Fano menghela nafas, tak lama kembali tertawa melihat keadaan para saudaranya. Panas dan lelah yang ia rasakan, terbayar lunas dengan melihat tingkah adik-adiknya. Bagaimana menggelikan nya melihat Fino yang kesusahan berjalan diatas lumpur sawah. Puasnya tertawa melihat Arkan yang kesal karena wajah tampan nya dijahili oleh Adrain. Serta senangnya melihat adik kecilnya yang puas tertawa sambil terus menjahili Arkan.
Meski begitu, mereka tetap menikmati acara bermian disawah milik kakek dan neneknya. Bertepatan dengan musim menanam padi, mereka pertama kali bermain di lumpur sawah. Dengan alibi ingin membantu, nyatanya malah bermain dan mengganggu beberapa pekerja disana.
Tapi itu tidak masalah, toh mereka juga tertawa dan menikmati. Apalagi kakek dan nenek mereka yang merasa senang, bisa melihat cucu nya tertawa lepas.
Bima dan Yasinta juga sama terhibur oleh tingkah keempat anaknya. Terlebih si bungsu yang mudah beradaptasi dengan kotornya lumpur sawah. Berbeda dengan ketiga kakaknya, yang perlu waktu menyamankan diri agar dapat ikut bermain disana.
Selain keluarga Yasinta, disana juga hadir keluarga Aldi dan Dila. Kedua kakak Yasinta yang terlihat sangat bahagia, dengan kedatangannya.
Si kembar, putri dari Dila juga ikut bermain meski tidak ikut kotor. Lalu, putra Aldi juga ikut turun dengan banyak membantu para pekerja, dia sudah terbiasa membantu disawah.
"Aa Aa!" Adrain memanggil pemuda tampan yang sedang membantu menanam padi bersama para petani. namanya Naufan, putra dari Aldi.
"apa deek?" tanya Naufan dengan senyum nya, menatap Adrain yang ingin menghampirinya.
"mau bantu bantu" ujar anak itu setelah sampai didekat Naufan, meski susah payah karena ketiga kakaknya tidak membantu. bagaimana mau membantu, jika tiga pemuda kota itu juga kesusahan berjalan di lumpur.
"bantu apaa, hm?" Naufan mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi si kecil.
"bantu tanam pagi, kayak Aa sama bapa petani nya." jelas Adrain, ia menatap takjub orang orang yang dengan telaten menanam padi.
"adek gaakan bisa, mening main aja sama kakak. atau mau main sama Aa, yuk?" tawar Naufan.
Yasinta yang melihatnya tersenyum, putranya selalu ingin tahu banyak hal. memang, anak di usia Adrain selalu penasaran dengan apapum. mereka ingin mencoba, akan berhenti jika tidak cocok, tapi berlanjut jika menyenangkan.
"gapapa Fan, biarin adek nyoba." ujar Yasinta, menatap putranya.
Karena mendapat izin dari ibunya, Naufan segera menjelaskan kegiatan yang sedang ia lakukan. Adrain hanya manggut-manggut mendengarnya, meski hanya sebagian yang ia pahami.
Adrain mulai mempraktekan apa yang Naufan ajarkan, anak itu terlihat bersemangat meski diawal saja sudah salah total.
"kebalik, dek" suara Naufan mengintrupsi, padahal baru saja dimulai.
"Aa ini gimana?" tanya Adrain, yang langsung dibantu Naufan.
"Segini, A?"
"bukan, tambahin lagi dek"
"gini, A?"
"bukan de, sini Aa bantu."
"nah ini bener ya?"
"eemm salah dek, kurang itu."
"kok salah mulu ya, A" Adrain mulai cemberut, ia menghela nafas lelah.
Semua pekerjaannya salah, memang sih padi yang ditanamnya bengkok dan tidak sejajar, ditambah beberapa tumbang. intinya acak acakan.
Sedangkan Yasinta dan Bima sudah tertawa puas melihat tingkah putra mereka, bahkan Bima merekamnya diponsel.
KAMU SEDANG MEMBACA
adrain [sudah terbit]
Novela JuvenilNamanya Ezra Langit Adrain, yang berarti pertolongan langit gelap. tidak begitu salah sang ibu memberi nama demikian. dengan membaca kisahnya, orang-orang akan paham kenapa.