Chapter -27- Titik Terang

2.6K 437 68
                                    


****

"Seharusnya saya sadar, segala hal yang terpaksa itu nggak baik! Dan saya terpaksa menikah sama kamu."

Sooya tak sanggup lagi membendung air matanya. Tetes demi tetes membasahi wajahnya. Namun, ia mencoba menguatkan diri.

Wanita itu melepas cincin pernikahannya, meraih tangan Varrel dan mengembalikan cincin itu pada pemiliknya. "Makasih."

"Makasih atas semua kebohongan paling indah yang Bapak ciptain. Saya pamit pulang." Sooya melangkah pergi. Derap langkahnya yang terdengar kasar seolah menyiratkan kekecewaannya.

Tangan Varrel bergetar memandangi cincin yang menjadi saksi suci pernikahan mereka. Bergegas ia berlari dan meraih pergelangan tangan Sooya. Menarik kembali wanita itu dan memeluknya. "Saya nggak akan biarin kamu pergi."

"Lepasin saya!" Sooya meronta sekuat tenaga, namun Varrel semakin mengeratkan pelukannya.

"Nggak, Sooya! Bukankah saya sudah bilang kalau saya akan belajar mencintai kamu. Meski saya merasa terpaksa, bukan berarti saya akan biarin pernikahan kita gagal!" Varrel menenggelamkan wajahnya ke perpotongan leher Sooya. Masih memeluk erat Sang istri seperti enggan melepaskan.

Membuat Sooya semakin meraung dan meronta. Baju Varrel pun dibuat basah karena air matanya. Membuat lelaki itu juga merasakan kepedihan wanitanya.

"Saya minta maaf atas sikap saya belakangan ini. Beri saya kesempatan untuk memperbaiki." Varrel mengelus lembut rambut Sooya sambil memberi usapan kecil untuk menenangkannya.

Setelah dirasa mulai membaik, Varrel mengurai pelukan. Menangkup kedua pipi wanitanya, menatap kedua manik itu dengan lekat sambil menghapus jejak air mata yang tersisa.

"Saya sangat menyayangi kamu, Sooya. Saya nggak pernah bilang ini sebelumnya karena saya nggak mau bikin kamu bosan dengan ucapan-ucapan sayang saya."

"Perasaan saya sama Irene juga sudah hilang semenjak dia mengkhianati saya. Perhatian saya sama dia, cuma rasa kasihan. Saya kasihan karena sekarang dia sendirian di Indonesia. Teman-temannya pergi dan keluarganya di luar negeri. Kamu jangan salah paham lagi ya?"

"Setelah ini, nggak ada pisah kamar lagi. Aku, kamu, kita. Layaknya pasangan suami istri pada umumnya."

Seharusnya memang seperti ini, mereka hanya perlu waktu untuk membicarakan permasalan dan menyelesaikan kesalahan pahaman. Bukan salah satu menghindar seperti yang Sooya lakukan sebelumnya. Masalah tidak akan selesai kalau cuma didiamkan bukan?

Sooya mendongakkan kepala, menatap mata Sang suami yang sepertinya benar-benar serius dengan ucapannya. "Janji?"

Lelaki itu mengangguk yakin. "Janji."

"Bukan janji palsu lagi 'kan?"

"Bukan, Sayang."

Kemudian Varrel berlutut, meraih tangan Sooya dan memasangkan kembali cincin pernikahan mereka. Mencium tangan halus istrinya dengan lembut.

Membuat Sooya semakin tak tega terus berlama-lama menghindari lelaki itu. Hatinya yang begitu lembut dengan mudahnya memaafkan Varrel. Sebenarnya belum memaafkan, ia hanya memberi satu kesempatan lagi.

Sooya meraih bahu Sang suami, membantu lelaki itu berdiri. "Nggak akan balikan sama Irene lagi 'kan?"

Varrel berdecih lalu terkekeh pelan. "Balikan itu sama aja kaya baca ulang novel. Udah tau alurnya juga akhirnya. Buat apa balikan sama Irene kalau akhirnya dia akan ninggalin lagi."

Sooya tersenyum tipis yang terkesan kaku. Kemudian memeluk Varrel, bersandar di dada Sang suami.

"Maaf sudah bikin kamu kecewa." Lelaki itu memejamkan mata dan membenamkan kecupan di kening Sooya, cukup lama.

✔[1]. Love Me, Hurt Me Too Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang