19. Paralayang n Permission

187 51 17
                                    

Sehun perlahan membuka matanya, menatap perempuan dihadapannya yang tidak tahu apa-apa ini dengan sendu. Ia ingin menarik dan memeluknya, melindungi perempuan itu dengan punggungnya. Tapi sepertinya ia masih belum terlalu kuat untuk itu.

"Sehun?"

Sehun masih diam.

"Lo kenapa deh?" Lanjut Sejeong.

"Gapapa." Sehun mengulum senyum. "Jadi ke paralayang?"

🍊🍊🍊

Sejeong sedikit menyesali keputusannya ke paralayang. Sial ini dingin sekali. Jalanan yang mereka lewati sepi sekali rasanya, hanya ada beberapa kendaraan yang melintas. Belum lagi di kanan dan kiri mereka adalah hutan, sawah dan entahlah? Jurang? ia tidak bisa melihat dengan jelas karena gelap.

"Nanti kalo gue mati kena hipotermia kubur gue di tempat yang layak ya, Hun. Jangan pake kijing biar ga makan tempat." ujar Sejeong dengan sedikit berteriak.

"Mulut lo baik-baik kek kalo ngomong."

Sejeong tertawa, "Dingin banget sumpah."

"Inget. Elo ya yang ngajak kesini." Sehun menahan senyumannya. Ia sedikit bersyukur mereka mengendarai motor, jadi wajah merah dan senyuman bodohnya itu tidak terlihat.

"Iya sih." Sejeong menggaruk kepalanya yang terlapisi helm, yah jadilah ia menggaruk helm. Mungkin itu sudah menjadi kebiasaan.

"Masukin tangan lo ke saku jaket gue."

"Ga mau." Sejeong menolak keras.

"Biar ga dingin, Jeong."

"Ga mau, malu."

Sial, jantung Sehun berdebar. Mengapa kalimat Sejeong yang sebenarnya biasa saja itu menjadi terdengar menggemaskan di telinganya.

"Gapapa, katanya mau latihan bangun emosi?" Sehun menarik tangan kiri Sejeong dibelakangnya dan membawanya masuk ke saku jaketnya. "Tangan kanan masukin sendiri, tangan kiri gue ga nyampe." Lanjutnya.

Tidak. Persetan dengan alasan bangun emosi, ini sepenuhnya mau Sehun.

Sejeong menurut karena memang hangat. Tapi, mengapa ia jadi berdebar? Mereka berdua sekarang tampak aneh, terdiam satu sama lain. Entah apa yang mereka gelutkan di dalam kepala dan dada masing-masing.

🍊🍊🍊

Setelah memarkirkan motor, mereka segera berjalan ke atas bukit. Sejeong berkali-kali merapatkan jaketnya. Bukannya berlebihan atau apa, tapi Sejeong memang tidak terlalu kuat dengan hawa dingin. Hidungnya saja sudah mulai gatal dan beler yang menarik atensi Sehun.

"Lo beneran kedinginan?"

Sejeong menjawab dengan suara yang sedikit mendengung, "Ya lo kira gue bercanda apa, njing?"

"Cemen. Gitu katanya nanti pas tua mau hidup di batu?"

"Ya gapapa, nanti gue pasang penghangat aja apa susahnya."

Iya, itulah Sejeong. Hatinya menyukai hawa dingin, meskipun tubuhnya tidak.

Jam menunjukkan pukul 19.45 ketika mereka sampai di ujung bukit. Tidak jauh sih dari tempat parkir, tapi hawa dingin membuat Sejeong sedikit tersiksa.

"Bagus banget!" Mata Sejeong membelalak ketika melihat pemandangan di hadapannya. Banyak lampu berkelap kelip yang menhiasi bangunan yang tampak sangat kecil dibawah sana. Warna-warninya menggetarkan hati Sejeong sehingga sedikit membuatnya lupa akan dingin yang dirasakannya.

 Warna-warninya menggetarkan hati Sejeong sehingga sedikit membuatnya lupa akan dingin yang dirasakannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SQUICLE [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang