lima

1.4K 95 13
                                    

Happy reading.
.
.
.
.
.
.

"Jadi kau temannya Jimin?"

"Iya, Nyonya Park." jawab Seonyi.

Setelah melakukan perjalanan yang cukup jauh akhirnya mereka sampai di rumah Jimin di Busan. Nyonya Park menyambut kedatangan putranya lalu menatap Seonyi dengan tatapan yang kurang begitu suka. Tapi meski begitu Seonyi tetap mencoba bersikap ramah hingga akhirnya Jimin pun memperkenalkan Seonyi pada ibunya.

"Sayang, aku masuk dulu ya." ucap Jimin lalu meninggalkan ibunya dan Seonyi "Anggaplah rumah sendiri." ucapnya sekali lagi sebelum pergi ke kamarnya.

"Berapa Jimin membayarmu?" tanya Nyonya Park tanpa basa-basi membuat hati Seonyi sesak seketika. Tak hanya Jimin bahkan ibunya juga langsung menolak keberadaannya. Mendengar perkataan wanita itu Seonyi benar-benar merasa seperti wanita murahan.

Seonyi jadi berfikir kenapa ia bisa mencintai pria itu sampai merendahkan harga dirinya seperti itu?

"Padahal aku pikir kau pacarnya, wajahmu menipuku." ucap Nyonya Park sekali lagi sambil meletakkan secangkir teh hangat sebagai bentuk sambutan kecil untuk tamunya.

"Apa kau tahu sudah berapa banyak Jimin membawa wanita ke rumah ini? Dan semuanya sama sepertimu, hanya wanita bayaran."

"Aku bukan wanita bayaran, Nyonya Park." jawab Seonyi pada akhirnya setelah merasa lelah mendengar ocehan wanita paruh baya di depannya. Ucapan Seonyi pun membuat Nyonya Park terdiam sesaat lalu tersenyum miring.

"Jika bukan wanita bayaran lalu apa? Kau bukan pacarnya, tapi kau datang kemari bersama putraku dan aku yakin kau pasti akan tidur sekamar dengannya. Atau jangan-jangan di Seoul kau pun sudah tinggal seatap. Apa aku salah? Kau merendahkan dirimu demi apa jika bukan demi uang?" ketus wanita itu.

"Demi cinta." jawab Seonyi dengan air mata yang tiba-tiba mengalir jatuh. Namun jawaban Seonyi berhasil membuat Nyonya Park bungkam. "Aku belum pernah meminta uang sepeserpun pada putramu, Nyonya."

"Ya, aku mencintai Park Jimin. Tak hanya sebagai idol, tapi aku mencintainya apa adanya. Tapi... Jimin tak pernah mencintaiku, Nyonya. Dan yang bisa aku lakukan hanya berjuang. Aku memberikan tubuhku karena inilah caraku menghentikannya bermain dengan para jalang itu. Sudah beberapa bulan Jimin tak pernah menyentuh jalang manapun selain aku, Nyonya. Sekarang terserah Nyonya menganggapku seperti apa, tapi aku tulus padanya."

Nyonya Park makin terdiam. Netranya menatap Seonyi yang mulai mengucurkan air matanya. Sebagai wanita ia tentu bisa merasakan rasa sakit wanita di depannya. Demi cinta wanita itu bahkan telah menjadi bodoh karena telah menyerahkan tubuhnya. Harusnya ia tetap menjaga kesuciannya. Tapi itulah cinta, semunya terkadang butuh perjuangan yang begitu berat dan menyakitkan dan juga cenderenung tak masuk akal.

"Lalu," suara Nyonya Park kembali terdengar "Sampai kapan kau akan bertahan bersama putraku?"

"Aku tidak tahu." jawab Seonyi. "Mungkin sampai aku merasa benar-benar lelah. Atau sampai Jimin bosan dengan tubuhku."

Nyonya Park kembali tertegun. Hatinya merasa bersimpatik pada wanita itu dan sekaligus juga mengertak marah pada puteranya. Jika di sisinya sudah ada wanita seperti Seonyi yang bahkan rela menyerahkan segalanya untuk pria itu lalu bagaimana bisa Jimin menyia-nyiakannya.

"Seonyi, sebaiknya kau istirahat dulu ini sudah malam. Maafkan perkataanku tadi dan besok akanku ajarkan beberapa trik untuk bisa menggaet Jimin agar membalas cintamu." ucap wanita paruh baya itu sambil mengedipkan sebelah matanya membuat Seonyi tersenyum.

"Ayo, naiklah. Kamar Jimin ada di sebelah kiri yang nomer dua. Bersemangatlah, anakku tak lama lagi pasti akan jadi milikmu." mendengar ucapan Nyonya Park yang bersemangat malah membuat Seonyi tersipu malu kemudian melangkah meninggalkan nyonya rumah saat wanita itu terus mendorongnya untuk beristirahat.

Please Don't Leave, My MasternimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang