Datang Untuk Pergi #4

716 196 64
                                    

Jangan Sider! Vote & Comment!
Happy Reading!

~~~~~~~~~~

    "Na, gue kasih tau ya, nggak semua hubungan yang dimulai dengan baik, akan berakhir dengan baik juga, begitu sebaliknya. Lo sendiri juga dari awal udah tahu kan resiko dari jatuh Cinta? Kecewa dan patah hati."

    Aluna menganggukkan kepalanya, merapatkan bibirnya tidak mengatakan apapun.

    "Menjauh bukan solusi, mengabaikan bukan pilihan yang tepat, lo hanya perlu ngebiarin waktu yang ngikis rasa sakit lo perlahan. Di dunia ini nggak ada yang instan, emang lo yakin kalau lo ngejauh perasaan lo bakalan ilang?"

    "Gue nggak tau kak."

    "Nah, lo nggak perlu ngejauh, putus hubungan itu nggak baik Na. Lo cuma perlu bilang sama diri lo sendiri, kalau lo harus ngelupain perasaan lo, bukan ngelupain dia."

    "Anjay, pengalaman banget ya kak Wen?"

    Wendy mendengus, sementara Sonya yang duduk di sebelah Wendy sudah menahan tawanya. "Heh, dengerin kalau gue ngomong."

    Erin juga tidak bisa menahan tawanya, hanya Aluna yang mendengarkan dengan serius.

    "Ini yang gue lakuin kemarin, emang susah Na, tapi lo pasti bisa. Karena suatu saat lo akan ketemu sama cowok yang lebih baik dari dia."

    "Cari yang lebih baik, jangan yang aneh-aneh lagi."

    Aluna lagi-lagi menganggukkan kepalanya. "Gue terlalu percaya diri di awal, gue kira dia akan bisa ngelupain cewek itu, ternyata keberadaan gue yang akan dia lupakan dan dari awal gue ini emang bukan siapa-siapa."

    Wendy menepuk bahu Aluna. "Pengalaman adalah guru terbaik, kalau lo dulu nggak mencoba, lo nggak akan pernah tahu gimana rasanya."

    "Udah Na, lo mau cowok yang kayak gimana sih? Gue cariin."

    Cewek itu hanya tersenyum kecut. "Gue mau ngelupain perasaan gue dulu."

    "Haduh, kalau Aluna ke sini kenapa bawaannya sendu mulu ya?"

    "Jadi suram, dah lah lo mending sekarang balik. Mandi terus tidur."

    "Balik sama siapa dia?" tanya Erin.

    "Naik ojol paling, atau nanti gue minta kak Jimmy jemput."

    "Ya udah, hati-hati di jalan, lo jangan suka nangis sendirian lagi. Cerita biar kita tau, solusi nggak akan datang kalau lo cuma nangis."

    "Iya, makasih kak, gue balik duluan."

    Ketiga cewek yang usianya lebih tua dari Aluna itu menganggukkan kepalanya.

    Aluna berjalan keluar dari ruang rawat Erin, masih pukul delapan, saat pulang kantor tadi dia tidak terlalu lama berkumpul dengan yang lain, Yuna juga tadi langsung pulang diantar Jeremy.

    Hatinya masih terasa kacau, seharusnya dia tidak boleh terus-menerus seperti ini, setiap memikirkan cowok itu rasanya sesak.

    Bagaimana cara melupakan perasaannya, tanpa harus menghindar sepertinya yang biasa Aluna lakukan?

~~~

    "Kenapa pak bos."

    "Lo masih sama Aluna?"

    "Maaf nih pak bos, kalau mau nanya Aluna mending langsung telpon aja orangnya."

    Justin menyugar rambutnya kasar. "Gue nggak berani ngehubungin dia."

    "Cupu amat bos."

    "Yun, serius lo masih sama dia apa enggak?"

    "Gak, dia di rumah sakit gue udah pulang."

   "Dia jagain temennya yang di rumah sakit."

    "Duh Justin udah gue bilang, lo telpon aja Aluna nya! Asal lo aja nih, gue benci banget sama lo. Dasar cowok bego, kalau dari awal lo emang nggak suka seharusnya lo tolak dia gimana pun caranya! Gue nggak suka liat temen gue nangis terus-terusan kayak gini."

    Justin menelan salivanya. "A-Aluna nangis?"

     "Ya menurut lo aja gimana! Bego ya. Dari dulu lo nggak berubah banget, pokoknya gak usah telpon gue cuma buat nanya Aluna. Kalau lo nggak suka sama dia, nggak usah kasih harapan dengan nanya-nanya tentang dia!"

    "Yun gue cuma khawatir aja."

    "Lo nggak perlu khawatir, Aluna punya banyak orang yang bisa ngehibur dia. Sebaiknya lo khawatir in diri lo sendiri aja, sampai kapan lo mau kayak gitu? Sania nggak akan pernah menjadi Happy Ending buat lo. Dia bukan bagian dari hidup lo."

    "Kenapa lo jadi bawa-bawa sania sih? Jangan sok tau tentang hubungan gue sama Sania."

    "Gue tau, makanya gue berani bilang kayak gini. Gue tau kalau dia di jodohin kan?"

    "Dari mana lo tau? Itu cuma perjodohan yang bokap nya Sania buat, tapi keluarganya yang lain nggak setuju."

    "Nggak penting dari mana gue tau, yang jelas Aluna juga tau. Kasian ya lo? Sania nggak dapat, Aluna juga pergi. Ups, sorry bos. Pokoknya jangan telpon gue lagi! Bye!"

    Justin melempar ponselnya ke atas kasurnya, tiba-tiba saja perasaannya jadi kacau.

.
.
.

    "Na."

    "Apa?"

    "Yuna kenapa sih? Kok dia biasa aja ya pas tau gue putus dari Selena?"

    Aluna mengerutkan dahinya. "Ya emang lo mau dia ngapain? Salto? Ngarep lo."

    "Dia suka nggak sih sama gue, jangan-jangan lo bohong ya?"

    "Dia suka, tapi dia nggak bego kayak lo."

    "Kayak lo kali," balas Jeremy sebal.

    "Diam lo! Sana pergi. Gue lagi seru nih nonton drakor! Ganggu aja lo."

.
.
.
.
.
.
~~~~~~~~

Maap gak jelas, pokoknya part ini sebelum Erin keluar dari rumah sakit, jadi pas part sonya mau ajak Aluna ke rumah sakit pas di Cerita Kita.

Book ini saling melengkapi, jadi agak susah kalau cuma baca satu cerita aja, tapi kalau kalian ngerti ya gak papa. Soalnya banyak orang yang nggak mau baca kalau bukan shipper mereka, aku bisa ngerti sih.

𝑫𝒂𝒕𝒂𝒏𝒈 𝑼𝒏𝒕𝒖𝒌 𝑷𝒆𝒓𝒈𝒊 0.3 [𝑬𝑼𝑵𝑲𝑶𝑶𝑲 𝒇𝒕 𝑩𝑨𝑵𝑮𝑪𝑯𝑰𝑵] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang