Langsung aja, selamat membaca. 🤗
Jangan lupa vote dan komentar, itu sangat berarti bagi saya, dan semua author di dunia orange. Misalnya untuk menjaga mood-nya tetep stabil😅.
...__...
Kresna memposisikan jalur sedikit lebih pinggir, melipir untuk berada di bawah bayang-bayang pohon rindang di sepanjang jalan. Dia tidak mau kami kepanasan, dia menyadari aku tengah kepayahan. Bagi Kresna, terik matahari, peluh, debu jalanana, angin kencang, sudah sangat biasa. Sebenarnya, aku juga terbiasa namun berpergian dengan sepeda dan terkena sinar matahari langsung di tengah hari bukanlah pilihan utama buatku.
Di jajaran pohon nangka yang lebat, berderet kretek yang berteduh sekaligus mangkal di sana. Para pemiliknya berkumpul sambil berkelakar ringan. Aku tersenyum sebagai tanda permisi begitu kami lewat di hadapan mereka.
“Kamu pernah naik kretek?” tanyanya tiba-tiba.
“Hah, aku?”
“Iya. Pernah?”
Tentu saja aku pernah, untuk pertama kalinya saat tiba di kota ini atau lebih tepatnya tersesat.
“Pernah. Kenapa memangnya?”
“Kita naik lagi sekarang.”
“Apa?”
Benar saja. kresna melipir dan memarkir sepedanya tidak jauh dari kretek tadi. Setelah turun dan memastikan sepeda aman, Kresna menarikku mendekati salah satu bapak yang tengah menyeruput kopi hitam.
“Kita mau ngapain?” tanyaku masih belum mengerti. Maksudku, ngapain kita naik kretek kalau membawa sepeda?
“Naik.” Jawabnya santai.
Enggan berdebat lagi, aku diam menunggu Kresna bernegosiasi dengan bapak pemilik kretek. Setelah itu aku lihat Kresna memberikan beberapa uang untuk membayar lebih awal.
Kresna berbalik lalu mengulurkan tangannya, membiarkan tangannku menghampiri untuk digenggam. Melihat ini, perasaanku membuncah. Senyumku tersungging menatap pria kikuk yang kini bak seorang pangeran.
“Ayo!” ajaknya setelah jemari kami tertaut.
“Baiklah.”
Aku naik lebih dulu ke kretek dengan dibantu oleh Kresna kemudian Kresna menyusul naik. Setelah memastikan kami duduk, kretek pun berjalan dengan kuda hitam kekar sesuai arahan dari kusir.
“Ini pertama kalinya lagi, naik kretek dan duduk di belakang.” Tuturnya mengawali percakapan jalan-jalan kami berkeliling kota naik kretek.
“Iya, benar. Biasanya kamu yang bawa dan pastinya duduk di depan.”
“Dulu kamu suka pergi ke luar naik kretek juga?” aku bertanya yang sebenarnya hanya untuk membuat obrolah ringan saja dengannya agar perjalanan kami tidak membosankan.
Kresna mengangguk, “Ya, dulu saya naik kretek bersama ayah dan dia yang jadi kusirnya. Aku duduk di belakang sambil mendengarkan cerita ayah yang tidak pernah bosan. Selalu membuatku penasaran.”
Pandangannya menerawang ke depan, mengingat kembali kenangan bersama sang ayah. Aku mengerti, karena aku pun akan seperti itu. Hanya bisa mengingat kembali kebersamaan bersama ayah, yang bisa dilakukan saat rindu dengannya. Rasanya bahagia dan juga sedih.
“Memangnya bercerita tentang apa?”
Sudut bibirnya terangkat dengan pandangan yang masih menerawang ke depan, “banyak.” Kemudian dia menoleh menatapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Batavia 1920
Mistério / SuspenseTAMAT (PART MASIH LENGKAP)‼️ /// Luna Ayunda\\\ Saat itu aku sangat senang sekali. Mungkin aku adalah satu dari seribu orang yang beruntung di bumi ini karena mendapatkan hal paling ajaib semur hidupku. Bisa bertemu dengan seniman hebat jalanan di k...