21. MIQ
———————————"Meida!"
Cowok itu terus meneriakinya meski sudah diabaikan sedari tadi, "Meida lo denger gue nggak?!"
"Mei, kamu dipanggil Dimas tuh." Sasa menoleh kebelakang, merasa kasihan dengan Dimas yang rela mengikuti Meida sedari bel istirahat berbunyi dan meneriaki nama gadis itu terus.
"Tau tuh, lo belom ngorekin conge ya?" Tanya Dira sedikit mencibir.
Meida langsung berdecak, memberhentikan langkahnya dan berbalik menghadap Dimas.
Ternyata cowok itu tidak sendiri, ada Diko dan Aldo yang mengekorinya. Pantas saja sedari tadi terdengar gerutuan yang mengiringi suara Dimas.
"Ada apa?"
"Lo itu budeg apa gimana ya beb?! Daritadi Dimas manggilin elo, bo'ol!" Aldo lebih dulu membuka suara, terlihat sekali jika dia sedang dongkol.
Diko seketika menoyor kepala Aldo yang bicaranya terlalu frontal. Kemudian berdehem, memegang sebelah pundak adiknya lembut. "By, Dimas ada perlu. Kalo nggak ada keperluan penting, ngapain si pelit suara ini rela manggil-manggil dari sebelum istirahat tadi? Kenapa coba kamu nggak nyahut?"
"Eee, anu.." Meida jadi merasa tidak enak, lantas ia menunduk malu. "Maafin Meida Kak Dimas."
"Iya, Dimas maafin. Dia kan orangnya sabar." Malah Aldo yang menyahut.
Lain dengan Dimas, cowok itu tanpa aba-aba langsung menarik lengan seragam Meida untuk ikut dengannya.
Aldo berteriak heboh, "Woi woi mau dibawa kemana itu pengantin gue!"
"Dasar kaum alayers." Gumam Dira, membuat Sasa mencubit pipinya gemas. "Aw, atit."
Sasa tertawa. "Miror Dir, kamu sama Aldo itu nggak ada bedanya."
"Aduh, cubit pipi Diko dong Kack!" Ucap Aldo. Ia bergaya seperti lekong, lalu mencubit pipi Diko genit. "Aw aw aw aw awwh!"
Diko bergidik ngeri dibuatnya. Kadang-kadang, ia masih tidak menyangka bisa mendapatkan teman yang tidak beres semua. "Najis, gue kick juga lo dari daftar teman."
Sementara Dimas dan Meida kini sudah terduduk di kursi taman belakang sekolah. Tidak seperti orang yang saling mengenal, Meida duduk di ujung bangku sebelah kanan dan Dimas duduk di ujung bangku lainnya.
Sedari tadi mereka hanya saling diam. Sebenarnya Meida ingin mengobrol, tapi yang bisa ia lakukan hanya menggerakkan kedua kakinya di atas rumput taman.
"Lo kenapa, takut kena virus?" Tanya Dimas sedikit menyindir.
Meida mengangguk saja. "Bisa dibilang begitu."
Lihatlah betapa menyebalkannya sifat Meida. Sama sekali bukan tipe Dimas.
Dimas berdehem, membuat gadis itu menoleh ke arahnya. "Gue bukannya mau bahas yang tadi pagi."
"Terus?"
"Nanti lo jangan pulang sendiri, harus bareng gue."
"Kenapa harus sama Kak Dimas? Kan bisa sama Kak Diko," Tanyanya bingung.
"Diko sama Sasa." Dimas menatap sekeliling, seperti tengah memastikan sesuatu. Tak lama kemudian ia beranjak dari duduknya, "Intinya, lo harus pulang sama gue. Jangan ngebantah." Ucapnya, sebelum berjalan menjauh meninggalkan Meida sendirian.
Meida hendak memanggilnya. Namun ketika mendengar suara bising dari semak-semak, ia langsung berlari terbirit-birit menyusul Dimas.
"Kak Dimas tungguin, Meida takut!" Teriak Meida, padahal kini dia sudah berada jauh didepan Dimas.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Innocent Queen [Tahap Revisi]
AléatoireJudul awal: Cewek polos dan Cowok dingin. ---------- Meida dilanda kebingungan akibat Oma yang tiba-tiba mempersilahkan nya untuk kembali tinggal oleh kedua orang tuanya. "Oma, Kenapa cepet banget?" "Loh kan kamu y...