•••
Terkadang Lila ingin memilih, memilih untuk pergi. Entah kemana pun, asalkan Lila tak mengingat hal hal yang mampu membuat hatinya patah.
Semalaman berlalu, tepat ketika Dewa tak menerima panggilannya, Lila tersadar bahwa siapa lah dia ini. Orang asing yang menumpang tinggal bersama pria yang telah menjadi suami nya.
Pria yang selalu mengabaikannya, yang selalu diam ketika Lila bertanya. Seolah olah Lila tak ada dalam lingkungan Dewa.
Lila menghela nafas, menatap pada kantungan pelastik yang berisi bahan makanan. Mengapa hidupnya seperti ini? Mengapa Suaminya sendiri Tega memperlakukan nya seperti ini?
Menyuruhnya pergi membeli perlengkapan bahan makanan untuk nanti malam. Seorang diri. Dan saat ini, suaminya itu tengah tertawa bersama teman-temannya. Seolah tak ada beban. Seolah tak ada orang asing yang telah tersakiti.
Kakinya melangkah masuk, mendengar sayup sayup suara bising dari ruang tamu. Dengan hati sabar namun telah retak, Lila mencoba untuk bertahan. Setidaknya untuk menunjukan bahwa dia baik baik saja saat ini.
Beberapa orang itu terdiam ketika melihat Lila yang masuk dengan Gugup dan segan. Semua mata memandangnya, hingga pergerakan canggung Lila tak luput dari mata teman teman Dewa.
" Mm--Mas Dewa? " Tanya Lila terbata bata.
Semua pria yang ada di sana memberikan senyum ramahnya.
" Hai... Kamu---"
" Dewa ada di dapur. " Jawab pria berkaca mata memotong perkataan teman yang duduk di sampingnya. Lila meringis, mengangguk lalu permisi dari sana. Ketika kakinya melangkah, Lila menahan nafas, jantungnya berdetak hebat. Menatap Dewa yang sedang membantu seorang wanita tengah membuat minuman. Posisi itu sangat berbeda, membuat Lila tak tahan ada di sana.
Suaminya itu tengah memeluk wanita itu, berkali kali mengecup pelipisnya penuh kasih sayang. Mata Lila memerah, menahan gejolak pada dada yang sedang menghancurkan hatinya.
Kakinya melangkah mendekat, namun perlahan. Kali ini tampak tak seimbang. Suaminya itu? Tidak bisakah menghormatinya? Tidak bisakah Mengerti sedikit bahwa dirinya telah memiliki istri?
Kedua orang itu menatapnya, lalu Dewa melepaskan pelukan pada wanita itu. Menatap Datar pada Lila tanpa ada rasa bersalah. Dada Lila berdenyut menyakitkan. Membuatnya sulit bernafas.
" I-ini. Belanjaannya. " Ujar Lila dengan suara pelan sambil menaruh kantungan plastik itu di atas meja makan. Menahan getaran pada bibirnya. Lila tak ingin menangis, namun tetap tak bisa. Dengan menahan segala rasa sakit yang di terimanya. Lila mencoba bersikap baik baik saja.
" Mas, Dewa? Ini... Lila? " Tanya wanita itu dengan suara lembutnya. Lila mencoba untuk berteriak. Mencoba untuk tidak marah dan memaki kedua orang yang berada di hadapannya ini. Namun, mengapa bibirnya hanya diam dengan pasrah? Mengapa bibirnya mendadak membisu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terlanjur Mencintai || SUDAH TAMAT
RomansLila pikir dia akan bahagia bersama Dewa, pria yang telah di utuskan sang Ayah menjadi suaminya sebelum sang Ayah meninggal dunia. Lila masih mengingat kata kata sang Ayah bahwa Dewa lah yang akan menjaganya, yang akan selalu ada untuk Lila kapan pu...