43. Renggang (3)

12.9K 708 6
                                    

Happy reading

.

.

Ardana dkk sedang berada di kelas saat ini, entah mendapat hidayah darimana makanya mereka mau masuk ke dalam kelas, mustahil memang tetapi itu hal yang harus di syukuri oleh beberapa guru, setidaknya guru-guru tau kalau mereka masih hidup dan bisa mengikuti pelajaran.

"Oke Bapak mau tanya sama Bimasakti! Kenapa ada lautan yang namanya 'Laut Mati'?" Tanya guru itu, Angkasa tersenyum sombong, gitu doang mah mudah!

"Bapak saya yang bunuh, Pak!" Jawaban ngawur Angkasa mampu mengundang gelak tawa teman sekelas, berbeda dengan guru di depan yang sedang memijat pelipisnya, jawaban macam apa itu Angkasa?

Angkasa mengangkat tangannya lalu tersenyum sombong, merasa jawabannya benar padahal tidak sama sekali.

"Saya pusing lama-lama ngajarin kamu, Bima." Angkasa tertegun, pusing?

"Pusing ngapain Pak? Kan saya cuma duduk doang, gak muter-muterin palanya Bapak!" Ayolah ini emaknya Angkasa dulu ngidam apa?! Kenapa anaknya bisa jadi sebobrok ini?

"Diam kamu Bima, saya males denger suara kamu yang berisik!" Angkasa membelalakan matanya, hey suaranya ini merdu!

"Sekali lagi Pak, nama saya Angkasa! Oh iya Bapak bilang males denger suara saya? Saya juga males Pak denger suara Bapak! Radiasi nih Pak kuping saya," Angga ber-tos-ria, Angkasa memang hebat dalam membuat orang lain kesal sekaligus gemas dengan tingkahnya dan kelakuannya yang tidak sama seperti orang normal kebanyakan.

~~~

"Eh Nay! Si Alya jadi berak sama si Ardan?" Tanya Lyani, Nayra mengernyit, apa katanya?

"Break bego! Bukan berak," Lyani meringis, yaudah sih cuma salah penyebutan aja, gak masalah kan? Tentu saja tidak.

"Iya itu maksud gue! Emang si Ardana rasanya mau gue santet tau gak sih? Kesel banget gue sama dia, padahal dia sendiri juga selingkuh ama si Hama Hamster itu, asli pengen gue tendang aja ke amazon!" Nayra memutar bola matanya, ah Lyani ini terlalu banyak bicara tetapi tidak melakukan apapun!

"Berisik lo! Lo mah ngomong doang mau nendang si Ardan, tapi giliran ketemu langsung kicep!" Lagi-lagi Lyani meringis, ia terkekeh lalu mengusap tengkuknya.

Untung saja guru yang mengajar sedang keluar, jadi mereka berdua bebas ingin membicarakan hal apa saja, mulai dari trend terkini, makanan yang lagi viral, atau gibah.

~~~

"Safira, temenin Alya ke toilet yuk!" Safira menoleh, ia menghentikan aktifitas menulisnya lalu mengangguk.

"Tapi Safira yang izin ya, Alya gak berani." Lagi-lagi Safira mengangguk, ia menarik lengan Alya untuk maju ke depan, meminta izin kepada guru yang mengajar lalu pergi ke toilet yang jaraknya cukup jauh dari kelas.

Safira hanya menunggu Alya di luar, tiba-tiba saja Hana datang, Safira yang memang dasarnya selalu positive thinking, tak mencurigai gerak-gerik Hana sama sekali, paling hanya buang air kecil, pikir Safira.

Hana menyiram tubuhnya sendiri dengan air pel, ia juga memukul dirinya sendiri hingga memerah, Alya yang baru keluar dari kamar mandi terperanjat, apa yang Hana lakukan? Mengapa ia melukai dirinya sendiri?

Tiba-tiba saja Hana menelpon Ardana, tanpa butuh waktu lama, Ardana langsung masuk ke dalam toilet, Safira terkejut saat melihat Ardana masuk ke dalam dengan napas memburu seperti di kejar oleh hantu.

Safira menutup mulutnya saat melihat kondisi Hana, pakaiannya basah, rambut acak-acakan, sudut bibir yang berdarah, serta beberapa luka lebam di sekujur tubuhnya.

"Hiks.. S - sakit Ar.." Ardana menatap Alya nyalang, bagaimana pun juga di dalam kamar mandi ini hanya ada Hana dan Alya.

"LO! APA YANG LO LAKUIN KE HANA?!" Alya mengerjabkan matanya, ia tak melakukan apapun! Sungguh, Alya pun terkejut saat melihat keadaan Hana, tapi kenapa Ardana menuduhnya? Menuduhnya melakukan hal yang tidak ia lakukan sama sekali.

"Ardana! Kamu kalau gak tau apa-apa diem aja ya! Aku tau Alya gak mungkin ngelakuin hal itu ke Hana!" Safira buka suara, siapa sih sahabat yang gak bakal ngebela sahabatnya sendiri? Selagi Alya benar, Safira tidak takut sama sekali kepada Ardana.

"Lo pikir Hana bodoh, hah?! LO PIKIR DIA NGELUKAIN DIRINYA SENDIRI?! BEGO!" Safira tersentak, ia mundur beberapa langkah, ia takut.

"Al - alya g - gak hiks.. Lakuin itu!" Ardana berdecih lalu menatap Alya dengan tatapan tak suka.

"A - aku min - nta m - maaf Al k - kalo Ardana ng - ngejauhin k - kamu! T - tapi aku m - mohon j - jangan sakitin aku lagi," Alya menatap Hana tak percaya, kenapa Hana tega sekali? Tubuh Alya terkulai lemas, ia sudah tak tau harus bagaimana sekarang, bagaimana pun juga Ardana lebih mementingkan Hana dibanding dirinya.

"Kemana Alya yang gue kenal? Lo kenapa jadi kaya gini, Al? KENAPA?! KENAPA LO SAKITIN HANA?! LO TAU DIA BERARTI BANGET BUAT GUE!! KALO MAU CAPER, GAK GINI CARANYA! MURAHAN, JADI CEWEK JANGAN MURAHAN! PAHAM?!" Mata Alya berkaca-kaca, sudah berapa kali Ardana menyebutnya 'murahan' hari ini? Kebetulan sekali Reynald lewat, ia mendengar teriakan Ardana langsung masuk ke dalam kamar mandi perempuan.

"Lah? Ini ada apaan? Ada party?" Tanya Reynald, Safira hanya diam, punggungnya bergetar hebat, Reynald yang melihat itu langsung menghubungi Xavier.

Dan untungnya Guru-guru sedang rapat untuk membahas acara ulang tahun sekolah, jadi murid-murid bebas berkeliaran kemana pun yang mereka inginkan, asli sih ya! Lebih enak freeclass dibanding libur.

Xavier datang dengan napas terengah-engah, ia yang awalnya sedang tidur di kelas namun langsung terbangun karena Reynald menelfonnya yang mengatakan kalau Safira menangis, makadari itu Xavier berlari, takut terjadi sesuatu pada Safira.

"Kenapa?" Tanya Xavier, ia mengusap air mata Safira dengan ibu jari lalu mengusap rambut Safira.

"T - takut." Pandangan Xavier langsung terkunci pada Ardana, pasti laki-laki itu membentak Safira, benar-benar harus diberi pelajaran, entah sudah berapa prinsip yang Ardana langgar hari ini.

"Lo gak ada hak buat bentak Safira, gue aja yang pacarnya gak pernah bentak dia! Ini masih peringatan awal, Ardana. Terserah lo mau bilang gue bucin atau apa karena lebih ngebela pacar gue, karena gue yakin kalo pacar gue gak salah disini!" Ardana diam, Xavier menatap Hana dengan jijik, oh rupanya wanita itu sedang memainkan drama lagi.

Xavier menarik Safira untuk keluar dari sana, kecewa besar terhadap Ardana. Ketua sekaligus pemimpin dalam geng, malah seperti ini? Jujur, Xavier sedikit malu sebagai wakil ketua. Anggota lain juga sudah mengetahui ada permasalahan di antara mereka berlima namun tak berani untuk membuka suara, mereka lebih memilih diam sambil berdo'a semoga saja mereka cepat berbaikan dan keadaan kembali seperti semula.

"Hari ini, Sore ini, Brandal ngajak tempur. Terserah lo mau hadir atau lebih pentingin cewek itu, intinya pertempuran ini tetep bakal terjadi, dengan atau tanpa adanya lo." Reynald menarik lengan Alya lalu membawanya keluar, dalam hati kecil Reynald, ia juga kasihan kepada Ardana. Namun mau bagaimana lagi? Ia sangat keras kepala, biarkan saja takdir yang akan membuatnya menyesal nanti.

Tbc.
Jangan lupa tinggalkan jejak guys !

ARDANA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang