3.Pembalasan

19 4 0
                                    

Happy Reading :")

***
Orang yang jahat belum tentu jahat. Karena orang jahat adalah orang baik
yang bersembunyi dalam jubah kegelapan.

***

"Gio nanti anterin Aya ke ruang Komdis yaaa? " Aya menatap Gio dengan mata berbinar-binar berharap sahabat kecilnya ini mau.

"Dih, orang yang mau daftarkan lo. Kenapa gue harus ikut juga? " ucap Gio sembari meneruskan salinan tugas biologi yang akan dikumpulkan beberapa jam lagi.

Aya merengut kesal, menarik buku tugasnya dari cengkraman tangan Gio "Yaudah gak usah nyontek jawaban Aya kalau gak mau nganterin ke ruang Komdis."

Gio ikut menghela nafas, "Yaelah Ya, lo kan tau gue nanti pulang harus nganterin Sena dulu. Kasihan Sena kalau kelamaan nunggu gue." Jawaban itu membuat Aya meringis, Gio udah berubah, Gio lebih mentingin Sena daripada Aya.

"Aya nanti bisa kesana sendiri tanpa Gio".Aya menekankan ucapannya, tubuhnya berputar kedepan berusaha mengalihkan perasaan kecewanya. Hingga Bu Wati masuk dan lonceng berbunyi, hanya ada keheningan antara Gio dan Aya.

Vera yang duduk dibelakang mereka mengernyit, masalah apa yang membuat keduanya diam membisu tanpa suara.

"Baiklah anak-anak sampai disini dulu materinya. Tugas besok dikumpulkan ke ketua kelas dan jangan lupa setelah pulang langsung ganti pakaian kalau perlu mandi juga untuk mencegah penularan virus Covid-19. "

"Vera, Aya duluan ya. Daaaa." . Aya menjauh secepatnya dari Gio, Vera yang dibelakangnya menepuk bahu kanan Gio hingga si empu berbalik badan. "Apa? "

"Itu si Aya tumben diem. Lo ada masalah sama Aya? "tanya Vera, tangannya menarik tas berwarna coklat muda. Gio mengedikkan bahunya lalu berjalan mendahului Vera.

"Ditanyain baik-baik malah pergi. Dasar manusia gengsi." umpat Vera sebelum menutup pintu kelas yang sudah kosong tak berpenghuni.

***
Aya melambatkan langkahnya ketika melihat pintu Komdis yang sepi dan hening. Bukan perasaan cemas atau gugup yang menderanya saat ini tapi ketakutan akan pembalasan perihal kejadian jatuh tadi.

Tok...tok...tok

"Masuk, pintunya gak dikunci" ucap Langit dari dalam ruangan.

Aya melongokkan kepalanya ke dalam ruangan. Sepi dan hanya ada Langit dan dirinya. "Bagus, baru masuk aja udah berani telat. Keliatan banget gak pernah disiplin."

Kan, udah Aya duga. Baru masuk aja udah diomel-omelin, gimana Aya bisa betah kalau gini? .Aya membatin dengan muka masam.

"Gue gak bakal ngomel kalau lo gak dateng telat. Lo tau tata cara disiplin, kan? Apa perlu gue ajarin? " tanya Langit dengan memutar-mutar pulpen yang ada ditangannya.

Loh, kok dia tau Aya ngomel-ngomel gini. Jangan-jangan dia.......

"Cenayang. Emang kenapa kalau gue cenayang? Ada masalah? " Aya mati kutu, merasa apes punya ketua yang cenayang plus ketus kayak gini.

"Udah duduk dulu sana. Gue ambilin formulirnya dulu." ucap Langit sembari melangkah ke lemari yang berisi berkas-berkas penting. Aya menghela nafas lega, ini nih yang dinamain keluar lubang buaya masuk lubang singa.

"Nih, kasih ke gue besok. Jangan telat dan buat jabatan lo jadi sekretaris 2." Aya membelalakkan matanya, berkedip-kedip.

"HAHH?!?SEKRETARIS DUA?!?!?"

Langit menaikkan alisnya, menatap intens Aya. "Kenapa? Gak mau? Yaudah kalau gak mau." Aya langsung bersyukur tapi setelah mendengar ucapan lanjutan Langit tubuhnya langsung melemas seketika.

"Gue laporin ke Bu Dias.Gimana?"

"Kok kejam sih? Kan ada sekretaris 1 kenapa harus ada sekretaris dua? "

"Disini gue yang jadi ketua, jadi gue yang berhak nentuin jabatan siapapun." ucap sarkas Langit, tangannya meraih tas hitam legam dan jaket yang kini tersampir di bahunya.

"Beresin kertas-kertas yang ada dimeja baru lo boleh pulang. Anggep aja hukuman gara-gara lo telat tadi."

"HAHHH?!?!"

Langit mengendus kesal, "Gak usah hah hah terus, buruan kerjain."

Aya menatap sinis Langit, yakali Aya ngerjain kertas sebanyak ini, lebih baik Aya kabur aja deh. Tapi tiba-tiba Langit menampakkan wajah dinginnya, "Jangan sekali-kali kabur karena gue bakalan ngawasin lo."

Aya menepuk jidatnya kuat, dia lupa kalau Langit itu cenayang. "Iya-iya Aya gak bakal kabur. Dasar nyebelin, songong, ketus huhh."

Langit bersandar di dinding depan dengan tangan berada di saku kanan. Pandangannya beralih ke jam yang menunjukkan pukul 17.10, dilihatnya gadis yang mengomel-ngomel itu merapihkan kertas yang bertebaran. Sebenarnya itu bukan tugas sekretaris tetapi itu adalah hukuman bagi seseorang yang terlambat. Disiplin harus ditegakkan untuk menghapuskan orang yang melanggar peraturan.

"Langit, udah selesai. Aya boleh pulang, kan?" .Aya sudah muncul dengan kunciran rambut yang sedikit berantakan, juntaian poni-poni membuatnya kelihatan lebih cantik. Langit mengecek ruangan Komdis yang lebih bersih dan rapi. "Hmm, besok gue tunggu diruang Komdis."

Aya melengos, melangkah menjauhi Langit yang menatap punggungnya tajam.

"Ihh dasar manusia nyebelin, udah ketus suka nyuruh-nyuruh lagi. Mana jam segini gak ada taksi, kalau nelpon Ayah juga gak mungkin kan Ayah masih kerja. Apa Aya jalan aja ya?" tanya Aya pada dirinya sendiri, namun sepertinya dewi fortuna tak berpihak padanya.Mendadak hujan turun deras, membuat Aya refleks menepi.

"Loh, kok hujan sih. Terus Aya gimana pulangnya? Ini gara-gara Langit,kalau Aya pulang daritadi pasti Aya gak akan kejebak hujan gini."

"Lo ngomong apaan barusan? Gara-gara gue?" Langit menatap sengit Aya yang kini juga melirik tajam dirinya.

"Itu salah lo. Kalau tadi lo gak dateng telat, gak bakalan kejebak hujan kayak gini. Punya otak itu dipakai, jangan dipajang doang."

"Salahin aja terus salahin. Aya pulang aja deh daripada disini bareng manusia keturunan Bu Dias".Aya berlari menerjang hujan yang deras bahkan sekarang terdengar kilat petir yang cukup keras.

Langit menggeleng-gelengkan kepala,"Nekat".Diraihnya jaket dan dimasukkan kedalam tas.

Sedangkan Aya yang sedang di tengah jalan, mengusap badannya yang kedinginan."Hujan berhenti dong, Aya mau pulang dulu nanti lanjutin kalau Aya udah sampe dirumah."

Sinar cahaya dari belakang membuat Aya menyipit,"Itu kan.... Langit."

"Cepetan naik."

"Ha?"

"Cepetan atau gue tinggal."

Aya langsung mendudukkan diri diatas jok motor.Motor itu masih belum jalan, hingga suara berat yang samar terdengar. "Ambil jaket di dalam tas"

Aya meraih jaket hitam yang tadi dibawa Langit,"Terus?"

"Pakai"

Aya langsung memakai jaket itu, bibirnya melengkung lebar. Ternyata Langit tidak semenyebalkan yang dia kira, dia baik tapi dia susah buat ngungkapinnya.

Disela-sela perjalanan, kepala Aya mendadak maju membuat degupan diantara keduanya. "Makasih Langit"

Tidak ada yang tahu bahwa Langit ikut tersenyum dibalik helmnya. Entah karena apa tapi bibirnya seakan tersihir oleh ucapan Aya, gadis bawel yang baru dikenalnya ini.

***
Cieeee, baper nggak nih? Langit yang ketus kayak gitu aja bisa perhatian sama Aya.

Ada yang pengen dibaperin Langit nggak nih? Wkwkwk(authornya juga pengen gess)

Buat yang suka cerita ini,lanjottt jangan kasih kendor yaaa ehehehe

agirllovedboba

Dear Langit (Hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang