sepuluh

1.1K 99 13
                                    

"Jimin ... akh ... hentikan kumohon ...." pinta Seonyi memelas, ketika rasa dingin tiba-tiba menyapa sekujur tubuhnya. Entah apa yang dipikirkan Jimin hingga ia setega itu menyiksa Seonyi.

Bir dingin itu merembes membasahi dada Seonyi mengalir ke perut. Payudaranya pun tak luput terkena siramannya. Seonyi menggelinjang, ia benar-benar kedinginan. Apalagi ketika dirasanya ada es yang diletakan di atas vaginanya.

"Jimin maaf ... maafkan aku ... tolong, aku janji tak akan mengulangi kesalahan ini lagi."

"Kau memang harus berjanji untuk itu, Sayang." Jimin mendekatkan wajahnya, menyesap payudara Seonyi bersama cairan bir yang masih membasahi tubuh wanitanya.

Seonyi menjerit sedikit terlonjak, tapi sesaat kemudian ia mulai mendesah, tak tahan lagi dengan apa yang dilakukan Jimin.

"Kau itu seperti candu, Seonyi. Kau membuatku mabuk. Karena itu hari ini kau dan bir ini akan membuatku mabuk bersama-sama," bisik Jimin, kemudian melumat bibir wanitanya.

Tak bisa melawan, Seonyi pun hanya bersikap pasrah. Menyerah pada setiap perlakuan Jimin yang semakin kurang ajar. Meski hatinya menangis ia tak bisa berbuat apa-apa.

"Akh ... Jimin ... tolong lepaskan ikatan ini. Ini menyiksaku." Ia terus meminta. Namun, nampaknya Jimin tak ada niat untuk melakukannya.

Pria itu menelusuri setiap lekuk indah tubuh Seonyi. Berakhir di selangkangan wanitanya, ia melihat es batu yang diletakkannya sudah mencair. Jimin tersenyum senang.

Menurunkan wajahnya, Jimin menyapu liang senggama Seonyi dengan mulutnya. Seonyi menjerit, terpekik dengan dada membusung. Ingin sekali ia menyaksikan Jimin bermain di bawah sana seperti biasa. Namun, Jimin sialan itu tak mengizinkannya.

"Akh ... Jimin ... aku ... hhhhh ...." Jimin mengerti apa yang akan dialami Seonyi. Ia memperganas serangannya. Sesaat kemudian Seonyi pun mengerang. Tangannya mengepal, ia mengigit bibir bawahnya. Merasakan sesuatu yang begitu nikmat menghempas inti terdalam tubuhnya.

"Kau menyukainya?" tanya Jimin, sementara tangannya terus meraba inti Seonyi yang basah.

"Iya, Jim ...." Napas Seonyi tersengal.

"Lalu kenapa tadi kau menolaknya?"

"Kau menyiksaku, Jimin. Setidaknya izinkan aku melihatmu," pinta wanita itu sembari mengatur napasnya. Jimin tersenyum simpul.

"Belum saatnya," bisik pria itu.

"Jiiimiiinn ...," teriak Seonyi sebelum kembali bungkam karena Jimin menciumnya.

Tangan Jimin bergerak makin liar meremas payudara wanitanya. Perlahan beralih menuju area bawah Seonyi, baru kemudian mengambil sesuatu yang ia letakkan di sebelah sang wanita.

Sesaat kemudian jeritan Seonyi mengudara ketika benda itu menyerbu intinya dengan gerakan maksimal.

"Jim ... hhh ... Jimin ... aakhh ... hentikan ... kumohon ...." Tubuh Seonyi terus berguncang. Ia merasa frustasi dalam kenikmatan yang diberikan oleh Jimin.

Pikirannya menggila, sementara tubuhnya meronta. Terhempas berkali-kali dalam klimaksnya membuat Seonyi mengerang kelelahan. Jimin tersenyum senang.

Sejenak ia mencium bibir Seonyi, baru mencabut vibrator yang mengobrak-abrik liang kewanitaan Seonyi. Puas dengan apa yang dilakukannya, Jimin pun kembali mecumbu Seonyi yang kelelahan.

Seonyi kembali mengerang, mendesahkan nama sang pemuda dengan brutal. Jimin menghujamkan keperkasaannya membuat wanita itu terlonjak.

"Seonyi, jangan tinggalkan aku," bisik Jimin seraya memeluk wanita itu dan melepas penutup matanya. Seonyi mengerang.

"Jim ... tanganku ...."

"Tidak, biarkan seperti ini ... kali ini biarkan aku yang memelukmu ... hanya aku Seonyi ...."

Seonyi tersentak, apa ini? Apa itu artinya Jimin sedang mengakui perasaannya? Sedang berusaha mengatakan kalau dia telah jatuh cinta. Bolehkan Seonyi berharap.

Perasaan Seonyi berkecambuk di tengah perlakuan Jimin yang tak terduga. Mereka mengerang bersama-sama, mencapai puncak kenikmatan. Hingga Jimin kelelahan dan tertidur di sebelahnya. Memeluk tubuh Seonyi dengan erat.

Ada kelegaan dalam hati Jimin saat menemukan Seonyi di depan pintu tadi. Sekarang, setelah pergulatan panas itu terjadi Jimin ingin memastikan dirinya bahwa Seonyi tak akan pernah pergi. Pria itu memeluknya posesif.

"Jim ... kau tidur? Bagaimana dengan tanganku, Jim? Tanganku masih terikat, Jimin ...."

"Kau akan selalu terikat, Seonyi. Kau akan selalu terikat denganku. Terikat kuat denganku, itulah takdirmu ...," ucap Jimin lemah, sebelum tertidur dengan dengkuran halus keluar dari saluran napasnya.

Seonyi terdiam, menatap gamang ke arah langit-langit dengan tubuh lengket akibat bir yang ditumpahkan di badannya. Sementara ranjang itu juga terasa basah dan tidak nyaman.

"Jimin, sampai kapan kau akan menyiksa perasaanku seperti ini?" gumamnya pelan sebelum memutuskan untuk menutup mata dan tertidur.

*

Seonyi terjaga setelah matahari bertengger cukup tinggi. Ia menguap, merentangkan kedua tangannya dan menyadari kalau tangannya tak lagi terikat.

Jimin tak lagi ada di sebelahnya, sepertinya pemuda itu sudah kembali ke dorm. Pelahan Seonyi bangun dari tidurnya. Dahinya berkerut melihat sekeliling, menyadari kamar itu bukanlah kamar Jimin.

Sedikit penasaran, wanita itu menyingkap selimut. Kembali terdiam ketika tahu ia berada di atas ranjang yang berbeda. "Kapan Jimin memindahkanku?" gumamnya.

Kakinya pun turun dari ranjang, mengambil kimono yang tergeletak di sebelahnya. Jimim pasti menaruhnya di situ. Seonyi tersenyum membayangkan bagaimana pria itu kesusahan memindahkannya ke kamar sebelah.

Ketika Seonyi ingin memakai baju itu, sesuatu melayang jatuh ke lantai. Segera ia mengambilnya. Sebuah senyuman terbit di wajah sang wanita.

Hei gendut, kau berat sekali! Aku jadi berpikir apa selama ini aku terlalu menyayangimu sampai kau jadi segendut ini. Ah, aku menyesal meracau soal kau tak boleh pergi semalam. Apa kau menghabiskan stock makan sebulan dalam sehari. Dasar babi gendut! Kau juga bangun siang sekali. Sekarang cepat mandi! Jangan sampai sarapan yang kubikin jadi dingin dan basi. Atau aku akan marah padamu.

"Huh! Dasar menyebalkan berbuat baik tapi mengata-ngataiku babi, awas saja kau Park Jimin sialan! Kalau kau pulang giliran aku yang akan menghukummu," racau Seonyi.

Ia pun melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Segera setelah itu, Seonyi merapikan penampilannya dan berlari kecil turun ke ruang makan.

Sampai di sana, segera Seonyi membuka tudung saji. Namun, langsung mencebik kesal saat mendapati di atas piring hanya ada secarik kertas. Tak ada apa pun yang dimasak Jimin.

Kau berharap aku memasak untukmu? Mimpi saja kau, Babi, weekk.

"Ya! Park Jimin!"

Seonyi menghentakkan kakinya. Meremas memo itu lalu melemparnya sembarangan. Ia menghidupkan ponselnya, bersiap memaki Jimin melalui telepon. Namun, niatnya tertahan saat memdengar bell pintu rumah berbunyi.

"Permisi, dengan Nona Seonyi? Saya mengantarkan pesanan atas nama anda," ucap seorang petugas delivery ketika Seonyi membuka pintu utama.

Seonyi mengerutkan dahinya. "Untuk saya? Dari siapa?"

"Maaf kami diminta merahasiakannya, tapi ini ada kartu ucapannya."

"Oh, terima kasih."

Seonyi menutup pintu setelah petugas itu pergi, baru melangkah ke dalam sembari memperhatikan kotak di tangannya. Itu paket sarapan dari King restaurant, Seonyi mengenalinya dari logo di atas kotak.

Namun, siapa yang mengirimnya? Jiminkah? Karena penasaran, Seonyi pun segera membuka amplop yang katanya dikirim oleh pemesan paket. Seketika Seonyi membeliak menatap pesan yang tertulis di sana.

Tbc.

Hayo siapa yang kirim pesan? Jimin kah? Orang lain kah? Atau sasaeng yang tahu hubungan mereka.

Up cepat silahkan barbar.😊

Please Don't Leave, My MasternimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang