5. Oh no

335 68 15
                                    

Dahyun merutuk di bangku penumpang, membuat pengemudi grabcar yang tengah menyetir berulang kali melirik penumpangnya lewat spion kabin, memastikan penumpangnya itu masih waras.

"Ada apa bapak ngeliatin saya?!" Supir yang tidak melakukan kesalahanpun mendapat semburan dari Dahyun. Emosinya meluber kemana mana sejak kegiatan teleponnya kemarin dengan Hanbin.

"Eh eggak mbak." Jawab supir tadi dengan anggukan kecil.

"Apa coba? Gue kan cuma minta tolong. Kenapa pake ngatain gitu sih, kalo ga mau kan yaudah tinggal bilang. Emang gue tuh ngapain dia gitu, kok dia jahat banget ke gue. Mana ga minta maaf dih. Kebangetan tu orang astagaaa." Dahyun kembali bermonolog. Masih mengumpati kejadian kemarin.

"Mbak?" Panggil supir grab itu kembali.

"APA?!"

"Sudah sampai."

Dahyun tergagap malu. Ia baru sadar bahwa supir grab yang tidak bersalah ini menjadi sasaran kemarahannya dari tadi.

"Ekhm. Terimakasih pak, sudah saya bayar pake ovo yaaaa.." Dahyun tersenyum lebar. Merubah suaranya seramah mungkin lalu secepatnya menghamburkan diri keluar. Menuju apartemen sahabatnya itu.

Sampai di depan unit yang dituju, Dahyun segera memencet bel. Menunggu pintu dibuka oleh sang pemilik.

"Eh, Dahyun."

"Halo Kak Suho." Sapa Dahyun balik. Ia segera masuk mengikuti pemilik unit nomor 202 ini.

"Sejeong di kamarnya. Masuk aja." Seolah mengerti apa yang Dahyun cari, Suho langsung memberutahu perempuan dengan senyum manis itu. Membiarkannya berlalu menuju kamar sang adik.

Tapi apa yang dilihat Dahyun, matanya menatap curiga saat ia baru saja ingin mengetuk pintu, dan keluar seorang Sehun dari dalam sana. Setengah pintu yang masih terbuka menampilkan Sejeong yang duduk di kursi belajarnya.

Sejeong menatap Dahyun tanpa ekspresi.

"K-Kak Sehun ngapain keluar dari kamar Sejeong?"

Sehun tersenyum ambigu seolah tahu apa yang dipikirkan Dahyun, "Tanya aja ke Sejeong." Lalu pergi ke kamar mandi, meninggalkan Dahyun yang ingin menjatuhkan rahang bawahnya ke tanah karena kaget.

Dahyun segera memasuki kamar Sejeong, menutup ruangan itu rapat. "Lo abis ngapain sama dia?"

Sejeong yang awalnya masih tidak paham dengan apa yang terjadi ini pun segera memberi tahu Dahyun. Sebelum mulut embernya melepas gosip.

"Gue lagi diskusi buat bahan novel." Sejeong mengangkat buku catatan kecilnya. Tentu ia tidak menunjukkan isinya kepada Dahyun— yang sangat ember, bisa gila satu kampus karena tahu BNB mereka adalah seorang gay.

Lagipula memang benar. Sehun sering bertemu dengan Sejeong karena urusan bisnis itu.

"Kenapa sama dia? Sama gue kan bisa." Dahyun masih menuntut, tidak percaya.

"Gue butuh sudut pandang cowok, Hyun."

Dahyun awalnya masih ragu dengan jawaban Sejeong. Tapi karena ia malas berdebat, dan bukan itu tujuan ia kemari, ia memilih untuk diam.

"Jadi gimana, kali ini lo punya masalah apa sama Hanbin?" Kali ini Sejeong yang membuka mulut. Ia tahu betul tabiat kedua sahabatnya yang ini.

a day to be friends, another day to be enemies

Dahyun menarik napas dalam, mencoba menceritakannya dengan tenang. Tapi tentu itu tidak mudah. Yang ada ia malah merusak tatanan kasur Sejeong. Melempar bantal ke sembarang tempat.

SQUICLE [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang