4.Khawatir

19 5 0
                                    

Happy Reading:")

***
Aku bukan menangis karena kehilangan kamu tapi aku menangis karena perpisahan kita yang terlalu singkat dan meninggalkan kenangan yang teramat banyak.

***

Aya melangkah dengan tergesa-gesa, panggilan Vera teman sekelasnya pun tak dihiraukan. Nasibnya kali ini benar-benar sial, setelah adegan baper kemarin dia sampai lupa kalau formulir ekskul belum terpegang sama sekali.

"Langitttt tungguuuuu"

Langit yang berjalan keluar ruangan, menaikkan alis lalu melanjutkan jalannya. Aya makin melajukan larinya. "TUNGGGUINNNN IHHHH"

Sontak Langit menutup telinganya yang mendengung gara-gara suara keras dibelakangnya, "Bisa gak sih gak usah teriak-teriak, gue juga denger kali."

Aya mengatur nafasnya sebelum memulai ocehan, "Ya, Langit sih. Dipanggilin daritadi juga, nih formulirnya."

"Oh, oke"

Langit kembali melanjutkan jalannya, sebelumnya dia sempat menengok."Nanti ada kumpul pas istirahat di ruangan Komdis."

"Ihh, dasar sok dingin. Udah Aya kejar daritadi terus sekarang malah seenaknya ditinggalin. Kasih waktu Aya duduk kek, beliin minum gitu. Ini malah ditinggal." omel Aya, kakinya menghentak-hentak keras menuju kelasnya.

Langit melangkah kearah gerbang sekolah, ini waktu dia untuk memberi hukuman bagi siapapun yang melanggar peraturan sekolah. Hingga panggilan dari belakangnya membuat dia sontak menengok," Langit, kamu jaga di depan gerbang ya? Ibu mau ada rapat sama Kepala Sekolah dulu. Beri hukuman sesuai dengan pelanggaran yang telah dilanggar. "

Langit mengangguk patuh mendengar ucapan Bu Dias, "Baik bu, Saya akan menjalankan amanat Ibu."

Fira, gadis berambut sebahu itu berusaha mengendap-endap melewati ruang bk, namun kalah cepat dengan Langit yang menarik tasnya. "Mau kabur?"

"Ehehehe. Duh, gue ada ulangan biologi nih. Nanti Bu Sinta bisa ngamuk-ngamuk kalau gue gak cepat masuk." Fira menggaruk kepala belakangnya, Langit menaikkan alisnya lalu tersenyum lebar yang malah terlihat menyeramkan bagi Fira.

"Lo anak ips tapi belajar biologi, IQ lo berapa sampai bisa belajar dua jurusan sekaligus?" tanya Langit, Fira mengumpat pelan. Duh, kok gue goblog ya? Kan gue anak ips kok malah ngomong ada ulangan biologi.Fira cengengesan,"Lagian gara-gara lo sih. Aura lo itu nyeremin kayak hantu tau nggak."

"Gak usah banyak ngeles. Sana baris di depan." Fira melengos, sungguh kalau bukan gara-gara Langit itu ganteng mungkin sudah dia timpuk daritadi."Oh iya, hukuman buat yang suka ngeles ditambahin jadi dua kali lipat."

Fira melotot tidak setuju, apa-apaan ada peraturan kayak gitu."Dih, peraturan macam apa kayak gitu. Selama gue sekolah di SMA Yesa Dharma gak pernah tuh ada peraturan kayak gitu. Jangan ngadi-ngadi lo Ngit."

"Terserah".Langit dengan cuek, menaikkan bahunya lalu melanjutkan jalan menuju tempat barisan diikuti Fira yang masih menggeram tidak setuju.

***

Aya menengok cuek saat Gio memanggilnya pelan,"Ayaa, lo kenapa sih?"

"Enggak, Aya gak kenapa-kenapa."

"Serius dong Ya, kalau gue ada salah sama lo bilang aja. Gue kan bukan dukun yang tau semuanya." Aya membolak-balikkan buku berusaha tidak peduli dengan panggilan Gio.

Gio menghela nafas, sahabat kecilnya ini memang susah ditebak ketika marah. Tiba-tiba dia menemukan solusi yang manjur, seolah ada lampu yang bersinar diatas kepalanya. "Yaudah, padahal gue tadi mau ngajak lo makan bakso sepuasnya di kantin. Tapi kayaknya lo lagi marah, dibatalin aja deh."

Dear Langit (Hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang