MIUA : 34

155K 9.2K 658
                                    

Jangan lupa vote dan comment 💜

👨‍👩‍👧‍👦👨‍👩‍👧‍👦👨‍👩‍👧‍👦
Selamat membaca
.
.
.

Rizam terbangun dalam kondisi kusut--- masih dengan setelan kantor yang melekat ditubuhnya saat kembali kerumah semalam. Seluruh badan terasa lemas, wajah lesu, pikirannya tak bergairah. Rasanya, seperti sudah berhari-hari tak tidur dan sekali terlelap inilah yang terjadi. Rizam menoleh kesamping---melihat bantal dan selimut yang pernah di gunakan Vina. Beralih menatap sofa, ia teringat saat wanita itu tertidur dengan mungilnya disana.

Agaknya, lebih baik di tenggelamkan ke dasar samudra, dari pada merindukan sesuatu yang pernah disakiti sebelumnya. Mana mungkin bunga yang sudah kau injak akan mekar mewangi lagi di hadapanmu. Kalaupun masih terasa harum, tak akan sama layaknya sedia kala.

Rasa penyesalan itu amat besar di dalam dirinya, mengalir di setiap tetesan darah, masuk ke dalam sel-sel saraf dan perlahan merusak kendali hati yang bernama 'perasaan.'

Di acaknya rambut yang memang sudah berantakan. Rizam menelisik keseluruh penjuru kamar. Dimana biasanya diisi oleh Vina. Tatkala bersenda bersama Alif disana. Tuhan ... tolonglah, dada Rizam tiba-tiba sesak oleh momen-momen yang tak pernah ia nikmati dan sudah terlewati---namun kini menjadi yang paling dia rindui.

"Bisakah semua di ulang? Aku tak akan pernah melewatinya lagi," gumamnya tanpa ekspresi. Hanya aroma sendu yang menguar dari jiwanya.

"Aku harus membujuk Papi dan Mami. Ya ... harus! Vina, tunggulah aku akan membawamu kembali bersama Alif," tekadnya penuh. Tak peduli dengan gaya acak-acakan, Rizam bergegas menuju kebawah. Ya ... dia akan memaksa orang tuanya untuk mengembalikan Sang istri dan anak.

Sesampainya di lantai satu, Rizam berjalan cepat keruang makan. Kosong ... tak ada siapapun disana. Bahkan meja makan bersih tanpa sepiring pun sarapan---atau minimal segelas kopi pagi.

Bengong, laki-laki itu benar-benar di buat melongo. Kemana semua orang di rumah ini? Jangankan Mami dan Ela, para ART pun tak terlihat batang hidungnya. Bukankah setiap pagi biasanya mereka sibuk berbenah dan bersih-bersih dirumah. Lalu apa bedanya hari ini? Apakah sudah di pecat? Sampai sepiring makanan pun tak terletak di meja. Ya Tuhan, bahka Rizam belum makan sejak semalam.

Tiba-tiba sepintas Rizam melihat Bik Marni keluar dari pintu samping. "Bibik? Tunggu!" panggilnya dengan suara lebih keras. Sebab jarak meja makan dengan pintu lumayan jauh.

Deggghhh ....
ART itu terkejut sekaligus gugup saat Rizam berjalan ke arahnya. "Bisakah buatkan sepiring nasi goreng? Atau Roti panggang?" tanya Rizam.

Bik Marni mendadak gelisah, seperti orang serba salah. "A-anu tuan, maaf saya buru-buru. Sudah di tunggu Nyonya di luar---untuk belanja bulanan," jawabnya tergesa, sama seperti pergerakan yang terkesan buru-buru. Wanita paruh baya itu berjalan cepat meninggalkan anak majikannya disana---yang sedang terheran-heran.

Kenapa Bibik buru-buru sekali saat aku minta tolong? Apa dia takut padaku? Apa aku mengerikan? Tanyanya pada diri sendiri. Entah lah, Rizam gagal paham akan situasi dirumah besar ini. Kenapa semua orang mendadak tak terlihat. Seperti menjauh darinya. Ada apa sebenarnya?

Kakinya kembali melangkah menuju dapur, mencari sesuatu yang bisa mengganjal perut. Bahkan baru di sadarinya, ternyata ini sudah pukul 09.45 WIB. Pantas saja tidak ada sarapan di atas meja. Semua orang sudah breakfast sebelum dirinya bangun.

Ada banyak bahan makanan di kulkas. Tapi tak satupun yang bisa Rizam masak---bukan, dia memang tak pandai memasak. Satu-satunya yang mampu di lakukannya hanya menyeduh kopi. Itu pun hasil lihat dari internet. Menurutnya pekerjaan itu yang paling mudah dari sederet tutorial memasak yang di-explore-nya. Akhirnya segelas kopi tersaji di atas meja.

Mama Impian Untuk Alif [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang