11. Apa Mungkin?

526 103 5
                                    

Aku bergeming mendengar apa yang diucapkan Fatma. Tidak mengerti. Dan, mana mungkin?

Suka padaku, seorang Kresna? Jangankan suka, bersikap ramah dan hangat saja tidak. Pembawaannya dingin dan ketus. Fatma melihat suka nya itu darimana, sih?

Ngomong-ngomong soal mencintai. Orang dingin macam Kresna akan jadi seperti apa jika dia jatuh cinta. Emm ... Maksud aku sikap yang akan dia tunjukan itu akan seperti lelaki pada umumnya yang akan berubah jadi puitis atau manis saat bersama dengan kekasihnya. Atau seseorang yang akan bersikap canggung dan kikuk saat bertemu dengan sang pujaan hati jika dia orang yang pemalu.

Sungguh, aku tak dapat membayangkan akan seperti apa ekspresi Kresna. Dia bukan lelaki yang romantis ataupun lelaki kikuk yang akan super gregetan saat jatuh cinta. Membayangkan kemungkinan kedua saja sudah membuatku menahan tawa.

Tapi, kalau yang pertama ... mungkin. Mungkin ya mungkin juga tidak. Mengingat dia itu orang yang gengsi jika akan mengungkapkan soal sensitif seperti perasaan. Dia orang yang ... Euh. Tidak peduli pada siapa pun. Sangat susah membayangkan dia bersikap manis dengan senyum menawan dan kata-kata puitis.

Namun, tanpa sadar kedua sudut bibirku naik sedikit.

Apa sih.

Selanjutnya aku terbahak memikirkan hal konyol yang baru saja melintas di pikiranku.

"Kenapa kamu tertawa?" tanya Fatma heran.

"Tidak, aku hanya membayangkan bagaimana seorang Kresna saat jatuh cinta. Dia akan berekspresi seperti apa, coba?" jawabku sambil tertawa diakhir.

"Tapi itu tidak mungkin, Fatma. Aku dan Kresna hanya sebatas rekan kerja. Aku tidak suka dengan dia dan dia juga biasa saja dengan ku. Jadi, kamu gak perlu bilang begitu. Kamu harus yakin dan percaya kalau kamu bisa membuat seorang Kresna bersikap konyol saat pacaran. Atau ... manis." sambungku yang membuat binar optimis dan senyum percaya dirinya muncul kembali.

"Yasudah kalau begitu. Mungkin hanya perasaan aku saja." jawab Fatma akhirnya.

"Oh ya, masih ada pekerjaan lain yang bisa saya bantu mungkin?"

Aku melihat sekeliling ruang tengah ini. Ini sudah rapi dan bersih.

"Di rumah sudah beres, kok. Tapi di belakang aku belum mencuci."

"Aku bantu ya?" tawarnya bersemangat.

"Beneran, nih?" tanya aku bercanda. Fatma tertawa renyah di samping ku.

"Iya. Aku serius. Ayo?"

"Baik. Yu!"

Kami pun berjalan beriringan menuju kamar mandi yang terletak di belakang rumah. Memang, toilet atau kamar mandi pada zaman dulu biasanya terletak di luar rumah. Tepatnya di belakang. Kalau pun ada yang di dalam rumah, itu bagi orang yang rumahnya terbuat dari susunan batu bata dan dilapisi campuran semen dan pasir. Atau yang biasa mereka sebut dengan rumah gedongan. Pemiliknya jelas orang yang level finansial diatas. Seperti kaum saudagar atau pedagang besar atau keluarga Eropa.

••••

"Selesai." ujar ku mengakhiri pekerjaan menjemur pakaian yang dibantu dengan Fatma.

"Kalau begitu aku pulang dulu, ya."

Aku bawa keranjang cucian kemudian membuang sisa air jemuran dengan membalik keranjang dan mengetuk-ngetuknya.

"Lho, kamu tidak mau menemui Kresna dulu?" pertanyaan barusan membuat alis ku menyudut ke dalam.

"Tidak usah sepertinya dia lagi sibuk." Fatma menoleh menerawang jauh ke arah gubuk itu berada meskipun tidak terlihat dari sini.

"Tiga hari lagi kalian ada acara besar, kan? Jadi lebih baik, aku tidak menemui Kresna dulu untuk tiga hari ini supaya dia tidak merasa terganggu denganku dan bisa menyelesaikan lukisannya."

Aku berpikir sejenak. Benar juga apa yang dikatakan Fatma. Mengusahakan sesuatu memang baik tapi jika dalam waktu yang tidak tepat maka, hasilnya tidak akan baik. "Yasudah, kalau begitu. Kamu hati-hati, ya?"

"Iya. Aku pamit, ya. Temani Kresna." Fatma berujar sambil tersenyum.

Aku mengangguk, "Baik. Tenang saja."

Setelah kepulangan Fatma, aku beranjak masuk. Tapi sebelum itu, aku sandarkan keranjang cucian ini dekat pintu kamar mandi. Kemudian, berjalan menuju pintu dapur tapi satu langkah terakhir lagi, aku urungkan niat untuk masuk. Aku memilih menemui Kresna di gubuk. Aku jadi penasaran, sedang apa dia disana. Sesibuk itu kah seperti yang di katakan Fatma?

Sampai di depan sana, tampak pintu yang tidak tertutup rapat. Ada celah sekitar 2 cm, aku inisiatif untuk melihat lewat celah tersebut. Yang tertangkap oleh mataku hanya ada ruangan kosong dengan banyak lukisan menggantung di setiap sisi dinding. Tidak ada orang di dalam. Mungkin Kresna ada di sisi yang lain yang tak bisa terlihat jika hanya dari celah kecil ini saja.

Aku dorong perlahan pintu ini, takut-takut mengganggu kegiatan Kresna bila menimbulkan suara tiba-tiba.

Tepat di sisi sebelah kanan, aku lihat Kresna tengah memandang lukisannya. Jika ku perhatikan disana ada satu lukisan yang baru kulihat, mungkin dia belum lama menyelesaikannya. Lukisan itu menggantung di tengah. Bentuknya memanjang.

Aku masuk lebih dalam lagi, lalu berhenti untuk ikut memandangi lukisannya. Pria dingin di sampingku ini masih tegap bersedekap tanpa menoleh atau mungkin dia tidak sadar dengan kehadiran aku disini.

Lukisan itu seperti tak asing buatku. Seorang perempuan berkain Jarit dengan kebaya putih tengah duduk berdua dengan seorang anak lelaki Belanda. Mereka tampaknya duduk di suatu taman karena ada objek pohon, kursi, dan rerumputan terlukis simetris disana. Anak itu tersenyum ceria menatap sang perempuan, tatapannya mendongak karena tingginya tak sama. Sementara perempuan itu hanya terlihat punggungnya saja, dia duduk membelakangi. Dan ... aku merasa seperti pernah berada di situasi seperti yang tertangkap di frame itu.

"Mengapa tidak mengetuk pintu dulu?"

Suara itu seketika membuat buyar lamunanku.

"Oh, iya. Maap. Tadi aku lihat pintunya terbuka sedikit jadi aku masuk saja."

Kresna hanya menatap tajam lalu kembali acuh memerhatikan lukisan wanita berkebaya putih.

Melihat itu, aku inisiatif bertanya. "Siapa perempuan disitu?"

Dan, yang ditanya hanya bergeming.

Aku memilih kembali memandangi lukisan itu namun kepala ku seketika menoleh ketika dia berkata dengan nada datar namun berhasil membuat jantung ku berdegup.

"Itu dirimu. Kamu lupa momen di lukisan itu?"

••••

Ngapain ya Kresna lukis Ayu?

Spam vote dan komen next dong, biar tau kenapa di bab berikutnya. Hehe

°
°
°

Sha!
26 September 2020

Batavia 1920Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang