[15] #Into The Unknow

256 40 31
                                    

Waktu terasa lebih lambat dari biasanya, entah apa penyebabnya. Ia tidak mengerti. Apa karena hatinya yang gundah, atau sang pengawas berkehendak karena tahu kondisinya. Kakinya tidak berhenti melangkah, tungkainya berdenyut sedari tadi, pergelangan kakinya terasa menyesakkan di balik boots berburu. Tapi ini sama sekali tidak mengacau tujuannya, tidak akan. Pepohonan di sisi kanan dan kiri, semak belukar lumayan mengacau langkahnya. Ia sedikit menyesal karena memutuskan untuk tidak membawa tunggangan.  

Terik matahari masih menyengat, berarti terhitung baru sekejap ia berjalan. Ini mulai tak masuk akal. Padahal Alaqua sudah sangat lelah, kakinya bergetar setiap langkahnya seolah-olah sudah lama di ajak berjalan.

"Ini tidak ada gunanya Alaqua." 

Alaqua berbalik menatapnya, Peter sudah tertinggal beberapa langkah darinya. "Iya, karena kau membuang-buang waktu." 

"Aku tidak-!" Peter mengerang kesal. "Kita sedari tadi terus berputar! Kau lihat dua pohon besar di sana? Kita sudah melewatinya dua kali." 

"Tapi itu tidak mungkin, kita para pelacak, kita tidak mungkin tersesat. Kita Laquante!" 

"Apa yang tidak mungkin?!" Sentak Peter. "Ada yang tidak beres, dan aku tidak tahu apa itu." 

Alaqua melirik sekitarnya, yang Peter katakan tidak salah. Ia menelan kasar liurnya, tangannya mulai menarik tas kulit di punggung. Alaqua meletakkannya ke tanah lalu membungkuk merogoh isinya. Peter mendekat. 

"Ketika kita bertemu si mata satu, kita berada di hutan Restaver."  Alaqua menunjukkan gambar yang tertera di peta. "Lalu kita berjalan lurus ke selatan-" Jarinya bergerak di sepanjang permukaan peta. 

"Kita berjalan ke mana?" 

Alaqua tidak menjawabnya, ia menatap lekat peta di tangannya. "Kita, aku tidak tahu. Setelah hutan itu isinya kosong." 

Peter menarik kertas peta itu dari tangan Alaqua. "Bagaimana bisa kosong? Apa bagiannya terhapus? Tapi itu tidak mungkin."  Ia bergumam di akhir kalimatnya. Peter Strauss mulai mengerang panik. 

Sekitarnya masihlah rimbunan hutan. Seharusnya begitu, tapi yang Alaqua dan Peter lihat sekarang adalah padang rumput luas, di sisi kanan dan kirinya ada bukit-bukit dengan beragam ukuran menjulang dengan gagahnya. 

Peter membatu. 

Alaqua sangat yakin dia masih bisa merasakan semak belukar di sekitar kakinya, rasa gatalnya bahkan masih terasa. Ia yakin sebelumnya sedang bertumpu pada sebuah pohon ditemani rengekkan Peter. "Kita sebelumnya di hutan, aku pasti ingat jika kita tiba di lembah antah berantah ini!"

"kita memasuki tempat yang salah." 

"Apa kau tahu sesuatu?" 

"Kurasa begitu. Ini hanya dongeng para tetua yang aku dengar dulu. Diceritakan bahwa, di suatu tempat di Dimensi kegelapan ada sebuah tempat yang di kenal dengan nama; Incognite. Tapi tempatnya tidak di ketahui." 

"Tidak di ketahui? Apa maksudnya?" 

"Tidak ada yang tahu tempat itu di mana, tidak ada yang tahu jalan apa menuju ke sana. Barat, selatan, utara timur? Tidak ada yang tahu!" 

Peter kembali mengerang panik, sesungguhnya itu tidak seperti dirinya. 

 "Yang paling penting," Peter kembali membuka suara. "tidak ada yang tahu, jalan keluar dari sana." 

Alaqua berdecak. "Tempat apa itu?! Memangnya itu bisa di katakan tempat?" 

Peter tidak membalasnya. Pria itu terus mengerang, itu bahkan mulai terdengar seperti rengekkan. "Peter! Hentikan! Ini tidak seperti dirimu." 

Elven Golds [2] : Destruction For The ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang