Jangan lupa vote dan comment 💜
👨👩👧👦👨👩👧👦👨👩👧👦
Selamat membaca
.
.
."Bagaimana pekerjaan kamu, Nak?" tanya Ati sambil menghidangkan makanan di meja. Sementara Vina tengah memasukkan kue kering kedalam stoples.
"Alhamdulillah, lancar Bude," jawab Rizam tersenyum.
"Bude ikut senang, Nak. Kamu memang pekerja keras," ujar Ati memuji.
Dani yang sedang membaca koran pun mengalihkan atensinya pada Rizam. "Saya pikir kamu sudah nyerah. Gak capek kerja dibawa terik matahari ngantar penumpang?" pancingnya mencoba menggoyahkan.
Rizam tersenyum dan menggeleng. "Capek dan panas mungkin iya. Tapi lebih dari itu saya senang Pakde, bisa berkumpul dan bersapa bersama abang-abang ojek lainnya. Mereka luar biasa! Saya kagum. Selain itu juga saya sangat bangga bisa mencari uang dari pekerjaan selain kantor. Ternyata gak seburuk yang saya pikirkan," tuturnya panjang lebar.
Dani terkekeh kecil dan menutup koran yang dibacanya tadi. "Beginilah kami masyarakat biasa yang tidak berpendidikan tinggi apalagi punya perusahaan. Bekerja apapun yang penting halal untuk keluarga." Ditanggapinya penuturan Rizam dengan senyum.
Rizam merasa mendapat satu poin untuk meluluhkan hati Dani. Buktinya saja, saat ini pria paruh baya itu menyunggingkan senyum hangat.
"Oh iya, Bude lupa bilang. Nanti kamu tidur dikamar Vina aja. Kasihan kalau di karpet terus, pegel semua badannya," imbuh Ati duduk di samping suaminya.
Rizam terkejut, pasalnya Dani melarangnya untuk menganggu Vina. Tapi apa yang barusan dikatakan Ati, apa Rizam tidak salah dengar? "Ha ... gak apa-apa kok kalau tidur di karpet," balasnya ragu. Sebenarnya ucapan Rizam berbanding terbalik dengan keinginannya.
Dani menghela napas. "Ya sudah tidur diteras saja kalau begitu!"
"Eh, jangan, enggak! Dikamar aja sama Vina," sanggahnya secepat mungkin. Enak aja tidur di luar. Bagusan juga di kamar sama istri. Pakde ini gimana sih jalan pikirannya. Gak tau apa, aku rindu?! batinnya menggerutu.
"Gimana sekolah Aris, lancar 'kan?" Rizam berujar mengalihkan pembicaraan mengenai 'tidur.'
"Alhamdulillah, lancar Mas. Cuma gak tau habis lulus SMP ini mau masuk SMA mana," jawab Aris.
"Kenapa gak pilih terus dari sekarang?" tanya Rizam lagi.
"Sudah Bude sarankan masuk SMA di kota, Nak. Tapi Aris menolak, katanya biaya terlalu mahal. Padahal Bude dan Pakde gak keberatan kalau harus bekerja lebih keras, yang penting Aris bisa menempuh pendidikan dan kelak jadi orang sukses," ungkap Ati.
Vina menyentuh tangan kanan Budenya dan tersenyum hangat. "Bude jangan khawatir, Biaya masuk Aris biar Vina yang bayar. Ada sedikit tabungan dulu dan gaji sewaktu bekerja di Jakarta. Insyaallah cukup untuk uang masuk dan SPP beberpa bulan. Sisanya kita cari bersama. Vina akan bantu kalian." Elusan jemari halusnya di punggung tangan Ati begitu lembut.
Mata Ati berkaca-kaca mendengar penuturan Vina---gadis kesayangannya. "Tabungannya di simpan saja, kamu bakal lahiran beberapa bulan lagi. Pasti bakal butuh banyak biaya, Nak." Ati balik mengelus tangan Vina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Impian Untuk Alif [END]
Fiction généraleWarning : BELUM DIREVISI! Chasyavina mutia Anggara, gadis berusia 24 tahun yang kerap disapa vina itu menerima perjanjian perjodohan yang pernah dibuat alm mendiang ayah nya, dengan seorang laki-laki yang disebut-sebut anak dari sahabat ayah nya. Me...