16. MIQ

255 25 0
                                    

                              16. MIQ

                ———————————

Malam-malam Meida terbangun dengan langkah sempoyongan, ia mengambil blazer dan jilbab lebar nya. Padahal ia baru saja terlelap dalam tidur, namun terpaksa bangkit saat pintu kamarnya digedor-gedor oleh Dira.

Meida membuka pintu kamarnya perlahan, hingga terlihat sohib cerewetnya itu tengah bersandar pada tembok sembari melipat kedua tangan didada. "Mau kemana?" Tanya Meida saat tangannya ditarik untuk menuruni tangga.

"Pasar malem."

Spontan Meida mengeluh. "Haduhh, mending tidur kalo gini mah!" Lalu dia kembali berbalik menuju kamarnya.

"Nanti dibayarin Sasa woi!" Seru Dira, membuat gadis itu berbalik lagi. Kini gantian Dira yang ditarik menuruni tangga oleh Meida. Dira hanya bisa mencibir melihat tingkah anak satu ini. "Dasar!"

Meida terkekeh, kemudian kembali melayangkan pertanyaan, "Dimana Sasa?"

"Depan gerbang." Dira menjawab seadanya. Kemudian mereka berpamitan pada Luna dan Arka yang sedang ngobrol di ruang tamu. Setelah mendapat izin, Meida berlari antusias ke depan rumah. Terlihat Sasa yang tengah terduduk di atas honda scoopy hitam nya. Sasa yang semula memainkan handphone langsung mendongak menyadari kehadiran mereka.

"Udah bangun Mei?" Tanya Sasa tatkala melihat mata Meida yang terlihat sipit.

Meida menggeleng. "Nyawa nya belum ngumpul semua." Jawabnya, membuat Sasa tersenyum geli. Kemudian dia memperhatikan Dira tengah membenarkan posisi motornya yang semula di standar. "Jadi, Meida dibonceng siapa nih?"

"Dibonceng gue aja." Sahut Dira cepat. Mendengar itu, Meida hendak naik keatas motor Dira. Sedangkan Sasa terlihat tidak rela.

"Meida sama aku aja." Celetukkan Sasa membuat pergerakan Meida terhenti.

Sembari memasangkan helm pada kepala Meida, Dira menggerutu. "Apaan deh, sama gue kali. Enak aja lo."

"Sama aku aja woi! Dira kalo bawa motor ngebut tauu!"

"Dih, kayak lo enggak aja!"

"Pokoknya Meida sama aku, titik."

"Dasar Sasa santan susu bekantan nggak mau ngalah!"

Melihat dirinya diperebutkan, Meida mencoba menengahi. "Kalo enggak mending kita jalan aja deh."

"Heh, jauh ege. Nanti kita sampe sana udah bubar pasar malem nya!" Sahut Dira nyolot. "Cepet naik, Mei."

Sambil naik ke boncengan Dira, Meida kembali menyeletuk. "Nanti pulangnya Meida dibonceng Sasa, biar adil. Udah deh pokoknya nggak boleh berebut, Meida sadar Meida imut. Tapi kita kan sahabat, gak boleh berantem, hehehe!"

***

Setelah 15 menit mengendara, mereka menepikan motor ke parkiran di tempat yang mereka tuju. Sasa turun lebih dulu, disusul Dira dan Meida. Sedari memasuki kawasan pasar malam, Meida bersembunyi dibalik tubuh dua temannya. Disini benar-benar ramai sekali, sedangkan Meida yang hanya memakai daster panjang dibalut blazer jadi tak ingin kehadiran nya disadari orang-orang di sana.

"Kita mau kemana nih? Naik bianglala mau?" Sasa bertanya dengan mata fokus kearah depan.

Dira yang semula terkikik akan tingkah Meida langsung memasang ekspresi datar. "Gue gamau."

"Lah, kenapa?" Sasa bertanya seolah-olah tidak mengetahui phobia sohibnya satu itu. Kemudian, senyum smirk gadis itu mengembang. "Seru loh, Dir."

Dira merasakan bulu-bulu tengkuk nya meremang. Sejenak, dia bersitatap dengan Meida yang tampak tidak peduli dengan keadaan sekitar. Baru ingin menghela napas, Dira spontan berteriak ketika dua gadis itu menariknya secara paksa ke area pembelian tiket bianglala.

My Innocent Queen [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang