[16] MOON EYES

206 16 0
                                    

Ritual organisasi yakuza. Yakuza memiliki struktur kepemimpinan dan memiliki tahap yang harus dilalui anggotanya untuk mencapai puncak kekuasaan. Dengan kata lain, untuk menjadi bagian dari yakuza, terdapat beberapa ritual yang harus dilakukan.

Seorang anggota baru harus melalui ritual perpeloncongan atau yang disebut sakazukigoto. Anggota akan mematuhi para senior atau bawahan Oyabun yang disebut sebagai kobun. Sake, minuman tradisional Jepang menjadi sajian yang selalu ada dalam ritual sakazukigoto dan menjadi perekat hubungan antara sesama anggota.

Seperti saat ini, semua para anggota berkumpul di dalam ruangan untuk menyambut anggota baru. Naruto duduk di antara Hiasi dan pria seram di sekitar pria itu.

Hinata duduk bersama dengan seorang laki-laki yang tidak jauh dari mereka. Bagi Naruto, dua orang di sana yang tengah duduk tenang terlihat begitu mirip di matanya. Dari cara menatap, sikap tenang dan dingin, hanya warna rambut yang membedakan keduanya.

Ketika dia melirik Hiasi, Naruto menyadari bahwa pemuda di samping Hinata terlihat mirip dengan pria itu.

"Mereka berdua adalah anakku," Hiasi membuka suara, Naruto menoleh. "Mereka akan menjadi partner-mu dalam berlatih, karena aku tidak memiliki banyak waktu untuk selalu mendidikmu."

Pemuda itu tidak merespons, di ingin segera acara ini berakhir, suasana begitu mencekik lehernya. Mungkin dia akan tenang kalau Hinata duduk di sampingnya.

◊◊◊◊

Naruto bernapas dengan lega, merasa beba setelah keluar dari ruangan yang begitu mencekik . Beberapa anggota yakuza lain masih berada di dalam sana, mereka minum dengan banyak dan masih dalam kesadaran yang tinggi.

Sementara dirinya, merasa bahwa tubuh begitu panas. Naruto tidak terbiasa minum sake, namun kuat untuk meminum minuman alkohol berjenis koktail, wine, anggur. Sake terlalu aneh rasanya di lidah, karena minuman itu masih terbuat dengan cara tradisional yang difermentasi. Sehingga rasanya tidak cocok di lidahnya.

Keluar dari ruangan, dia berjalan lurus ke arah belakang rumah. Sungguh pemandangan yang luar biasa dilihat, hamparan rumput yang luas, pepohonan tusam yang tinggi. Ia tidak menyangka bahwa rumah Hinata benar-benar luas dan dikelilingi ratusan hektare tanah. Mungkin gunung yang ada di belakang pohon tusam itu merupakan milik keluarga gadis tersebut.

Dia melangkahkan kakinya untuk lebih dekat, melewati kolam kecil yang berisi ikan koi dan sumur yang tidak jauh dari sana. Suara jangkrik pada malam hari, benar-benar menenangkan dirinya. Padahal saat ini belum memasuki musim panas.

Naruto mendengar suara dari arah depan, terdengar seperti bisikan orang-orang. Karena itu, dia memutuskan untuk berjalan lebih dalam, melewati pohon tusam

"Satu peluru sangat berharga, karena itu jangan sampai salah sasaran."

"Ya, aku tahu." Hinata memilih mengambil beberapa anak panah yang tertancap di batang pohon yang telah diberi tanda. Waktunya tidak akan banyak untuk mengerjakan tugas sekolah jika berlatih, karena itu ia selalu mempercepat jadwal latihannya. Ketika Anko tidak bisa melatih seperti biasanya karena perubahan jadwal mendadak, maka dia meminta Neji untuk melatihnya.

"Mau sampai kapan kau berdiri di sana?" Hinata tersentak, menoleh menatap wajah kakaknya. Pertanyaan itu bukan untuk dirinya, terdengar berbeda dari cara bicaranya yang memiliki kesan kasar.

"Maafkan aku," Naruto keluar dari balik pohon tusam, berjalan lebih dekat menghampiri ke dua orang di sana. "Aku mendengar suara seseorang dari luar dan bepikir untuk segera memeriksa."

Dua kakak-adik di sana saling pandang, Hinata memilih membuang wajah lebih dulu. Gadis itu mengabaikan, memilih jalan lebih dulu untuk segera kembali ke kamar dan mengerjakan tugas sekolah. Dia tidak ingin terlibat dengan Naruto untuk saat ini, rasanya benar-benar canggung ̶ ̶ belum terbiasa mendapati pemuda itu di sekitar rumah.

Moon EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang