Jangan lupa vote dan comment 💜
👨👩👧👦👨👩👧👦👨👩👧👦
Selamat membaca
.
.
."Pa, Alif mau main itu." Tunjuknya ke-arah arena permainan anak.
Saat ini Alif, Rizam dan Vina tengah menikmati weekend bersama. Setelah melalui serangkaian drama---yang dilakukan mami Rosa. Disinilah mereka sekarang, berada disalah satu mall yang ada di Jakarta.
"Boleh, ayo," jawabnya melihat antusias sang anak. Rizam menyadari, ia sangat jarang mengajak Alif bermain seperti ini. Semenjak istrinya kembali pada sang pencipta, Rizam berubah menjadi seorang Workaholic. Lebih banyak menghabiskan waktu di kantor dari pada bersama keluarga.
Sejak kelahiran Alif, bertepatan dengan hari meninggalnya Sang isteri, Rizam lebih banyak menutup diri. Pantangan terbesar adalah mendengar kata 'perjodohan' dari kedua orang tuanya. Baginya, meski telah terkubur tanah---Eva adalah segalanya.
Alif menarik tangan kedua orang dewasa yang berada disi kiri dan kanannya kearah permainan Street basketball. Permainan yang mengadopsi olahraga Basket itu rupanya sangat memancing jiwa penasaran si bocah menggemaskan itu.
"Mama, cara mainnya gimana?" tanya Alif. Ia sama sekali belum pernah mencoba permaian ini.
"Caranya, Alif cukup melempar bola sebanyak-banyaknya kedalam keranjang. Tapi sebelum itu---" Vina menggesek kartu pada swiper mesin permainan. "Nah, ayo coba," ujarnya memberi bola kepada Alif.
Lelah karena bolanya tak kunjung memasuki keranjang. Alif merengek pada kedua orang dewasa itu.
"Wah, Papa keren." Girang Alif melihat Rizam memasukkan bola bertubi-tubi kedalam keranjang. "Lagi Pa," pekiknya.
"Alif mau coba lagi?" tanya Vina, dan mendapat anggukan antusias dari bocah imut itu. "Sini mama gendong, biar agak tinggian." Vina membawa Alif kedalam gendongannya kemudian mengajarinya cara melempar bola yang benar.
"Mama kedepan lagi," pekik Alif kegirangan saat bola yang dilemparnya masuk tepat sasaran.
Rizam yang mengamati putranya tampak asik bermain bersama Vina. Ia menyunggingkan senyum tipis. Senyum yang membuatnya bertambah tampan berkali-kali lipat. Ia menatap keduanya, merasa ada ikatan besar diantara mereka. Ntah apa itu, yang jelas anaknya begitu lengket setiap kali bersama Vina.
Kalau saja wanita itu adalah Eva, aku rela libur bekerja setiap hari demi melihat istri dan anakku bahagia seperti ini, batin Rizam. Air mukanya berubah sendu. Menerawang mengingat masa dulu, setiap moment bahagianya bersama sang istri.
Lelah mencoba berbagai permaian, Alif merengek lapar pada Vina. Rizam yang melihat itu pun langsung membawa anaknya beserta Vina ke salahsatu restoran yang ada di-mall.
Mereka memesan beberapa makanan, sesuai selera masing-masing. Sedangkan Alif, jiwa manjanya kumat. Ia merengek minta disuap.
"Alif, kamu bisa makan sendiri kan? jangan manja!" tegur Rizam penuh penekanan. Tak seharusnya Alif bermanja pada orang selain keluarganya. Vina bukan siapa-siapa Alif maupun Rizam, dia hanya wanita beruntung yang terpaksa diterima Rizam karena kedua orang tuanya. Catat dan garis bawahi alasannya.
"Alif pengin disuap Mama," pintanya. "Sekali ini aja ya," ujarnya menundukkan kepala. Mendengar kata-kata Papanya yang penuh penekanan. Bocah malang yang belum pernah merasakan sentuhan seorang ibu itu---ingin sekali mereguk kasih sayang dari seorang wanita yang dipanggilnya 'Mama'. Apa salahnya ia menganggap Vina sebagai Ibu? Wanita baik nan lembut itu sudah memikat hati Alif sejak pertama kali bertemu. Rasa nyaman menjalar saat ia didekat Vina. Seperti ada ikatan batin antara ibu dan anak, meski Vina bukan wanita yang melahirkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Impian Untuk Alif [END]
Narrativa generaleWarning : BELUM DIREVISI! Chasyavina mutia Anggara, gadis berusia 24 tahun yang kerap disapa vina itu menerima perjanjian perjodohan yang pernah dibuat alm mendiang ayah nya, dengan seorang laki-laki yang disebut-sebut anak dari sahabat ayah nya. Me...