Ada sesuatu yang aneh dirasakan olehnya, sedari tadi gadis itu melamun dan membiarkan bekal yang selalu terbuka dan tidak disentuh sekali pun.
"Mau sampai kapan kau melamun?" pemuda itu berkacak pinggang, meletakkan sapu di sembarang tempat. "Bagaimana kalau kau membantuku?" tawarnya, namun bisa dilihat dari tatapan mata itu bahwa gadis tersebut menolak. Semenjak mereka saling jujur tentang diri mereka masing-masing. Hinata selalu datang menemui Inuzuka di waktu istirahat, membawa bekalnya sembari bercerita.
"Apa kau terganggu dengan bisikan anak perempuan?" dia mengambil duduk di sebelah Hinata. "Kau tahu? Selama aku dihukum, selalu terdengar berbagai kabar dari mereka. Mereka selalu membicarakan dirimu."
Di mana Inuzuka berada, ketika membersihkan berbagai tempat di sekolah. Pemuda itu selalu mendengarkan cerita dari berbagai orang, Ia bahkan tidak bisa membayangkan betapa menyebalkannya itu, dan terus mengusik telinga di setiap hari.
"Mau sampai kapan kau diam?" tidak ada respons dari tadi, namun ia tetap melanjutkan. "Ada yang mengatakan kalau kau merupakan simpanan pria beristri."
Hinata menghela napas, gosip tentang dirinya semakin hari semakin buruk. Padahal pria yang mereka maksud adalah Ibiki Morino, mengingat Anko tidak bisa menjemput seperti biasanya karena tugas.
"Padahal yang mereka maksud adalah kobun ayahku. Ya, lagi pula tidak ada gunanya menjelaskan pada mereka, tidak akan ada yang percaya. Mereka sudah menilaiku buruk." gadis itu mengedikkan bahunya, lalu melanjutkan makan siang.
Tidak akan ada habisnya membahas gosip murahan yang dilemparkan padanya. Hinata tahu itu, tidak akan ada orang juga yang ingin mendengarkan penjelasan yang sesungguhnya. "Aku pikir sekolah merupakan tempat yang menyenangkan, ternyata sebaliknya."
Bagi Hinata tidak ada yang menarik di dalam hidupnya. Ia menghela napas kembali, memandang awan di langit yang bergerak dengan lambat. Terlihat membosankan, sama seperti hidupnya. "Aku ingin menjadi abu saja, tidak melakukan apa-apa dan tidak ada beban kehidupan."
"Apa yang ada di dalam kepalamu itu?" pemuda itu memberikan pukulan, tidak peduli bagaimana Hinata yang menatap kesal padanya. "Tidak ada gunanya mengatakan hal itu, karena tidak ada yang bisa kita lakukan selain menghadapi kenyataan. Setiap orang memiliki jalan cerita berbeda, lebih baik kau berhenti mengeluh akan hidupmu." dia berdiri, mengambil sapu kembali untuk melanjutkan tugasnya.
Hinata memandang pemuda itu, lalu mengedar pandangan sekitar. Semua orang tertawa dengan lepas seakan tidak ada beban di dalam hidup mereka. Mereka berbeda denganmu.
Kali ini gadis itu harus menghabiskan bekal, atau para kobun akan kembali marah padanya karena tidak menghabiskan bekal buatan mereka. Lalu mengancam tidak akan membuatkan bekal sekolah untuknya.
"Inuzuka?" panggilnya, "Apa kau tidak pernah ingin hidup normal seperti mereka?" gadis itu memandang Inuzuka yang menatap datar ke arahnya. "Lupakan apa yang aku katakan." terlihat dengan jelas, bagaimana ekspresi pemuda itu sudah menjelaskan semuanya ̶ ̶ bahwa mereka memiliki pandangan yang berbeda.
"Apa kau ingin lari dari kehidupanmu?" Hinata tersentak, menatap pemuda itu kemudian.
"Aku tidak yakin kau bisa lari dengan mudah, statusmu sangat berperngaruh bagi para yakuza dan ayahmu tentunya. Mungkin dia akan membunuhmu jika kau mengambil jalan lain. Tidak pernah sekali pun aku berniat untuk keluar dari jalur saat ini, karena aku sudah merasa nyaman dan menerima kenyataan di depanku. Maaf, sepertinya kita memiliki pandangan yang berbeda."
Bukan berarti maksud perkataan Inuzuka menyudutkan diriny. Hinata bahkan sekarang mengumpat kesal karena mulutnya yang terlalu frontal, tanpa sadar mengatakan sesuatu yang aneh.
![](https://img.wattpad.com/cover/238160498-288-k480856.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Moon Eyes
FanfictionSedari kecil, Hinata Hyuuga sudah terbiasa melihat darah dan pembunuhan di depan matanya. Hidup sebagai anak dari Ketua Yakuza, tentu tidak asing lagi dengan hal tersebut, dan tidak jarang pula ikut terlibat di dalamnya. Selama 16 tahun, tidak ada b...