EMPAT - satu kenangan

430 45 1
                                    

"Kamu yang memberikan senyum bahagia, tetapi kamu juga yang memberikan senyum penuh luka."
Embun Eri Ayudia

***

Suasana di pagi hari. Tidak, lebih tepatnya suasana pada jam sembilan pagi. Seperti biasa gadis mungil bersama dengan seorang cowok tampan tengah berdiri santai memandangi pemandangan di bawah rindangnya pepohonan di pinggir danau.

Daun daun yang kering jatuh bertebaran bersamaan dengan angin yang bertiup secara beraturan, membuat salah satu daun berwarna coklat itu mendarat tepat di rambut gadisnya.

"Ada daun." ujar cowok bertopi hitam tersebut. Mengangkat sebelah tangan kanannya dan mengambil daun kering di surai seorang gadis yang dibiarkan terurai indah.

"Makasih." jawab gadis itu—Embun, terlihat tersipu karena ditatap sang empu tanpa berkedip.

Cowok itu menegakkan tubuhnya, yang tadinya menyender pada pohon menjadi menghadap pada gadis di sampinya ini.

"Daunnya genit, masa jatuhnya ke kamu. Padahalkan bisa ke rambut aku, kalo aku cemburu gimana?"

"Apa sih Onal, kan kamu pakai topi. Jadi daunnya gak bisa jatuh di rambut kamu dong." ujar Embun memandang tajam Ronald yang terkekeh pelan. Manusia yang satu ini memang paling pandai membuat jantungnya berdegup tak karuan.

"Bener juga ya. Kalau gitu, tolong lepas topinya." pinta Ronald.

Embun mengernyitkan dahinya. "Kamu bisa sendiri, kenapa minta tolong sama aku?"

"Gak papa, pengen aja."

Dengan ragu, bukan—maksudnya dengan gugup Embun mulai mendekat, kenapa perasaan ini selalu tak karuan? Padahal mereka menjalin hubungan ini sudah sejak lama, tetapi Embun masih selalu salah tingkah dan gugup jika bertatapan muka dengannya.

Ketika lengan Embun mulai terangkat ke udara hendak mengambil topi tersebut, aksinya terhenti kala Ronald malah merengkuh Embun dengan erat. Membuat tubuh gadis itu ambruk ke dalam pelukannya.

Rasa hangat dan nyaman membelai hati Embun pelan. Rasa dan perasaan ini, benar benar dapat membuatnya hilang akal.

"Jangan tinggalin aku." ujar Ronald dengan nada sendu. "Aku berbeda, dan cuman kamu yang mau menerima aku apa adanya." katanya lagi semakin memelankan suaranya.

Embun tersenyum dari dalam rengkuhan cowok berkemeja hitam tersebut. "Gak akan, aku gak akan ninggalin kamu."

Brak!

"Embun bangun!" teriak wanita dengan nada suara yang meninggi. Mencoba membangunkan Embun yang tertidur saat jam pelajaran. Sudah beberapa kali ia memanggil nama gadis itu namun nihil, Embun tak bangun juga membuat guru di hadapannya ini menggebrak meja muridnya lumayan kuat.

"I—iya bu." respond yang belum seutuhnya tersampaikan, Embun hanya refleks mengatakan dua kata itu walau sebenarnya ia belum mengetahui apa yang sedang terjadi.

"Kamu itu gimana sih? Saya lagi jelasin panjang lebar ko kamu malah tidur. Kalau mau tidur di rumah sana!" ujar Bu Devi dengan tegasnya, yang lain malah menertawai raut wajah Embun yang masih nampak kebingungan saat diomeli oleh gurunya itu.

"Aduh, tidurnya sampe keringetan gitu!" timpal murid yang lain.

"Jangan jangan mimpi lagi gituan lo ya? Bangunnya ngos ngos'an!" tawapun pecah saat itu juga. Tak ada pengecualian, semua murid di kelas ini  menertawai Embun yang malah menunduk dalam.

Difficult [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang