SCK 4

24.5K 1.1K 8
                                    

Perlakuan Kirana sebagai istri Erick dan juga sebagai menantu di rumah ini, membuat Papa tersenyum lebar. Pagi-pagi sekali, Kirana sudah sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk Papa dan Erick. Ia juga mengatur pola makan Papa, agar Papa tidak salah makan. Maklum, usia senja membuat orang tua rentan terserang penyakit.

Papa yang memperhatikan Kirana dari jauh, mengukir senyuman di wajahnya.

"Papa sedang apa?" Suara Erick terdengar dari arah belakang.

Papa menoleh sedikit, dan kembali memperhatikan Kirana yang sedang menata makanan di atas meja makan.

"Lihat itu istrimu. Dia seperti Mamamu. Kamu beruntung memilikinya."

Erick ikut memperhatikan Kirana dari jauh.

"Ingat Erick. Kamu akan menjadi pria paling menyedihkan jika kehilangan wanita seperti Kirana." Lanjut Papa mengingatkan.

Erick masih diam mencerna ucapan Papa. Memang Erick merasa benar menikahi Kirana. Namun, pernikahan mereka tidak sungguh-sungguh, yang itu berarti sewaktu-waktu pernikahan ini akan berakhir. Jika itu akan terjadi, apakah Erick akan seperti yang Papa ucapkan tadi? Nyatanya setelah Kirana memyetujui pernikahan ini, Erick mengajukan waktu selama 1 tahun untuk sandiwara ini.

Kirana telah selesai dengan kegiatannya menyiapkan sarapan. Kemudian Ia ingin mengganti pakaiannya dengan baju kerja. Saat Ia berjalan meninggalkan ruang makan, dilihatnya ada suami dan mertuanya yang entah sedang apa berdiri di sana.

"Pa... Sarapannya sudah siap." Ucap Kirana dengan senyuman tulus.

"Ah. Iya. Trimakasih Kirana." Papa berjalan meninggalkan Erick dan Kirana.

"Aku ganti baju dulu ya, Mas." Pamit Kirana dan hanya mendapat anggukan dari Erick.

Erick, Kirana, dan Papa sedang menikmati sarapannya di ruang makan. Sesekali acara sarapan mereka diselingi canda tawa. Sejak kehadiran Kirana, rumah yang tadinya dikuasai oleh dua testosteron, tidak lagi sepi.

"Ngomong-ngomong, Papa baru menyadari satu hal. Kenapa kalian tidak bulan madu?" Tanya Papa pada Erick dan Kirana yang membuat keduanya kaget.

"Aku sibuk, Pa." Jawab Erick.

"Cih. Sibuk. Alasan saja. Kan bisa minta Hendra untuk menggantikanmu. Lagi pula, Papa sudah ingin menggendong cucu dari kalian."

"... uhuk... uhuk..." Kirana tersedak, karena kaget dengan ucapan Papa.

Erick segera menyodorkan air putih pada istrinya, sambil mengelus punggungnya.

Bagaimana mau punya anak? Tidur aja terpisah. Batin Kirana.

"Papa ini ada-ada saja bicaranya. Kirana jadi tersedak, kan." Ucap Erick.

"Loh, emangnya Papa salah apa? Orang menikah kan pasti ingin punya anak. Memangnya kalian tidak mau punya anak?"

Skak mat. Erick bingung mau menjawab apa.

Kiran yang menydari ekspresi Erick pun segera cepat menanggapi Papa.

"Bukannya nggak mau, Pa. Kami juga sedang berusaha. Lagi pula pernikahan kami, kan masih belum ada sebulan. Jadi, ya... kita tunggu aja dulu." Ujar Kirana dengan senyuman lembut.

"Nah, benarkan, kan Pa, apa yang dibilang Kirana... kami juga sangat menantikan kabar bahagia itu. Jadi aku mohon Papa juga bersabar dan bantu mendoakan kami. Lagi pula, sudah ada triplets, mereka juga cucu-cucu Papa." Tambah Erick.

Papa menghela nafas. "Ya... ya... ya... kalia benar. Papa selalu berdoa yang terbaik untuk anak-anak Papa."

"Trimakasih, Pa." Ucap keduanya.

Sandiwara Cinta Kirana (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang