10. MIQ

483 29 4
                                    

                              10. MIQ

                ———————————

Malam ini, Dira, Meida dan Sasa tengah berkumpul di ruang belakang rumah dengan para Ibu-Ibu nya. Mereka kompak mengenakan gamis berwarna gelap dengan jilbab warna senada. Sedangkan diruang depan, para lelaki tengah berkerumun mengadakan tasyakuran.

Meida menunduk lemas. "Laper," Gumamnya tidak tahu kondisi. Demi apapun perutnya tidak bisa diajak kompromi untuk saat ini. Sedari tadi perutnya itu selalu bersuara tanpa diminta.

"Bentar lagi selesai kok. Nanti kalo bapak-bapak didepan udah pada bubar, kita makan bareng-bareng ya." Sahut Sasa berbisik.

Meida berdehem lesu.

Tak perlu menunggu lama, sekitar 10 menit kemudian Bapak-bapak yang tengah berkumpul akhirnya bubar dengan membawa nasi kotak dan juga sekotak kue. Meida spontan bernapas lega.

"Mei, sini... Katanya laper!"

Mendengar ajakan Sasa Meida segera beranjak. Perutnya semakin antusias berbunyi tatkala harum rendang ayam masuk ke indra penciumannya.

"Astaghfirullah!" Seru Meida mengunyah sepotong ayam didalam mulutnya.

Diko menghampiri adiknya. "Ngapa, sih?! Ngagetin aja!"

"Enak banget!"

Diko terkikik geli. Ikut nebeng makan di piring Meida. Sesekali menyuapi adiknya itu.

Meida mendorong tangan Diko ketika Diko hendak menyuapi nya lagi. "Kakak makan dong, masa nyuapin Mei terus." Katanya cemberut.

Mendengar itu Diko memutar balik suapan hingga masuk ke mulut nya sendiri.

Meida bergerak gelisah, tangannya sedari tadi sibuk membenarkan letak jilbab yang selalu maju mundur tidak jelas. Karna malas, dia hendak membuka jilbabnya. Namun kadung terhenti saat suara Diko menginterupsi.

"Jangan di lepas, pake aja mulai dari sekarang sampe seterusnya. Cantik, loh. Lebih cantik dari biasanya." Bujuk Diko diiringi pujian. Sebelah matanya mengedip genit.

Meida tersipu. "Ah, masa sih Kak?"

"Nggak bohong suer!" Ucap Diko meyakinkan.

"Tapi, sumuk tau. Kak Diko nggak ngerasain sih." Gadis itu mencoba untuk menolak bujukan Kakaknya.

"Yakan Kakak cowok By, bukan kodratnya. Itu juga pasti awalnya aja panas, karna belum kebiasa. Nanti juga lama-lama nggak sumuk lagi."

Meida terdiam sejenak. "Nanti Mei pikir-pikir dulu ya, Kak."

"Oke.." Diko mengangguk setuju. Lagi pula, dia tidak akan memaksa adiknya untuk selalu nurut, kok. Diko tidak ingin hal-hal yang dilakukan adiknya itu atas dasar bujukan, bukan dari keinginan gadis itu sendiri.

"Meida! Mau buah delima nggak?!"

Aldo memanggil, membuat gadis itu cepat-cepat membersihkan tangannya pada air kobokan dan beranjak.

Diko mengernyit. "Heh, makannya belum abis!"

"Udah nggak laper, Kakak makan aja." Sahut Meida tanpa menoleh pada Kakaknya.

Diko mendengus, menatap penuh intimidasi pada Aldo yang tengah memotong buah delima berukuran besar. Ketika mata Aldo menangkap raut menyeramkan sahabatnya, dia malah menyengir tanpa dosa.

Diko menggerutu tanpa suara.

Tuhkan, makanannya jadi tidak termakan! Padahal lambungnya sudah tidak muat untuk menghabiskan makanan didepan matanya.

My Innocent Queen [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang