part 27

778 86 19
                                    

Langkah Jungkook terseret mundur beberapa langkah, tubuhnya terjerembab di atas lantai ketika mendengar perkataan Seya yang penuh nada kekecewaan.

Air mata mengalir deras, ia terisak sembari menjambak rambutnya. "Argh ...! Bodoh kau Jeon Jungkook! Kenapa kau lepaskan istrimu!" Tubuh pria itu bergetar hebat.

"Harusnya kau bertanya lebih dulu, harusnya kau mempercayainya, kenapa kau tetap saja bodoh ...," lirihnya. Lalu menatap nanar ke arah pintu utama yang tertutup.

Jungkook menghapus jejak air matanya dan berlari menuju pintu. Ia bergegas turun masuk ke dalam lift untuk mengejar istri dan anaknya yang baru saja pergi. Bodohnya karena kesalahpahaman ia telah mengesahkan perceraiannya padahal Seya justru ingin memberinya kesempatan kedua untuk memperbaiki diri.

"Seya ...! Tunggu ...! Seya ...!" Jungkook berteriak histeris ketika melihat Seya masuk ke dalam taksi bersama putra mereka. "Seya ...!"

Kim Seya, yang tak mendengar jeritan itu pun mengabaikan panggilan Jungkook dan membiarkan taksi membawanya pergi. Sementara waktu ia akan menginap di rumah Dokter Jaehan, karena ia ingin membantu pemulihan Seonyi sepenuhnya.

"Seya ...!" teriak Jungkook mengundang attensi beberapa orang di lingkungan apartement mewah itu. Mereka tahu kalau rumah tangga Jungkook sedang mengalami prahara sejak kematian salah satu putra kembar mereka.

Melihat kejadian itu, mereka cukup paham untuk tak menyebarkan beritanya ke media sosial. Toh suatu saat nanti pada akhirnya agency mereka pasti akan mengungkap apa yang terjadi.

"Nak, sebaiknya kau jangan menangis di sini, paman takut akan ada paparazi yang mengambil gambarmu dan memanfaatkannya untuk mencari keuntungan."

Jungkook mengangkat wajahnya, menatap satpam penjaga apartement. Pria itu pun hanya bisa mengangguk lemah, lalu kembali ke apartementnya.

Jungkook duduk di tepi ranjang, dengan wajah menunduk ketika kemudian teringat kembali perkataan Seya tentang Seonyi. Segera pria itu mengambil ponsel untuk menghubungi Jimin.

***
"Apa kau benar-benar yakin pada keputusanmu?" Namjoon duduk di sebelah Jimin yang mematung menatap ke luar jendela. Entah apa yang berkecambuk dalam pikirannya saat ini.

"Appa dan eomma menginginkannya."

Mendengar ucapan Jimin, Namjoon pun menghela napas. "Jangan karena orang tuamu menginginkannya lalu kau mengabaikan hatimu sendiri, Jimin. Hidupmu milikmu jadi kaulah yang harus menentukan takdirmu."

Jimin terdiam mendengar ucapan Namjoon.

"Apa menurutmu kau akan bahagia jika menerima perjodohan ini? Apa kau yakin bisa menghapus bayang-bayang Seonyi dan menerima gadis itu sepenuhnya? Jangan sampai kau mengulang kesalahan yang lebih fatal dari sebuah kematian, Jimin. Jangan sampai kau menyakiti gadis itu juga."

Sesaat Jimin tertunduk. Semua ucapan Namjoon benar adanya. Bagaiamanpun tak akan ada yang bisa menggantikan Seonyi dan rasa bersalah yang terus meronrong jiwanya. Bahkan sampai detik ini Jimin masih memimpikan kehadiran Seonyi di dalam tidurnya.

"Baik, Hyung. Akan kupikirkan setiap perkataanmu hari ini sebelum memberi tahu keputusanku padamu," sahut Jimin pada akhirnya.

Setelah percakapan panjangnya dengan Namjoon, Jimin pun bersiap untuk ke studio bersama Namjoon, tetapi tepat pada saat itulah sebuah dering telepon menyapanya.

Seketika Jimin gemetar mendengar perkataan Jungkook di seberang sana.

"Kau tak berkata bohong, 'kan Jungkook ... Seonyi ... benarkah Seonyi masih hidup?"

Namjoon yang akan melangkah keluar kamar Jimin pun menghentikan langkah. Ia menoleh pada adiknya yang mulai berderai air mata.

"Jadi Seya mengetahui di mana Seonyi ...?" tanya Jimin dengan bibir gemetar.

"Aku ingin bertemu dengan istrimu, Jungkook," ucapnya lagi. Namun, di detik berikutnya tubuhnya terjerembab, terduduk di atas ranjang.

"Apa ... Seya pergi karena kau menceraikannya? Bodoh!" pekik Jimin lalu mematikan teleponnya.

"Jimin, ada apa?"

"Hyung, aku harus mencari Seya. Si bodoh itu telah menceraikan istrinya tanpa tahu kebenaran tentang istrinya. Dasar, kenapa kau selalu jasa bodoh Jungkook," gerutu Jimin.

Tak ingim bertanya lebih banyak lagi, Namjoon pun menyusul langkah kaki Jimin. Namjoon memutuskan mengambil alih kemudi dan membiarkan Jimin duduk di sebelahnya.

"Kita akan ke mana?"

"Aku tak tahu, Hyung. Tapi kita bisa pergi ke apartementnya. Mungkin Seya ada di sana."

"Maksudmu apartement lamanya?"

Jimin mengangguk. "Jungkook bilang. Seya tahu tentang Seonyi. Katanya Seonyi masih hidup."

"Benarkah?" Namjoon menatap Jimin tak percaya. Selain itu ia juga merasa cukup senang mendengar perkataan pria di sebelahnya. "Aku berharap itu benar adanya, Jimin."

"Aku juga, Hyung."

Jimin dan Namjoon bergegas turun dari mobil. Berdua merek berlari menuju apartement Seya. Sampai di depan pintu apartement, Jimin pun menekan bel dengan tak sabar.

"Sebentar ... siapa, ya?" Seorang wanita membuka pintu dan tergugu di hadapan dua pemuda itu.

"Seya ... Jungkook bilang kalau."

"Pergi kau dari rumahku, bajingan!" hardik Kim Seya lalu membanting pintu tak memedulikan kedua pemuda yang kini menggedor pintu apartementnya.

"Seya ... Jeon Seya, tolong buka pintunya. Seya ... aku tahu kau mengetahui di mana istriku, jadi tolong buka pintunya. Seya ...."

"Jimin, sudah ... mungkin kita datang di waktu yang salah. Ayo kita pulang. Kita akan datang lagi nanti. Ayo Jimin." Namjoon memeluk tubuh Jimin yang bergetar dalam tangisnya. Sungguh pemuda itu tak tega melihat adiknya seperti itu.

"Tapi, Hyung ... aku akan di sini. Aku akan menunggu Seya di sini. Dia tahu di mana istriku, Hyung."

"Aku mengerti, Jimin, aku mengerti ... mari kita beri kesempatan bagi Seya untuk menenangkan diri. Dia baru saja bercerai dengan Jungkook."

Pada akhirnya, Seya tetap tak keluar. Dan Jimin melangkah menjauh dari apartement itu dengan rasa kecewa.

"Kita kembali ke dorm, Jimin. Baiknya kau istirahat. Ini bukan waktu yang tepat bagimu untuk latihan. Tenangkan saja dirimu."

Pria itu tak menjawab. Netranya menatap kosong pada cincin pernikahan yang masih melingkar di jarinya.

"Hyung ... akhirnya sebuah kata keluar dari bibirnya. Namjoon menatapnya bibir pemuda itu yang bergetar sebelim bicara.

"Mungkinkah akan lebih baik kalau aku melepaskan Seonyi, sama seperti Jungkook melepaskan Seya? Mungkin Seonyi akan jauh lebih bahagia jika hidup tanpaku. Aku tak berguna, sebagai suaminya aku sungguh tak berguna. Aku hanya bisa membawa luka untuknya. Benar, 'kan, Hyung? Bukankah akan lebih baik jika aku pun menceraikan Seonyi?"

Tbc.

Hua lama banget nggak up. Bagaimana kabar kalian?

Masih adakah yang nunggu? Atau semua sudah melupakan cerita ini?

Maafkan aku, ya.

Please Don't Leave, My MasternimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang