Aksi 14 - Masih Kayak Dulu

6.1K 1.1K 333
                                    

Sebelum baca, jangan lupa buat tinggalkan jejak berupa vote dan komentar kalian di sini. Share juga ke media sosial atau teman-teman kamu agar Oceana bisa dikenal lebih banyak orang💛

Kamu juga bisa follow akun Wattpad atau Instagramku (sephturnus) supaya nggak ketinggalan naskah lainku nantinya hehe.

Selamat baca!

Selamat baca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*****

INI HAL yang sudah diduga Oceana selepas tahu bahwa Obelix adalah tetangganya. Mengganggu. Entah dari tingkahnya, atau hal ekstrem lain seperti berkunjung ke rumahnya begini.

Bukan tanpa alasan Oceana berani mengeluarkan pernyataan bahwa Obelix itu pengganggu sejati. Waktu kecil, Oceana gregetan banget sama laki-laki itu. Ya, mau bagaimana? Setiap kali Oceana mengepang rambutnya jadi dua, Obelix menyamakan dia dengan kambing.

(Flashback....)

"Ana!" panggil Obelix yang baru tiba di sekolah. Kedua tangannya saling bertugas. Tangan kanan mengemban tempat makan Doraemon, sedangkan bagian kiri—ada toples plastik yang isinya permen koin. Lagi. Selalu saja ada permen, tetapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda Obelix merengek karena sakit gigi. Oceana membantu memundurkan kursi sehingga Obelix bisa duduk. "Hari ini Mamaku kreatif banget tau! Gini...."

Masih dengan wajah sumringah yang sama, Obelix membuka bagian tutup tepaknya. "Tara! Mamaku bikinin nasi goreng gunung Krakatau!"

"Ini ... gunung?"

"Yup!" Obelix mengangguk. "Gunung Krakatau!"

"Kok bentukannya beda sih?" Oceana menatap nasi—yang katanya—menyerupai gunung. Ada nasi yang agak kecoklatan karena kecap membentuk dua setengah lingkaran. Lalu di bagian tengah, ada irisan kuning telur tanpa bagian putihnya karena sudah dipindahkan ke bawah. Entah apa gunanya, tetapi jika itu hiasan—agak aneh juga. Ada dua sosis yang dipotong seperti bunga aneh—layu—diletakkan tepat di bawah nasi. Tidak lupa dengan sayuran menghijau, Oceana tidak tahu namanya, tetapi banyak. Terlampau banyak. "Malah aneh. Ini mah heboh nggak ketulungan."

"Ih, kok gitu sih?"

"Lix, ya emang nggak ada miripnya sama gunung, masa mau disamain?" balas Oceana. "Namanya bohong dong aku."

"Bohong buat bikin orang seneng kan gak apa-apa, Na."

Oceana berbalik untuk mencari penggaris, pensil serta buku gambar dalam tasnya. "Harusnya gunung itu begini." Selagi buku gambar sudah terbentang, Oceana mulai mengatur penggaris agak miring lalu mencoretnya dengan pensil. "Bukannya pas di kelas aku sering banget bikin gunung begini?"

Gunung yang dimaksud Oceana itu, dua segitiga berdempetan dengan seperempat lingkaran ditaruh ke sudut kertas. Ada garis-garis di bawahnya yang selalu Oceana anggap sinar matahari. "Nah, ini mataharinya. Lagi senyum pula, soalnya ini hari Kamis. Jadinya aku manis deh."

Pop the QuestionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang