SATU - kekuatan hati

1.2K 74 8
                                    

Hello! Makasii karena udah mau baca cerita ini, jangan baca part awalnya aja tapi baca sampai akhir cerita oke?

Enjoy the story!

******

Bruk!

Terdengar suara meja yang di pukul dengan keras menggunakan buku tebal. Suaranya begitu kuat, hingga memekakan telinga gadis mungil yang tengah menunduk dan menumpukan kepalanya di atas permukaan meja.

"Lo itu tolol atau bego sih? Kenapa nilai fisika gue bisa jelek kaya gini?!" bentak gadis yang menciptakan suara gebrakan meja barusan. Sebut saja Nenek lampir. Karena sifat tidak manusiawi yang dimilikinya sudah di atas rata rata.

"Ke-kenapa Na, aku udah kerjain semua soalnya ko." jawab gadis tersebut ragu ragu.

Mempunyai nama yang anggun seperti wajahnya dan suara yang terdengar bak alunan musik penghantar tidur. Embun Eri Ayudia, gadis dengan rambut yang di kuncir dua juga tidak lupa kaca mata yang selalu menghiasi wajahnya.

"Kayanya otak lo udah mulai gak berguna ya? Atau kepinteran lo udah hilang?!" bentak Alana untuk kedua kalinya. "Kalo gitu lo bakal jadi babu yang gak berguna!"

Kini seluruh murid, bukan hanya kelas XII IPA 2 yang mengerumuni kelas tersebut hingga menciptakan sebuah kesumpekan. Tetapi hampir semua murid dari kelas berbeda datang akibat teriakan Alana.

Tentu saja, siapa yang tidak ingin menyaksikan drama di pagi hari? Dimana Alana dengan beberapa temannya, membully dan bisa disebut menyiksa gadis lugu bernama Embun?

"Maaf Na. Aku lagi gak enak badan makanya jadi kurang konsentrasi, aku-"

"Gak usah banyak alasan!" ujar Alana seraya menjambak rambut Embun dengan kuat.

"Aww! Na lepas, sakit Na tolong lepas." ringis Embun tak tertahan.

"Untuk ini, lo harus dapat hukuman dari gue." bisik Alana tepat di samping telinga Embun yang memejamkan matanya.

Rasanya sakit, Alana menjambaknya begitu kuat hingga Embun merasa sebentar lagi rambutnya akan rontok tak tersisa.

"IKUT GUE!" Alana menarik kejam Embun keluar dari kelas, sampai kaki Embun menubruk meja dengan sangat kuat dan lagi lagi mengeluarkan bunyi yang keras akibat benturan tersebut. Pasti berbekas, Embun mulai merasakan panas dari atas kepala dan sekarang mulai merembet hingga keseluruh tubuhnya.

Memang, terlihat sekali bahwa keadaan Embun sedang tidak baik baik saja. Mata yang sembab seperti habis menangis dan wajah yang nampak lelah. Di tambah bibirnya yang pucat pasi benar benar menandakan Embun harus mendapatkan istirahat yang lebih saat ini.

Tetapi jika masih ada Nenek lampir ini, Embun tidak akan bisa bernafas lega.

"Lepas Na, aku mohon. Kamu mau bawa aku ke mana? Alana tolong lepas!" brontak Embun. Ia takut, takut kalau Alana akan membawanya lagi ke toilet siswi dan mulai menyiksa dirinya seperti biasa.

"Lo gak usah banyak omong! Ikutin aja kemauan Alana!" bentak Lia, teman Alana sekaligus partnernya dalam membully Embun.

Ketika di pertigaan koridor. Secara tidak sengaja ketiganya bertabrakan arah dengan tiga orang cowok lainnya. Salah satunya adalah cowok tampan dengan baju dan rambut yang berantakan itu kini menatap Alana, kemudian Lia juga yang terakhir Embun, secara bergantian.

"Ngapain lo Na? Buat ulah lagi?" tanya Devan, bukan cowok tampan tadi. Lebih tepatnya salah satu teman dari cowok berwajah rupawan barusan.

"Kalo mau seru seruan ngajak ngajak dong! Masa lo berdua doang yang dapet hiburan." ujar Adnan tertawa renyah.

Difficult [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang