8. Reminder

348 77 23
                                    

Sehun dan Sejeong melanjutkan perjalanan pulang, sedikit sisa air hujan membuat baju keduanya lembab.

"Lo ga mnjdyu pkek ghuwe?"

Sejeong yang duduk di belakang tidak dapat mendengar suara Sehun dengan jelas.

Sehun mengulangi kalimatnya dengan suara yang sedikit lebih keras, "Lo ga mau peluk gue?"

"Hah? ngapain gue peluk lo anjing?"

"Ya pegangan. Biar lo tau rasa orang pacaran. Katanya mau bangun emosi?"

Sejeong tampak berpikir sebentar. "Emang bisa?"

"Coba aja."

Sejeong menelan ludahnya, ragu-ragu akan melingkarkan kedua lengannya di pinggang Sehun. Tidak, bukan perasaan senang. Hanya saja ini bisa dikatakan, aneh?

Baru saja Sejeong dapat meyakinkan dirinya, Sehun sudah memelankan laju kendaraan. Berhenti tepat di parkiran basement apartemennya tanpa ia sadari.

Sehun masih menggunakan kakinya untuk menyangga motor, menunggu Sejeong untuk turun terlebih dahulu.

Entah darimana dan ada urusan apa, tiba-tiba sosok Suho muncul. Membawa kantong plastik ukuran tanggung. "Eh hei manisnya." Serunya ketika melihat sang adik yang masih duduk di belakang Sehun.

Sejeong yang tersadar diolok abangnya itu segera turun, melirik kearah kantong plastik. Mencoba mengalihkan pembicaraan. "Apaan tuh, Bang?"

"Oh. Mau buang sampah." Jawab Suho sambil mengangkat sedikit bungkusan itu.

Sehun yang sudah turun dari motor berjalan begitu saja kearah pintu masuk apartemen. Ia berhenti sebentar saat melewati Suho, membisikkan sesuatu yang tidak didengar Sejeong. Lalu meneruskan langkah kakinya.

Sejeong yang bingung segera mendekat ke abangnya yang tiba-tiba tersenyum lebar, bertanya. "Bilang apa dia?"

Suho berdehem. Menyenggol sedikit lengan adiknya dengan siku. "Cie yang udah jadian."

"Ha? Kata siapa? Itumah cuman pur-"

"Sori ya, Ho. Pacar gue ketinggalan." Entah ada angin apa tiba-tiba Sehun kembali dan menarik lengan Sejeong untuk masuk ke apartemen bersamanya. Meninggalkan Suho yang dengan tololnya percaya-percaya saja.

Sampai di apartemen, Sejeong segera berlalu ke kamar. Ia menutup pintu kamarnya dengan cepat, merebahkan tubuhnya untuk sekedar menatap langit-langit dan berpkir, apa yang dilakukannya kali ini benar? Apa tidak masalah. Ada lah hampir tiga puluh menit Sejeong berada di posisi itu.

Belum sempat menemukan jawaban, suara Sehun yang membosankan baginya itu sudah berteriak di depan pintu, mendesak minta masuk.

Sejeong terpaksa berdiri untuk membukakan pintu, merutuki Sehun yang menganggu. Apalagi? batinnya.

Setelah pintu terbuka, Sehun segera masuk begitu saja, lancang mengobrak abrik laci meja rias.

"Lo nyari apa si?" Sejeong mendekat kearahnya.

"Hairdryer."

Sejeong melirik sebentar kearah rambut Sehun yang masih basah bekas keramas, lalu turun ke tubuh laki-laki itu yang sudah berganti baju. "Jangan bilang lo nginep disini lagi?"

Sehun meringis, malah menyuruh Sejeong untuk mencarikan benda yang dimaksudnya.

Meskipun Sejeong menuruti perintah Sehun, mulutnya masih mencaci pria itu. Bagaimana bisa dia lagi-lagi menginap disini. Ini sudah ke berapa kali? Seolah tidak mampu bayar kos.

Sejeong berhasil menemukan benda yang dimaksud Sehun. "Lo kenapa sih disini mulu? Heran gue." Tanya Sejeong sambil menyerahkan benda itu pada Sehun.

SQUICLE [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang