{2} keributan dikantin

206 11 0
                                    


Qeyla dan Savira sudah sampai dirumah. Mereka memutuskan langsung mandi karena dirasa badan mereka lengket semua. Setelah ritual mandinya mereka memakai kaos betulisan 'Beautiful', warna ungu punya Qeyla dan biru punya Savira. Dipadukan dengan celana pendek sedikit diatas lutut. Setelah mengganti pakaian mereka ingin istirahat sebentar.

Qeyla pov.

Anjirr, kepala gue kok pusing ya. Ck. Gara-gara cowok kulkas itu gue jadi pingsan. Awas aja huh.

"Qey, lo ngelamunin apa sih? Dari tadi gue panggilin kagak nyaut-nyaut" tanya Savira menatap kembaran nya dengan alis bertaut.

"Gue sebel sama cowok kulkas itu. Pingin gue cabik-cabik muka datarnya" balas gue mencakar-cakar udara.

"Hahahaaa, lo juga datar kalo lo lupa" ejek Savira terbahak.

"Bomat"

"Halah, soksok an bales dendam. Ntar, jatuh cinta awas loh" cibir Savira menatap kembaran gue sinis.

"Nggak akan" elak gue.

"Halah, kalo lo beneran jatuh kepada pesonanya Alvino apalagi lo sampai jatuh cinta, gue yang akan ngakak didepan lo berdua" ujar Savira kembali tertawa.

"Diem lo" gue melempar bantal tepat mengenai wajah Savira.

"Woyy, anj_"

"QEYLA, SAVIRA CEPETAN TURUN MAKAN MALAM" teriak Citra dari balik pintu memotong umpatan Savira.

"YES, MOMMY" jawab gue dan Savira sambil teriak.

Gue dan Savira turun menuju meja makan untuk makan bersama.

Author pov.

Saat Qeyla dan Savira turun ke meja makan, mereka melihat dua orang yang tak asing dimata mereka.

"Oma, Opa" sapa Qeyla dan Savira lalu memeluk kedua orang itu.

Mereka adalah Herman Wijaya, dan istrinya Riana Erna Wijaya. Mereka orang tua dari Fanddy, Daddy Qeyla dan Savira.

"Cucu Oma sudah besar ya" ucap Erna menangkup wajah Savira.

"Iya dong, masa kecil terus" sahut Savira tertawa kecil lalu memeluk Herman.

"Oma sama Opa sudah lama?" tanya Qeyla duduk disamping Nathan.

"Nggak lama juga kok sayang" jawab Erna tersenyum manis, Qeyla membalas dengan anggukan.

Mereka semua makan dalam diam, karena sudah menjadi aturan keluarga untuk tidak makan sambil bicara. Karena itu akan mengurangi nafsu makan.

Setelah selesai makan mereka memutuskan untuk bicara diruang keluarga. Qeyla duduk disamping Nathan, sedang Savira duduk disamping Erna.

"Heem, kalian sudah besar bukan? Jadi Opa sama Daddy kalian mau menjodohkan kalian dengan cucu temen Opa" ujar Herman memecah keheningan. Semua pasang mata langsung menatap Hendra.

"HAH?!" pekik Qeyla dan Savira terkejut.

"Maksudnya disuruh nikah gitu?" tanya Savira menatap Opa dan Oma nya tak percaya.

"Iya" jawab Herman mantap.

"Opa, Dad kita itu masih sekolah. Lagian kita juga belum seharusnya menikah. Oh ayolah Daddy ini bukan jaman siti nurbaya" protes Qeyla. Mereka merasa dipermainkan.

Diusia yang masih muda harus dijodohkan sama orang yang nggak kita kenal sama sekali.

"Dan lagi kita kan tidak kenal sama calon kita nanti. Terus kalo kepribadian nya berbeda sama yang kita mau gimana? Terus kalo dia ngelarang-ngelarang kita buat masuk dalam dunia pergeng motoran gimana?" cerocos Savira membuat alasan untuk tidak dijodohkan. Walau hanya percuma karena kalau Herman sudah ngomong A harus A tidak boleh digugat lagi.

The Lives Of Two Twin Girls Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang