20. He is

229 47 22
                                    

"Hah?!" Suho mengerjapkan matanya tidak percaya. "Gimana-gimana?"

Sehun menggaruk tegkuknya, "Ya gitu."

Suho ingin tertawa terbahak-bahak, tapi ia mengurungkannya. Agaknya menggoda Sehun kali ini akan menyenangkan.

"Lo suka sama Sejeong?"

Sehun mengangguk. "Ah udahlah, njing. Malu gue."

Suho tertawa terbahak-bahak kali ini. Puas sekali ia menertawakan temannya. Lihatlah mukanya bersemu merah dan poin terpentingnya adalah itu karena adiknya.

Sehun tidak mempedulikan tawa Suho, otaknya malah melayang mengingat kejadian tadi. "Eh diem dulu, Ho. Ada yang mau gue omongin."

Suho menyeka ujung matanya yang berair. "Apaan?" Jawabnya dengan sisa tawa.

"Tadi ada yang ngikutin kita lagi."

Senyum diwajah Suho perlahan menghilang. Ia tahu ini bukan saatnya bercanda. "Bukannya tiap hari adek gue diikutin?"

"Iya sih. Tapi kali ini beda soalnya Sejeong kerasa."

Dahi Suho berkerut, tangannya mengepal dan dirasa darahnya berdesir marah. Kepalanya memutar memori yang menjadi alasan mengapa ia dan Sehun sampai berbuat sejauh ini.

FLASHBACK

Kala itu Suho dan Sehun masih menjadi MABA, dan seperti yang semua orang tahu, mereka sangat dekat. Hingga suatu ketika mereka mengenal lelaki ini, dan jadilah mereka sebagai 3 serangkai tampan.

Awalnya Suho dan Sehun berpikir mereka sudah mengenal baik teman barunya ini. Ia tampan, ceria, dan supel sehingga mudah untuknya bergaul. Hingga sampailah mereka di titik dimana lelaki ini membuka topeng yang dikenakannya, berharap Sehun dan Suho menerimanya.

Kala itu semua penduduk brawijaya digemparkan dengan kabar kematian salah satu mahasiswi dari fakultas ilmu komunikasi. Cantik parasnya, ceria perangainya. Tapi entah mengapa beberapa munggu belakangan ia sering datang ke kampus dengan rambut kusut dan acak-acakan, memar di sekujur tubuhnya. Hingga finalnya, ia ditemukan tewas bunuh diri dalam keadaan mengandung.

Entah siapa dalang dibalik kesengsaraan mahasiswi itu, karena kasusnya tiba-tiba ditutup tanpa kepastian yang jelas.

Suho ingat betul waktu itu menunjukkan sekitar pukul satu siang di kantin fakultas, mereka bertiga duduk di meja biasanya sambil menyantap hidangan yang sudah dipesan.

"Kasian ga sih? Mana hamil." Sehun tiba-tiba berseru sambil menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan foto perempuaan naas yang ada di grup line.

Suho mengangguk sambil menelaah foto korban yang wajahnya di buramkan itu. "Kek pacar lo ga sih njir mukanya?" Suho mencoba membuat candaan sambil menyenggol bahu lelaki yang duduk disampingnya.

Niatnya Suho bercanda. Tetapi lelaki yang sedikit lebih tinggi darinya itu malah mengangguk seolah itu bukan apa-apa. "Ya emang pacar gue."

"Hah?"

Sehun meletakkan ponselnya. "Maksud lo?"

Entah mengapa ia menyeringai, Suho masih ingat bulu kuduknya meremang saat itu juga karena membayangkan skenario negatif dalam otaknya.

Lelaki itu menatap kawannya satu persatu. "Bukan salah gue dong dia mati. Harusnya dia ga usah hamil, gugurin kek biar ga stres." Demi apapun yang ada dimuka bumi, Suho rasanya ingin menonjok lelaki ini. "Untung cuma kalian yang tau kalo dia cewe gue."

Masih belum sadar bahwa yang dikatakannya barusan cukup mengundang amarah, ia melanjutkan. "Pake bunuh diri lagi, kan ngerepotin polisi. Gue juga yang kena akhirnya harus bayar banyak kan biar ga ketangkep."

SQUICLE [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang