Pukul satu siang, Yasinta dan Arkan sudah sampai dirumah. saat pintu dibuka, hanya keheningan yang kembali keduanya rasakan, sama seperti dimobil tadi.
Jika dulu biasanya selalu ada teriakan Azra yang dijahili kakak-kakaknya setiap Yasinta pulang kerumah, kini semuanya seolah lenyap.
Dulu dirinya sering bermain dengan Azra, menghabiskan waktu siang sampai sore untuk menunggu suaminya datang.
Tapi kini, rumahnya hanya menyisakan hening. tanpa alasan yang jelas, Yasinta dan Bima meninggalkan rumah dan Ezra yang masih kecil.
Anak itu sangat jarang bertemu dengan dirinya, hanya satu minggu sekali itupun jika ada keberuntungan bagi Ezra. tapi untuk Fano, Fino, dan Arkan mereka bisa setiap hari karena mudah mengunjungi kedua orangtuanya.
Sedangkan Ezra masih kecil, dia bahkan belum bisa menaiki kendaraan umum apapun. ia hanya penumpang mobil pribadi yang jatah keluarnya hanya sampai sekolah saja.
"ganti baju dulu bang, bunda mau masak didapur" titah Yasinta yang hanya dijawab anggukan oleh Arkan.
Namun sebelum sampai di kamarnya, ia menyempatkan diri ke kamar adiknya.
cklek
"dek" panggil Arkan pada Ezra yang sedang fokus membaca buku pelajaran di meja belajarnya.
Ezra mendongak menatap kakaknya, "ada apa bang?" tanya Ezra.
"ada bunda dibawah, lagi masak. nanti makan siang sama-sama" setelah mengucapkannya, Arkan menutup pintu dan segera menuju kamarnya.
Ezra tentu saja senang dan serasa mendapat kejutan, bundanya bisa pulang dihari selain minggu.
Anak berusia sembilan tahun lebih satu bulan itu berlari menuju lantai bawah, namun sial sesampainya ia di lantai dasar. penyakit bawaannya harus kambuh dengan rasa menyakitkan.
Untungnya, ia membawa Inhaler dan sedang jauh dari bunda. baru setelah merasa baikan, Ezra menuju dapur dimana bundanya berada.
"bunda!" sapa Ezra girang, yang hanya dibalas senyuman bunda.
"selamat siang adek, udah makan?" tanya Yasinta sekedar basa-basi.
Ezra menjawab jujur dengan jawaban, "udah, tapi tadi masakan bu Ira, eh bi Ira. jadi mau makan lagi masakan bunda" katanya senang.
"iya sayang, duduk dulu ya. nanti bunda siapkan" kata Yasinta yang segera dipatuhi Ezra.
Interaksi keduanya, semakin terasa biasa saja seiring berjalannya waktu. katakan saja, interaksi mereka terlihat bukan antara ibu dan anak usia sembilan tahun. makin kesini, Yasinta makin cuek kepada Ezra yang dulu ia perjuangkan agar bisa menjalani hidup dengan baik.
Namun, setelah Ezra beranjak besar dan vonis dokter tidak terjadi, membuat Yasinta dan Bima merasa tidak harus khawatir terhadap keadaan Ezra.
Mereka menganggap Ezra seperti anak lain saat ini, bukan lagi anak yang butuh perhatian khusus karena kondisi tubuhnya yang dinyatakan lemah oleh dokter.
Tapi, hidup itu masalah waktu. vonis itu kalimat manusia yang dinyatakan setelah adanya analisis, meski belum pasti. terjadi ataupun tidak, itu kehendak tuhan.
Arkan duduk dihadapan Ezra, dan bunda duduk disebelah Arkan. mereka bersiap untuk melakukan makan siang.
"ayah gak pulang?" tanya Ezra, sebelum menyantap hidangan nya.
Yasinta menggeleng, "ayah sibuk dek, bunda juga mau sebentar. setelah makan siang bunda bakal langsung pergi ke kantor karena tadi pagi harus rapat dulu ke sekolahnya abang" ujar Yasinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
adrain [sudah terbit]
Fiksi RemajaNamanya Ezra Langit Adrain, yang berarti pertolongan langit gelap. tidak begitu salah sang ibu memberi nama demikian. dengan membaca kisahnya, orang-orang akan paham kenapa.