Adrain menatap jendela besar disana, diruang keluarga lantai dua rumahnya.
Diluar hujan deras, angin yang cukup kencang, dan jangan lupakan gelegar nyaring yang beberapa kali mengejutkannya.
Sepulang sekolah beberapa jam yang lalu, ia belum bertemu dengan anggota keluarganya. hanya dengan pak Iwan yang menjemputnya, dan bi Ira yang memang selalu berada dirumah.
Jam sudah menunjukkan hampir pukul empat, tapi belum ada satupun yang pulang. membuat Adrain khawatir, terlebih hujan deras yang belum juga usai.
Hujan nya awet, meski bukan awet yang terus menerus. ada jeda, dimulai dari ia pulang sekolah, lalu berhenti saai ia sedang tidur siang. ternyata kembali tumpah disaat ia dan bi Ira mengobrol di dapur tadi.
Harusnya bang Arkan sudah pulang, tapi karena hujan mungkin ia sedang berteduh. rasanya, Adrain rindu pada sosok abangnya itu.
Untungnya Arkan membawa mobil hari ini, Yasinta yang memaksa anak itu karena memang musim hujan telah berlangsung selama beberapa hari.
Adrain menatap daun pohon palem didepan rumahnya yang bergoyang, jika dilihat diluar pohon itu menjulang cukup tinggi didepan gerbang rumah milik ayahnya.
Namun karena rumah inu juga besar, hanya terlihat daunnya saja dari dalam rumah.
Angin kembali bertiup kencang, kini disertai sahutan guntur yang memekakkan telinga.
Adrain berjengit kaget, sampai ia menutup telinganya dan hendak berteriak. bersamaan dengan itu, sepasang lengan memeluknya lembut.
Ia mengenali aroma ini, parfume yang dibeli lima hari yang lalu, saat mereka pergi ke mall, wangi nya masih Adrain ingat.
"adek takut?" tanya orang itu mulai bersuara, kini tinggal sahutan kecil gemuruh langit.
Adrain mengatur nafasnya yang terengah, lengan Arkan berpindah dari yang tadinya memeluk, kini mengelus dada adiknya pelan.
"tenang, hei santai ok? ada abang" Arkan tau Adrain kaget dan ketakutan, ini beberapa kali terjadi dalam satu minggu.
Dan kenapa adiknya ini sendirian, biasanya Adrain selalu ditemani karena anak itu mudah takut. tapi kali ini, melihat Adrain sendirian dilantai dua bersama suara petir dan hujan dirasa mengherankan.
Arkan menghirup wangi strawberry dirambut adiknya, ini candu baginya ia suka.
Adiknya mulai tenang, melepaskan pelukannya dan malah menatap manik kembar miliknya.
"kenapa hm?" tanya Arkan.
"bunda belum pulang" nadanya membingungkan, entah pertanyaan ataupun pemberitahuan. Arkan tidak mengerti maksud adiknya.
"bunda gaada dirumah?" tanya Arkan.
Adrain mengangguk, bibirnya mengerucut lucu.
Ah, ia ingat. bunda dan ayahnya mungkin masih berdiskusi dengan David dan Haris tua bangka itu. mengingatnya, membuat Arkan geram, ia benar-benar tidak menyukai pria bernama Haris itu.
"bentar lagi bunda sama ayah pasti pulang, adek ikut ke kamar aja yu" ajak Arkan yang diangguki Adrain.
Keduanya bangkit menuju kamar Arkan.
Adrain duduk disisi ranjang kakaknya, sedangkan Arkan segera masuk ke kamar mandi. tubuhnya sedikit basah karena terkena cipratan air hujan diparkiran tadi.
Karena merasa bosan, Adrain membaringkan tubuh kecilnya dikasur empuk milik Arkan.
Menatap langit-langit kamar Arkan, sambil menerawang kejadian beberapa hari yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
adrain [sudah terbit]
Teen FictionNamanya Ezra Langit Adrain, yang berarti pertolongan langit gelap. tidak begitu salah sang ibu memberi nama demikian. dengan membaca kisahnya, orang-orang akan paham kenapa.