Yasinta tersenyum, ia mencium pipi gembil Adrain yang tidur pulas dipangkuannya. satu jam yang lalu, anak itu menangis karena bosan berada dalam mobil. tapi kembali tidur saat Yasinta menyamankan Adrain dipangkuannya.
Bima, Yasinta, Arkan, serta Adrain berada dalam mobil yang sama. sedangkan sikembar berpisah mobil, demi kenyamanan bersama.
"masih lama bun?" tanya Arkan, ia bosan berlama-lama didalam mobil.
"sebentar lagi bang, sabar ya" Yasinta berucap lembut.
Sedangkan Bima dan supir mereka tengah berbincang hangat, entah apa yang kedua pria berbeda usia itu perbincangkan.
Yasinta kembali menatap jalanan dari jendela mobil mewahnya, ia tersenyum dan merasa sangat bahagia bisa kembali menginjakkan kaki dikota kelahirannya.
hampir sepuluh tahun ia meninggalkan kota tempatnya lahir dan tumbuh besar. meninggalkan sanak saudara, sahabat, teman, serta suasana hangat kota ini.
Sebenarnya semenjak ia memutuskan untuk pergi bekerja diluar kota, ia sudah meninggalkan itu semua. karena setelah ia pulang pun, dirinya diusir dan kembali menjauh dari tempat ini.
Di daerah perkampungan kota Bandung, hampir perbatasan dengan kota Tasikmalaya. benar, Yasinta memang berasal dari desa. namun jangan salah, keluarganya cukup terpandang di desa tempatnya lahir.
"yah, sikembar ngikutin?" tanya Yasinta.
"ada dibelakang kita bun, tenang aja mereka udah gede kok"
"iyasih, tapi takut nyasar kan baru pertama kali mereka kesini"
"udah tenang aja, mereka aman kok"
Yasinta mengangguk, lalu ia mengarahkan supir ke jalan yang menuju rumah orangtuanya. jauh memang dari ramainya perkotaan, itulah kenapa putra-putranya terus mengeluh bosan.
Tak butuh waktu lama, kini kedua mobil mewah itu sampai dipekarangan sebuah rumah yang paling besar diantara rumah yang lainnya. namun, tetap dengan gaya tradisional yang menetap lekat pada bangunannya.
Yasinta tersenyum, rumahnya tetap sama. nyaman dan hangat, meskipun udara di kampungnya ini cukup dingin. tapi rumahnya tetap tempat yang paling hangat, menurutnya. hanya beberapa warna cat yang berganti, juga bangunan gudang padi yang telah tiada, digantikan dengan garasi mobil truk milik ayahnya.
Yasinta berucap syukur, ternyata usaha orangtuanya makin maju. ia diberitahu oleh Rima, yang banyak bercerita mengenai perubahan disini.
Beberapa detik kemudian, senyum Yasinta berganti dengan raut bingung. karena jujur, Yasinta masih takut pada mereka, meskipun Rima selalu bilang jika keluarganya sangat rindu pada Yasinta. tapi, Yasinta tetap takut dan khawatir dengan tanggapan mereka nantinya.
Bima yang melihat perubahan wajah istrinya, menyentuh pundak sempit Yasinta dengan lembut dan nyaman. memberikan semangat sekaligus isyarat, jika semuanya akan baik baik saja.
Wanita cantik itu kembali tersenyum, ia memang harus yakin jika apapun yang terjadi nantinya, Yasinta harus segera menyelesaikan masalah yang ia miliki. dan memberikan kehidupan nyaman, bagi putra-putra serta suaminya.
Sedangkan diluar mobil. Fano, Fino, dan Arkan menatap kagum pemandangan dihadapan mata. dimana banyak sawah luas, hutan yang kawasannya lebih besar dari jalanan, dan kehidupan tenang warga disana. benar-benar mengikis lelahnya bersatu dengan kebisingan kota besar, Jakarta.
"kok sepi bun?" tanya Fano, saat Yasinta turun dari mobil setelah menyerahkan tubuh mungil putranya yang masih tertidur pulas pada Bima.
Yasinta menatap sekitar, memang benar rumahnya sepi. padahal sedari ia kecil, rumahnya ini hampir tidak pernah sepi karena akan banyak warga datang dan pergi, atau para pegawai yang bekerja di gudang padi milik ayahnya. tapi, saat ini adalah kebalikannya, semuanya seolah telah mati, padahal Rima bilang jika usaha milik orangtuanya sangat maju saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
adrain [sudah terbit]
Teen FictionNamanya Ezra Langit Adrain, yang berarti pertolongan langit gelap. tidak begitu salah sang ibu memberi nama demikian. dengan membaca kisahnya, orang-orang akan paham kenapa.