•••
" Jika aku di beri permintaan. Hanya satu yang ku pinta. Sebelum semuanya usai, aku hanya ingin tersenyum sebelum Tuhan memanggil namaku. "
" Bagaimana perasaan mu? " Tanya Bram pada Lila yang baru saja mengerjapkan mata bertanda bahwa Keponakannya itu telah sadar. Bram mengangkat tangannya, mengambil jemari Lila dan menggenggam nya.
" Kenapa Om tidak tahu, La? Kenapa Om mu ini telat menyadari tentang apa yang telah terjadi dengan mu selama ini? " Tanya Bram dengan suara serak. Menatap Lila dengan mata memerah.
Lila, dengan wajah pucat dan bibir yang memutih tersenyum miris memandang kearah Om Bram. Air matanya jatuh perlahan, membasahi pelipisnya.
" Om terlalu sibuk mendengar ancaman tante felicia. " Ucap Lila pelan, namun mampu menohok dada Bram hingga terasa sesak.
" Om terlalu peduli dengan segala ucapan Negatif sepupu Ayah. Hingga akhirnya Om tidak peduli lagi dengan kami. " Ucap Lila lagi, dengan air mata menetes. Tanpa ada suara tangis Lila kembali melanjutkan suara.
" Apa kata Dokter Om? "
Tanya Lila dengan suara putus asa. Kali ini pandangan nya terpusat pada langit langit atap ruang inap rumah sakit." Tumor jinak yang selama ini kamu simpan sudah berperan menjadi Kanker. Kenapa kamu tidak mengoprasinya sebelumnya, Lila? Kenapa kamu hanya diam. Apakah Ayah mu tidak mengetahui ini? " Tanya Bram dengan suara tercekat. Menatap nanar pada Lila yang hanya diam. Bram masih ingat dengan kalimat kalimat penjelasan Dokter yang mampu membuat Bram tak bernafas beberapa detik. Dokter mengatakan awalnya Tumor yang ada pada otak Lila masih Tumor jinak dengan Tahap awal. Kemungkinan, Tumor tersebut masih dapat di operasi sebelum Tumor menjadi stadium dua. Dokter menjelaskan Lila menahan rasa sakit yang di terimanya selama ini. Tidak pernah untuk memeriksa kembali, bertahan selama ini seolah tumor yang beberapa tahun tinggal di kepalanya telah hilang.
Hingga ketika Dokter memutuskan untuk Ronsen, Tumor jinak pada otak Lila berpotensi menjadi kanker otak atau kata lainnya Tumor Ganas.
" Sesudah Ayah jatuh sakit, dia sudah tahu dengan tumor ini. Dia memutuskan agar aku di operasi. Tetapi aku menolaknya. Hingga akhirnya, kami bertanya pada Dokter untuk mencari solusi lain metode ilmiah menghilangkan tumor jinak pada otak ku. Semuanya baik-baik saja. Kami sering periksa, sering ronsen perkembangan tumor di kepala ku ini. Hingga akhirnya aku tidak merasakan apapun lagi. Tak ada rasa nyeri pusing lagi yang ku rasakan. "
Jelas Lila dengan kepala yang penuh akan kejadian dua tahun sebelumnya. Kali ini di rasakannya tangan Om nya itu semakin mengeratkan genggaman mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terlanjur Mencintai || SUDAH TAMAT
RomanceLila pikir dia akan bahagia bersama Dewa, pria yang telah di utuskan sang Ayah menjadi suaminya sebelum sang Ayah meninggal dunia. Lila masih mengingat kata kata sang Ayah bahwa Dewa lah yang akan menjaganya, yang akan selalu ada untuk Lila kapan pu...