Di ruangan serba intensif itu, mereka tengah menunggu hasil tes DNA yang baru saja dilakukan. Tidak mudah membawa Irene kesini, gadis itu terus saja menolak dengan berbagai alasan, hingga Varrel menyeretnya dengan paksa agar mau di tes.
Pun saat tes Irene tak mau diam, Dean harus turun tangan memegangi lengan perempuan itu agar tak terus bergerak.
Dapat dilihat, Sooya dan Irene tengah berperang dingin beradu tatapan tajam. Membuat Varrel beberapa kali menghela nafas sambil terus mengelus lengan Sang istri untuk memberi ketenangan, sementara ia sendiri sedikit penasaran dengan hasil akhirnya.
Tak lama kemudian, Dokter datang membawa laporan hasil tes.
"Bagaimana hasilnya, Dok?" tanya Dean.
Sooya tengah mengatur nafas sambil memainkan ujung kukunya, tangannya terasa sangat dingin diliputi rasa gusar yang berlebih.
"Hasil menunjukkan bahwa 87,3% Nona Irene Chalista dinyatakan positif ...."
Bahu Sooya meluruh serendah-rendahnya, tak menyangka ia akan dikhianati seperti ini. Membuat Varrel mengeratkan rangkulan pada Sang istri, memberi keyakinan.
Sementara Irene menyeringai puas. Sebelumnya ia sempat memprovokasi Dokter yang menanganinya.
"Aku nggak hamil, jadi kumohon buat hasilnya positif. Atau kau akan kupermalukan dengan tuduhan palsu," ancam Irene.
"Maaf, Nona. Itu diluar hak saya, saya tidak bisa." Dokter itu mencoba pergi setelah mengemas peralatan kedokterannya, namun Irene menahan dengan menodong pisau bedah yang sempat ia curi dari Dokter itu.
"Lakukan, atau aku akan membunuhmu." Irene mengarahkan pisau itu ke leher Dokter, membuat Dokter itu menelan ludah kasar.
Perempuan itu merogoh tasnya, mengeluarkan cek kosong dan mengarahkannya ke depan muka Sang Dokter. "Tulis yang kau mau, dan palsukan hasil DNA-nya."
Dengan tangan yang bergetar, Dokter menerima cek yang diberikan Irene kemudian mengangguk ragu.
Irene menjauhkan diri, memasukkan kembali pisau bedah ke dalam tas lalu bersedekap dada. "Kau boleh pergi."
"Mas ... " lirih Sooya, menatap memelas kedua mata Sang suami.
"Nggak, sayang," balas Varrel sambil tersenyum lembut. "Bukankah masih ada kelanjutannya, Dok?"
Dean menyeringai sambil terus menahan Irene agar perempuan itu tak kabur lagi, membuat Sooya mengerutkan kening menyadarinya.
"Ya, Nona Irene Chalista dinyatakan positif mengkonsumsi narkoba jenis sabu-sabu," sambung Dokter itu.
Irene pun terkejut setengah mati saat Dean mengeluarkan pistol, menarik pelatuk dan mengarahkan ke lehernya. Disusul dua orang dari kepolisian yang melakukan hal yang sama dengan Dean.
Keadaannya berbalik, Varrel tersenyum puas saat semuanya terungkap. Bersamaan dengan Sooya yang membekap mulutnya tak percaya.
"Lebih baik lo jujur sebelum terlambat, mungkin itu bisa ngurangin masa tahanan lo," ucap Dean.
"Dan asal lo tahu, dia bukan dokter." Dean menunjuk Dokter yang tengah tersenyum puas itu. "Dia ahli forensik, yang selama ini nanganin kasus lo."
"Kalian menjebakku?!" pekik Irene tak terima ia disudutkan.
"Bukan jebakan. Hanya sebuah permainan untuk penjahat kecil sepertimu, Irene Anderson," ucap Varrel. Membuat Sooya lagi-lagi dibingungkan dengan keadaan, masih mencoba memahami.
Irene menggeram rendah saat nama samarannya di Australia disebutkan oleh Varrel, membuat Dean semakin menempelkan pistol ke lehernya.
Ahli forensik yang tadi menyamar menjadi dokter kini mengeluarkan borgol dan memasangnya di kedua pergelangan tangan Irene. Kemudian merogoh saku jas dokternya untuk mengambil cek yang Irene berikan tadi, baru memberikannya kembali pada Irene.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔[1]. Love Me, Hurt Me Too
Fiksi Penggemar[c o m p l e t e d] genre : perjodohan-romance Seseorang mengatakan kalau cinta ada karena terbiasa, Sooya berhasil mewujudkan itu. Sebuah perjodohan antar perusahaan yang membuatnya terjebak dengan seorang CEO yang mengacaukan seluruh hidupnya. Var...