dari tangga, mereka memasuki ruangan. Konan menghidupkan lampu, pada saat lampu dihidupkan. Mereka bisa melihat dengan jelas. Ruangan itu tersusun rapi dengan berbagai macam furnitur antik, guci, dan patung Yunani di sana.

"Apa Dei masih membuat karya?" Hinata mengambil salah satu furnitur di sana. Seingatnya, ruangan ini tidak terlalu ramai dengan barang-barang yang terbuat dari tanah liat. Ia yakin, pasti lelaki itu menghabiskan waktu untuk berkarya.

"Ya, dia memang gila. Terkadang saat berdagang, dia menyeludupkan beberapa sabu di dalam kendi agar tidak menarik perhatian orang. Mungkin orang-orang melihat kalau pelanggan yang datang pada Dei adalah orang biasa."

Moon EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang