Eh dia bukan sih yang lagi rame diomongin?
Nggak tau diri banget sih tuh cewek
Anak magang aja belagu!
Nggak punya harga diri banget sampe godain bosnya!
Sampah!
Sedari tadi Sooya mencoba menulikan telinga, kepalanya tertunduk dengan rasa gelisah yang membuncah. Apa salahnya kalau ia memiliki hubungan dengan Varrel?
Niatnya menyembunyikan hubungan untuk nilai laporannya sekarang malah berdampak pada mentalnya.
Semua ini karena foto sialan yang sengaja disebar di grup kantor. Ya, fotonya dengan Varrel yang cukup kontroversial. Foto yang harusnya menjadi privasi, sekarang malah jadi konsumsi publik.
Kakinya melangkah secepat mungkin berharap segera pergi dari kantor. Bahkan sudah sampai di halte pun tak ada yang mau mendekatinya. Semua orang sekarang berfikir kalau Sooya adalah wanita bayaran.
Sampai halte itu sepi pun, Sooya masih duduk termenung sendiri di halte depan kantor. Tak berniat mencari kendaraan lain karena sejatinya ia sendiri pun tak berniat pulang.
Rumah yang menjadi saksi bisu setiap hal manis yang ia lakukan bersama suaminya, dan sekarang ditampar dengan kenyataan yang menyakitkan.
Tatapannya kosong. Sementara pikirannya bercabang kemana-mana. Sang suami belum juga mengabari, lelaki itu pun tak ada di ruangannya. Entah kemana perginya, tentu saja itu membuat Sooya kalut. Terlebih lagi saat terakhir kali ia melihatnya dengan Irene.
"Dalam lembaran daun di surga, Tuhan telah menuliskan nama saya dan kamu untuk ditakdirkan bersama, Sooya. Jadi, berhenti berfikir yang tidak-tidak."
"Sampah." Setitik air mata kembali jatuh membasahi pipinya. Sekali lagi ia mencoba menghubungi Varrel, namun hasilnya sama saja. Tak ada jawaban.
Sepertinya lelaki itu tengah sibuk. Ya, sibuk mengulang masa lalunya. Sooya menipiskan bibirnya menggeram dalam hati.
"Hey! Are you okay?"
Dari suaranya ia mampu mengenal kalau itu adalah Jimmy. Buru-buru Sooya mengusap air matanya dan mendongak. Menatap lelaki yang tersenyum manis padanya, membuatnya ikut tersenyum meski kesedihan jelas kentara di wajahnya.
"Lo kenapa, Soo?" Jimmy melunturkan senyumnya lalu duduk di sebelah Sooya.
"Nggak apa-apa. Kok lo bisa ada disini sih?" Sooya mencoba mengembalikan wajah cerianya. Meski nada bicaranya jelas bergetar.
Namun, tak mudah bagi Jimmy untuk mempercayainya. Lelaki itu sudah teramat mengenal Sooya. "Nggak perlu jadi sok kuat, pasti juga ada saatnya lo berada di titik terendah hidup lo."
"Sok indie lo, Jim," kekeh Sooya.
Jimmy menghela nafas saat ucapannya sama sekali tidak dihiraukan. "Gue tau lo ada masalah. Coba cerita sama gue."
"Gue nggak apa-apa, Jim."
"Kalau nggak apa-apa kenapa lo nangis?"
"Gue nggak nangis. Mata gue cuma agak perih aja, tadi gue lupa bawa softlens."
"Gue tau lo bohong, Soo." Suara Jimmy memelan.
"Siapa yang bohong sih, Jim? Gue beneran nggak apa-apa, kok."
Jimmy memilih bungkam dan memilih mencari topik lain. "Varrel mana? Tumben nggak bareng."
Sudah susah payah Sooya mencoba menenangkan perasaannya, setelah mendengar nama Varrel disebut rasa sesak itu kembali memenuhi dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔[1]. Love Me, Hurt Me Too
Fanfic[c o m p l e t e d] genre : perjodohan-romance Seseorang mengatakan kalau cinta ada karena terbiasa, Sooya berhasil mewujudkan itu. Sebuah perjodohan antar perusahaan yang membuatnya terjebak dengan seorang CEO yang mengacaukan seluruh hidupnya. Var...