Aluna menatap layar ponselnya, sudah pukul lima jam kerjanya pun sudah selesai, Yuna juga sudah mengirim pesan untuk dia. Cewek itu mengatakan untuk menunggunya, karena ingin pergi ke toilet sebentar.Ya, lagi pula dirinya sendiri juga ada urusan dengan orang lain. Tepat saat memikirkan wajah orang itu ponsel Aluna berdering, sederet nama orang yang baru saja dia pikiran terlihat di sana.
"Halo?"
"Gue di lobby. Lo udah selesai kan?"
"Iya ini mau turun, tunggu aja."
"Gue tunggu."
"Iya." lalu Aluna mematikan sambungan telponnya dan bergegas turun.
Cewek itu turun menggunakan lift, dengan beberapa orang yang juga berada di sana bersama dengan dirinya. Saat pintu lift terbuka, cowok itu sudah menunggu di sana, berdiri sambil menatap ke arah Aluna.
Sekarang gue tau, semua yang gue lakukan ternyata nggak berarti apa-apa buat dia.
"Mau bicara di mana?"
"Sekalian cari makan gimana?"
Aluna jadi tidak enak. "Sorry gue ada urusan setelah ini, bisa kan bicaranya di sini aja?"
"Ya udah ikut gue ke parkiran yuk." tanpa sadar Justin mengulurkan tangannya seperti yang biasa dia lakukan, tentu saja kali ini Aluna tidak menerima uluran tangan laki-laki itu.
Justin paham, entah kenapa dia jadi serba salah. Bagi Justin, Aluna itu hanyalah satu dari sekian banyak cewek yang mendekati dirinya dan bukankah akan terus seperti itu?
Bagi cowok itu, pintu hatinya sudah tertutup untuk orang lain dan hanya membiarkan satu-satunya orang yang menjadi Cinta pertamanya untuk mengisinya. Aluna tidak memiliki tempat di hatinya, itu yang Justin yakini.
Keduanya berhenti tepat di tempat Justin memarkirkan mobilnya, mereka berdua berdiri berhadapan di sana.
"Semalam lo pulang jam berapa?"
"Jam sebelas mungkin? Lupa deh."
"Kenapa lo nggak ngasih tau ada di mana? Gue udah bilang kan mau jemput lo?"
"Gue sama Yuna."
"Iya tau, tapi kenapa lo nggak jawab aja kemarin, Yuna juga nggak jawab pas gue tanya."
Aluna menghela napas. "Justin, bisa langsung aja bilang lo mau bicara apa? Gue nggak bisa lama-lama."
Justin menatap Aluna yang bersikap menjaga jarak dari dirinya. "Lo tau kan gue nggak bisa lupain Sania?"
Kalimat itu membuat Aluna merapatkan bibirnya, dia tahu, Laki-laki itu tidak perlu memberitahukannya. Bagi Justin, Sania adalah cewek yang penting buat dia, Cinta pertamanya. Jadi tidak mungkin Justin menyia-nyiakan kesempatan saat Sania kembali.
"Gue tau." Aluna mengeratkan genggaman pada tasnya.
"Terus lo bakal tetap ngejauh kayak sekarang?"
Aluna menelan saliva nya. "Kalau lo punya alasan untuk kembali sama Sania,
Gue juga bisa punya alasan kan buat ngejauh dari lo?""Lo nggak bisa ngelupain hal ini aja? Kita jadi teman aja. Lo cewek kedua yang selalu bisa nerima kekurangan gue selain Sania."
"Gue udah bilang kan, kalau gue nggak bisa. Kalau ngelupain artinya gue harus pergi, lagi pula buat lo gue cuma cewek yang keberadaannya nggak penting-penting banget kan?"
"Aluna …."
"Salah gue yang terlalu berharap, padahal dari awal lo udah bilang kalau gue nggak akan berhasil. Sorry kalau selama ini gue udah ganggu lo. Semoga lo bisa jadian sama Sania, gue dukung. Tapi gue nggak bisa jadi teman lo." Aluna menepuk bahu laki-laki itu. "Semangat Justin."
Setelah mengatakan hal itu Aluna berbalik dan berlari kecil meninggalkan Justin, rasanya sesak sekali.
Semangat apanya? Gue emang bego banget. Ngasih semangat untuk orang yang ngebuat gue patah hati.
~~~~~~~~
"Si nana kenapa sih?"
Yuna menoleh. "Ya namanya juga lagi galau, kayak nggak pernah aja."
"Ya tapi dia nangis mulu, capek banget liatnya."
"Tinggak nggak usah diliatin, kenapa heboh banget sih? Dia juga cuma diam aja nggak minta di perhatiin."
"Dih sewot aja, PMS lo?"
Yuna mendelik, tidak menghiraukan ucapan Jeremy. Mungkin kalian bingung kenapa Yuna bersikap seperti itu, padahal Yuna kan ada rasa sama Jeremy?
Yuna memang suka dengan Jeremy, tapi dia bukan cewek yang terlalu memusingkan hal tentang percintaan. Ajak pacaran ayo, putus yaudah nggak masalah.
"Gue putus dari Selena."
"Terus?"
"Lo nggak mau bilang apa-apa gitu?
Yuna mengerutkan dahinya. "Turut sedih. Mungkin emang bukan jodoh."
Jeremy memutar matanya malas. "Lo bukannya suka sama gue ya?"
"Iya, terus?"
"Lo nggak mau ngomong apa gitu? Seenggaknya lo pasti seneng kan gue putus."
"Gue suka sama lo kak, tapi gue nggak bego. Ngapain gue harus seneng karena lo putus? Gila kali gue?"
Jeremy akhirnya memilih untuk melihat ke arah lain.
"Lagian, setelah ngeliat Aluna, gue yakin lo sama kayak dia. Tipe yang galau bisa berbulan-bulan. Maaf aja nih gue sih nggak mau ya jadi tempat pelampiasan."
.
.
.
.
.
~~~~~~~
HmmmAku minta vote nya ya 30 vote aja buat part ini sama part sebelumnya, jadi buat yang belum vote. Silahkan vote ya :)
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑫𝒂𝒕𝒂𝒏𝒈 𝑼𝒏𝒕𝒖𝒌 𝑷𝒆𝒓𝒈𝒊 0.3 [𝑬𝑼𝑵𝑲𝑶𝑶𝑲 𝒇𝒕 𝑩𝑨𝑵𝑮𝑪𝑯𝑰𝑵] ✔
Fanfiction[𝑬𝒏𝒅] [Romance/Drama] [Bisa dibaca terpisah dari Series sebelumnya, tapi lebih baik dibaca dari awal Series, biar lebih paham] Aluna menyukai laki-laki itu, entah sejak kapan perasaan kagumnya selama ini berubah jadi perasaan Cinta. S...