Chapter -32- Minggu Kedua

2.7K 428 87
                                    

"Mas-Bapak jangan sampai lewatin batas ini!"

****

"Mas-Bapak? Saya takut gelap, saya alergi udang, saya nggak bisa makan pedes, saya nggak bisa berenang, saya nggak bisa pasang tabung gas, saya troublemaker dirumah, saya jorok, saya nggak suka diatur-atur. Jadi, Mas-Bapak inget itu semua."

****

"Annoying banget sih?"

"Saya? Annoying?"

"Iya! Mas-Bapak tuh annoying! Pengacau! Pengacau mood, pola pikir, emosi, sampai perasaan saya. Hati saya kacau semenjak ada Mas-Bapak. Mas-Bapak yang bikin prinsip saya buat setia sama Rasya runtuh! Pokoknya Mas-Bapak harus tanggung jawab!"

****

"Saya akan panggil Mas sama orang yang saya cintai."

****

"Saya cinta sama Mas El."

****

Varrel tersenyum tipis saat suara manis itu terus terngiang-ngiang di benaknya. Kalau boleh jujur, memang ada rindu dalam hati.

Disaat ia mulai terbiasa dengan sikap childish Sooya, kenapa semua ini malah terjadi?

Sepertinya Tuhan memang sedang memainkan perasaannya.

Terhitung baru dua minggu Varrel menjaga jarak dari istrinya dalam kurun waktu tiga bulan, tapi ia sudah uring-uringan sendiri. Disekitarnya memang ramai orang, tapi ia selalu merasa kesepian.

"El, jadi kapan kamu mau nikahin aku?" Irene menggelayut manja di lengannya, membuat Varrel merasa risih sendiri.

"Never." Varrel melepaskan tangan Irene karena mengganggunya menyetir.

"Ihh kamu bilang mau nikahin aku!"

"Gue bilang gue akan tanggungjawab sama bayi itu kalau emang anak gue, bukan nikahin lo!" seloroh Varrel.

"Tapi kamu harus nikahin aku buat rawat anak kita!"

"Gue sama Sooya juga bisa rawat bayi." Lelaki itu menggerutu dalam hati, ia tertekan karena posisinya ia sedang di mobil untuk jalan-jalan bersama Irene. Dengan amat sangat terpaksa Varrel pun menurutinya, karena perempuan itu bilang semua ini kemauan calon bayinya.

Mengingat kemauan calon bayi, Varrel pun berfikir kalau ditempat lain mungkin Sooya juga sedang menginginkan sesuatu. Ia jadi membayangkan kalau Sooya ngidam sesuatu dan membangunkannya tengah malam. Memintanya melakukan hal-hal aneh, mencarikan mangga muda, atau yang lainnya.

Memikirkan saja sudah membuat Varrel senang, apalagi kalau benar-benar menghadapinya nanti. Ah, disini ceritanya mereka lagi LDR!

"El? Kok ngelamun sih?!" dumel Irene. "Jadi kapan mau nikahin aku?"

"Kapan kapan," jawab Varrel tak bersemangat.

"Kasih kepastian dong! Jangan digantung terus!"

"Kapan gue gantungin lo? Kasih harapan aja enggak."

"Tapi waktu itu kamu bilang bakal tanggungjawab." Irene mengerucutkan bibirnya. Memang terlihat cantik sekaligus lucu, tapi tak cukup mampu membuat Varrel berpaling dari istrinya.

"Irene ... Lain kali kalau ada orang ngomong itu didengerin. Gue tanggungjawab sama anaknya, bukan Ibunya!"

"Nggak mau!"

Lelaki itu berdecak. "Mau lo apa sih?!"

"Aku mau kamu ceraiin istri kamu dan nikahin aku, terus kita jadi keluarga yang bahagia."

✔[1]. Love Me, Hurt Me Too Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang