[S2] Ikhlas

950 229 394
                                    

Genbrok sempet aku unpub dan aku pub ulang. Kemarin, lagi unmood karena suatu hal eh pas buka wp view sama vote jomplang banget, males asli. Gatau kenapa aku ngetik jadi pamrih, mungkin mau pms kali ya. Sekarang udah balik kok mood nya dan siap juga ikhlas menghadapi siders :) komen ku balas, nanti aja sekalian, maaf ya.

 Sekarang udah balik kok mood nya dan siap juga ikhlas menghadapi siders :) komen ku balas, nanti aja sekalian, maaf ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••
.
.
.
•••

"KAA-SAN!!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"KAA-SAN!!"

Melihat sang ibu yang dalam bahaya, yaitu berada di bawah todongan senjata dari Hangyul dengan Hangyul yang menginjak tubuh Jineul membuat Ziu segera berlari menghampiri dan menubrukkan tubuhnya pada tubuh pria Lee itu, yang lantas membuat Hangyul terjatuh ke lantai dan senjata yang ia pegang terlepas sampai masuk ke kolong sofa.

Dengan gesit, Hangyul mencoba bangkit dan menyerang Ziu. Namun, sebagai pelajar yang terkadang ikut dalam perkelahian membuat Ziu bisa menghindar dengan mudah dan tak lama keduanya pun terlibat dalam duel sengit.

Melihat Ziu yang sibuk melawan Hangyul, Yuko dan Sungjin dengan segera menghampiri Jineul dan membawa tubuh tak sadarkan diri si bungsu itu menjauh. Ditatapnya khawatir Jineul yang kini sudah dipenuhi oleh luka hasil pertarungan sengitnya bersama Hangyul beberapa menit ke belakang.

"Neul, bangun." Dowoon menepuk pelan pipi Jineul yang dihiasi oleh sebuah lebam keunguan. "Lo jangan mati dulu, anak lo masih butuh bimbingan biar gak makin liar."

"Sembarangan." Jawab Jineul dengan kedua matanya yang masih terpejam. Rupanya Jineul masih tersadar dan berpura-pura pingsan agar membuat Hangyul lengah. "Aku masih hidup."

"Tangan kamu berdarah banyak banget ini. Duduk dulu, duduk." Yuko membetulkan posisi tubuh Jineul dan menjadikan bahunya itu sandaran bagi sang istri. Ia merobek baju yang ia kenakan lalu melilitkannya pada luka di tangan Jineul yang terus saja mengeluarkan cairan berwarna merah, yang diketahui itu adalah darah.

"Cuman ketembak doang, tapi tangan saya mati rasa, Nakamoto." Jawab Jineul dengan ekspresi datar dan tak perduli miliknya, yang membuat Sungjin dan Wonpil mengira jika apa yang dirasakan Jineul terasa meragukan.

[✓] Genbrok!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang