MIUA : 26

136K 8.5K 319
                                    

Jangan lupa vote dan comment 💜

👨‍👩‍👧‍👦👨‍👩‍👧‍👦👨‍👩‍👧‍👦
Selamat membaca
.
.
.

"Vina minta maaf," ujarnya menunduk di hadapan seluruh anggota keluarga Athala. "Semalam menginap di rumah Rina."

"Kakak, kenapa minta maaf. Kami semua tidak marah. Hanya khawatir padamu, Kak," sahut Ela merangkul bahu Vina.

"Kami ini keluarga mu. Kau harus kabari Papi dan Mami jika ingin menginap dirumah sahabat mu. Kami tidak akan melarang," tambah Andi dengan senyuman hangat ditujukan pada istri putranya itu.

"Baiklah, maafkan Vina, ya semuanya," kata Vina. Sekali lagi ia merasa tidak enak sudah membuat keluarga ini khawatir.

Mereka kembali menjalankan aktivitas sehari-hari. Para pelayan dengan kegiatan rutin---pekerjaan rumah. Ela yang menggantikan Vina mengantar Alif kesekolah. Papi Andi bergulat dengan pekerjaannya sebagai direktur utama di kantor. Sedang Mami Rosa asik menyapa tanaman hias di taman depan rumah.

Suara pintu terbuka, Rizam yang baru saja kembali kerumah menatap serius kearah kamar mandi. "Vina ..." jedanya sejenak. Memaksa otaknya merangkai kata yang pas untuk diucapkan. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya kemudian.

Hanya senyuman yang tergambar dari wajah ayu itu. Ia berjalan mendekati lemari pakaian. Entah jenis apa perempuan ini, mungkin saja dia berasal dari spesies 'manusia berhati malaikat'---kalau memang ada.

"Katakan sesuatu!" paksa Rizam. Ada gurat bersalah di wajahnya.

"Lihatlah, Mas. Vina masih sanggup berdiri. Masih ada oksigen di paru-paru. Tandanya Vina masih hidup dan baik-baik saja," balasnya pelan. Kemudian masuk kekamar mandi berganti pakaian.

20 menit sudah Rizam menghitung waktu pada jam yang melingkar ditangan kirinya. Namun Vina tak kunjung keluar dari kamar mandi. Resah dan khawatir mulai menganggu benaknya. Berniat akan mendobrak pintu itu, tiba-tiba vina keluar dari sana dengan pakaian rumahan sederhana miliknya.

Rizam kembali duduk di atas ranjang. Mengamati setiap gerak-gerik yang istrinya lakukan. "Semalam itu, aku---"

"Mas mau makan? Atau minum kopi?" potong Vina cepat. Rasanya tak ingin membahas kejadian semalam.

"Dengar aku, Vina." Menarik napas berat, Rizam memberanikan diri. Ditariknya pelan tangan Vina. Duduk bersampingan di pinggir ranjang. "Semalam aku lepas kendali. Aku tidak sepenuhnya sadar dan itu bukan keinginanku." Raut wajahnya tak bisa terbaca.

Vina membeku, lidahnya kelu, tak mampu menjawab setiap pengakuan yang keluar dari bibir Sang suami.

"Aku minta maaf. Anggap saja tidak terjadi apapun semalam. Tetaplah menjadi diri masing-masing. Karena apapun yang sudah aku lakukan tidak akan merubah perasaanku!" tuturnya lancar. Tak ada sedikitpun keraguan kala melontarkan kata-kata itu. Rizam pergi meninggalkan Vina seorang diri disana. Entah kemana tujuannya. Yang pasti ia berusaha menghindari wanita malang itu.

Tubuh Vina merosot kelantai. Tak terhitung berapa banyak sudah bulir bening mengalir dari pelupuk matanya. Sakit? jangan ditanya. Seolah ada tikaman yang menembus hatinya.

"Tak terjadi apa-apa? Kesalahan? Bukan keinginan?" lirihnya lemah. "Ternyata aku hanyalah bunga yang tak pernah diinginkan kumbang. Begitu sadisnya permainan takdir. Setelah sari-nya terhisap, dengan egonya kumbang mengatakan 'bukan keinginannya' untuk mengecap. Apa salahku Tuhan?" rintih Vina. Sesak seketika menyerang dadanya.

👨‍👩‍👧‍👦👨‍👩‍👧‍👦👨‍👩‍👧‍👦

"Mamiii, Papiii." Ela berteriak dengan napas terengah-engah. "Dimana kalian semua?" Kali ini ia tak bisa bersabar. Kemana semua manusia penghuni rumah ini?

Mama Impian Untuk Alif [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang