22. Wanita dalam Kanvas

431 85 4
                                    

Up lagi nih, seneng gak?😅

Selamat membaca.💕

...__...

Sekitar dua jam kami berada di taman luas dan hijau kediaman Tuan Samoe untuk melukis figur tegap dirinya yang ternyata masih sangat muda untuk seorang pengusaha tambang asal Netherland yang sukses besar. Tuan Samoe memiliki sikap yang rendah hati, buktinya ia memilih berurusan dengan kami langsung hingga proses transaksi alih-alih meminta bantuan kepada tangan kanannya.

Setelah berpamitan, kami bergegas pulang dengan menaiki sepeda. Kali ini Kresna leluasa untuk menaiki sepedanya karena semua kanvas yang kami bawa sudah di angkut habis oleh Tuan Samoe. Terkecuali satu kanvas.

“Senang bekerja sama dengan Anda, Kresna.” ucapnya penuh wibawa.

“Terima kasih, saya juga senang bisa mengenal orang sebaik Anda.”

Tuan Samoe terkekeh kecil, “Jangan begitu. Saya hanya ingin bertemu saja dengan seorang pelukis pribumi yang berbakat.”

“Kau yang memenangkan lelang Batavia Art kemarin, bukan?” tanyanya antusias yang dibalas dengan raut bingung Kresna.

“Benar. Tuan tau dari mana?”

“Oh, ayolah. Semua orang pasti tau berita itu. Semua koran dan radio membicarakan Anda. Apalagi seseorang yang menyukai seni lukis seperti saya.” akunya bersemangat.

Saat ini Kresna merasa senang bercampur dengan rasa tak percaya akan pencapaiannya hingga terdengar ke telinga kalangan elit, terlihat dari binar matanya. Aku bisa merasakannya.

“Lukisan mu memang luar biasa ternyata.” puji tuan Samoe sembari memandangi figur dirinya dalam kanvas.

“Itu karena dirimu yang memiliki figur bagus,” kelakar Kresna. Mereka berdua pun tertawa bersamaan.

Tuan Samoe memandang takjub dengan salah satu kanvas paling atas dari yang tertumpuk di boncengan sepeda. Itu lukisan jalanan gang menuju rumah Kresna. Suasana kedamaian yang menyatu antara kehidupan masyarakat biasa yang bekerja sebagai petani tergambar di media dua dimensi itu. Itu juga yang mungkin terasa oleh Tuan Samoe. Beliau melepas ikatan lalu menelitinya satu per satu kanvas hingga menciptakan binar mata yang tak bisa menutupi kekagumannya. Senyumnya kian terbit di wajah putihnya.

“Ini Luar biasa! Semua karya Anda memilki rasanya masing-masing.”

“Saya selalu melukis tanpa paksaan. Naluri saya seperti menyatu dengan semua karya yang dibuat.”

Wow.

“Boleh saya memiliki semua karya Anda?” pinta Tuan Samoe penuh harap.

“Tentu saja. Tapi tidak yang ini.” Tunjuk Kresna kepada kanvas yang bertengger ke sepeda dekat dengan boots kulit milik Tuan Samoe.

Sebuah lukisan wanita tampak samping yang tengah memandang jauh ke depan. Wanita itu mengenakan kebaya putih gading dan kain batik dominan coklat muda serta rambut yang tersanggul seadanya. Helaian rambut menjuntai tipis dari pangkal pelipis hingga dagu. Dari samping, wanita itu memiliki bibir berwarna merah cerah, hidung kecil mancung dengan pipi sedikit chubby. Namun, sorot matanya sedih dengan alis yang menurun. Tapi wanita itu masih terlihat sempurna, cantik.

Sekilas, aku merasa itu adalah gambaran diriku sendiri jika saja memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Tapi jika bukan, siapa lagi yang tidak pernah memperhatikan sanggul rambut selain aku? Tidak mungkin itu ibu, Fatma juga tak mungkin karena setauku dia selalu menggerai rambut indahnya sepanjang bahu dengan jepit hitam di belakang telinga.

Batavia 1920Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang