23. Masih perduli?

16.1K 882 18
                                    

Happy Reading !

.

.

Xavier mendekatkan minyak beraroma terapi ke arah Ardana, Angkasa jengah! Pasalnya Ardana tak kunjung sadar.

"Kasih napas buatan aja sih!" Angga memukul bahu Angkasa, orang kena pukul kok di kasih napas buatan?

"Goblok sumpah!" Cibir Angga, tak lama setelahnya. Ardana sadar, Xavier membantunya duduk lalu bersandar.

"Kok di markas? Tadi kan--"

"Kita kalah, Dan," Ardana mematung.. Kalah?

"Gausah ngelawak, bego! Ini ngapain kita di merkas?" Tanya Ardana bingung, Angkasa mengguncang tubuh Ardana dengan kencang.

"Sadar Ardana! Sadarr," Ardana melepaskan tangan Angkasa yang bertengger di pundaknya, lalu menatap anggotanya satu persatu.

Benarkah mereka kalah?

Flashback on.

Tepat saat Ardana pingsan, otomatis anggota lain tak fokus karna memikirkan Ardana juga. Reynald sudah menegaskan mereka untuk fokus pada lawan, namun mereka tak bisa. Mereka mencemaskan Ardana yang sedang di bopong oleh Xavier.

"Ketua lo emang lemah, cih!" Ucap Vindra tersenyum sinis, Angkasa berdecih, apa katanya tadi? Lemah?

"Gak terbalik? Lengan lo juga patah kan, Vin?" Vindra ingin melawan, namun tenaganya sudah terkuras habis.

Tepat saat banyaknya anak Arsavigald tumbang, Vindra tersenyum miring, rencana nya memang selalu bisa di andalkan.

Sebenarnya Genk Brandal bertengkar sejak awal menggunakan masker, kenapa? Karna Genk Brandal di kenal dengan kelicikannya, seperti sekarang, mereka sebenarnya menggunakan parfume yang membuat siapa saja akan pusing ketika menghirupnya. Licik bukan?

Saat anggota Arsavigald sudah meninggalkan area, Brandal ber-tos-ria lalu tertawa.

"Ah rencana lo emang hebat, Vin!" Ucap salah satu anggota Brandal.

"Oiyalah! Hahahaha, lo ngeraguin gue?"

Akhirnya Brandal membubarkan diri, jika tadi Vindra berangkat sendiri, sekarang Vindra di bonceng oleh temannya.

Meskipun tangannya patah, namun ia tetep senang karna rencana nya berjalan dengan mulus.

"Ardana.. Ardana.. lo bodoh, bahkan dari awal gue dateng, lo gak nyadar kenapa kita semua pake masker. Bodoh."

Flashback off.

Ardana mengepalkan tangannya, menatap anggotanya satu-persatu yang babak belur dan ada beberapa yang tertidur saking pusingnya.

"Dan, kenapa kita gak pake cara kaya mereka sih?" Tanya Cio.

"Lo mau di bilang pengecut? Gue lebih pilih kalah dengan cara terhormat di banding menang pake cara curang, ketauan banget pengecutnya!" Anggota lain membelalak, baru kali ini Xavier berbicara 21 kata, wow! Bisa masuk kedalam keajaiban dunia gak nih? Hahaha.

"Liat dulu cara mainnya." Sinis Ardana.

~~~

Alya duduk di tepi kasurnya, memikirkan kotak serta surat yang tadi ia terima. Apakah pengirim itu benar-benar akan membunuhnya? Atau sekedar orang iseng cari sensasi?

"Kalo Alya bener di bunuh gimana ya?" Alya bermonolog, ia segera menggelengkan kepalanya, menghalau pikiran itu dari kepalanya jauh-jauh.

ARDANA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang