16

1.8K 79 63
                                    

Keesokan harinya.

Amanda kembali kepada rutinitasnya sebagai seorang dokter bedah di RS Royal Harapan. Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang, beberapa orang terburu-buru menyelesaikan pekerjaannya untuk sekedar istirahat dan mencari makan siang. Berbeda dengan Amanda yang baru menyelesaikan beberapa resume pasien-pasiennya yang masih bertumpuk diatas meja. Amanda menghela napas sambil menopang dagunya termenung, ia teringat kejadian di perjalanan ke RS pagi tadi.

Flashback on.

Amanda duduk disebelah Saddam yang menyetir dengan kecepatan sedang. 

"Dam... Eh ehm Pak, kan ak-.. eh maksudnya saya udah bilang gak usah jemput. Saya bisa berangkat sendiri.. " ujar Amand terbata-bata. 

"Hm.." sahutnya.

Amanda mengernyit menatap Saddam, "kok gitu doang sih responnya?" 

"Terus aku harus bilang apa?" tanya Saddam cuek.

"Ck, bilang 'wow' kek atau bilang'wow' sambil salto di jalan raya biar seru gitu loh." jawab Amanda asal.

"Wow." ujar Saddam singkat tanpa ekspresi.

Dih.

Sabar man, gue tau lidah lo udah pengen ngehujat banget!

Amanda mengalihkan pandangannya keluar jendela untuk meredam keinginan jahatnya tersebut. 

"Manda..." panggil Saddam memecah keheningan.

"Gak denger...." sahut Amanda jutek.

Saddam menginjak rem mendadak yang membuat Amanda hampir saja mencium dashboard didepannya, beruntung ia memakai seatbelt. Amanda menoleh menatap Saddam terkejut.

"Pak!!" tegur Amanda.

"Sejak kapan kamu mulai manggil aku dengan sebutan 'Pak' lagi? Aku udah bilang kalau aku bukan bapak kamu." kata Saddam sambil menatap Amanda tajam.

"Ya emang bukan! tapi kan di RS Pak Saddam itu atasan saya, saya enggak mau dibilang gak sopan atau di gosipin yang enggak-enggak." jelas Amanda.

"Amanda, aku rasa kita sudah sama-sama tahu kalau hubungan kita bukan lagi sebatas atasan dan bawahan, kamu sudah menjadi bagian dari diriku sekarang dan aku harap sebaliknya seperti itu, jadi kamu bisa membuang pikiran itu jauh-jauh dari sekarang." jawab Saddam tegas.

Emang iya ya?

Amanda menggigit bibirnya ragu, memang ia tidak bisa memungkiri kedekatannya dengan Saddam. Tapi Amanda masih ragu dengan perasaannya? Apakah ia benar-benar merasakan hal yang sama seperti Saddam atau ini cuma perasaan nyaman sesaat saja.

Saddam menginjak pedal gas ketika lampu traffic light berubah menjadi warna hijau. Amanda dan Saddam terdiam sibuk bergelut dengan pikiran masing-masing, hingga tidak terasa mereka sudah sampai di lobby RS.

"Mmm, makasi banyak udah nganterin. Hati-hati dijalan." ujar Amanda sambil membuka seatbeltnya.

Ia hendak turun, namun Saddam menahan lengannya. Tatapan Amanda dan Saddam bertemu. 

"Aku tidak memaksamu, cukup belajarlah membuka hatimu untukku dan..  terima kasih telah memakai cincin itu." kata Saddam lembut menatap cincin yang melingkar di jari Amanda.

Entah kenapa sikap lembut Saddam membuat hati Amanda menghangat.

"Jaga dirimu baik-baik, aku akan sibuk beberapa hari kedepan, kalau ada apa-apa kamu bisa menelfonku." lanjut Saddam sambil mengelus puncak kepala Amanda pelan.

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang