Jangan lupa Vote dan Comment 💜
👨👩👧👦👨👩👧👦👨👩👧👦
Selamat membaca
.
.
."Mama, Qia mau minta adik bayi. Sekarang! Mau adik yang kayak punya Echa. Harus imut dan lucu. Mau adik perempuan," rengek Qiana pada Vina yang terbaring lemas di atas ranjang. Wajahnya pucat, kepalanya pusing, tubuhnya terasa panas dibalik balutan selimut. Bahkan untuk merespon permintaan anaknya pun Vina tak sanggup. Ia benar-benar lemas.
Lama tak mendapat respon dari Sang mama, Qia menangis kencang. Sambil berlari menuju sofa mengambil ponsel Vina. Entah apa yang diketik bocah berumur empat tahun itu. Yang pasti sudah terhubung pada ponsel Rizam---meski Qia belum bisa membaca.
"Halo sayang? Mas sedang rapat. Ada apa?" suara seseorang dari seberang sana. Rizam tak menerima jawaban apapun melainkan tangisan kencang yang sangat dikenalinya. Itu suara Qia.
"Qia, ini kamu Nak?" tanya Rizam sedikit panik. Pasalnya kenapa putri kecilnya yang menghubungi, bukan Vina? Kemana ibu dari anak-anaknya itu?
"Huaaa ... papa tolong. Mama panas badan, gak mau jawab kalau Qia ngomong." Bocah kecil menggemaskan itu meraung dari balik telepon.
Rizam terkejut mendengar suara kencang anak perempuannya. Sontak ia langsung izin keluar dari ruang rapat. Hingga digantikan oleh Zen dan Sherly.
Dia mulai berpikir keras, panas badan? pikirnya lama. Astaga deman pasti! Ya, Tuhan.
"Qia, jagain mama dikamar ya. Papa pulang sekarang. Jangan kemana-kemana, minta bik Marni temani kalian sekarang," titah Rizam sambil berlari menuju ruang kerjanya mengambil kunci mobil kemudian berlari secepat yang ia bisa menuju lift.
Sejak Alif masuk SD dan Qia berumur dua tahun, Rizam sudah memboyong anak beserta istrinya tinggal dirumah mewah yang dibelinya sendiri. Tak ingin terus-terusan merepotkan orang tua, sebab dirumah besar keluarga Athala ada Ela, Refan beserta anak mereka yang saat ini berumur tiga tahun kurang.
Sekarang Alif sudah masuk kelas tiga SD dan Qia sudah berumur empat tahun. Setidaknya Vina tidak akan serepot dulu saat Qia masih bayi. Bahkan Bik Marni pun ikut diboyong bersama mereka. Untuk jaga-jaga dan membantu Vina mengurus rumah---pikir Rizam.
👨👩👧👦👨👩👧👦👨👩👧👦
"Ya Tuhan ... Vina badan kamu panas banget," ujar Rizam cemas sesampainya dirumah. "Bik, bawa baju dan perlengkapan Vina. Kita kerumah sakit sekarang," titahnya pada Marni yang berdiri disamping ranjang.
Qia merengek kecil dan menarik-narik ujung jas yang dikenakan Rizam. "Kenapa sayang? Jangan menangis ya princess kecil papa. Qia digendong sama bibik, kita bawa mama berobat," ujar Rizam mengelus pipi gembul putrinya.
Sesampainya dirumah sakit, Vina langsung ditangani oleh dokter didalam ruang pemeriksaan. Menurut hasil pemeriksaan dan diagnosa dokter, Vina mengalami dehidrasi dan lelah berlebihan. Tak hanya itu, maagh-nya bahkan juga ikut kambuh akibat pola makan yang tidak teratur---terang dokter.
"Sayang, kamu tuh kenapa sih gak usah selalu maksa kerja berat-berat dirumah. Gini akibatnya kamu sampai tumbang. Mas takut banget kamu kenapa-kenapa." Rizam mulai mengomel sambil mengelus sebelah tangan istrinya yang tidak terpasang infus.
"Mas, Vina gak kerja berat kok. Cuma rawat anak-anak dan sesekali masak. Semua pekerjaan lain dilakukan sama bibik," balas Vina pelan. Sebab tubuhnya benar-benar lemas saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Impian Untuk Alif [END]
Aktuelle LiteraturWarning : BELUM DIREVISI! Chasyavina mutia Anggara, gadis berusia 24 tahun yang kerap disapa vina itu menerima perjanjian perjodohan yang pernah dibuat alm mendiang ayah nya, dengan seorang laki-laki yang disebut-sebut anak dari sahabat ayah nya. Me...