2.4K 168 33
                                    

kasih vote dan sisihkan comment luv.

yang belum follow akun aku satucm follow dulu luv.

selamat membaca luv, semoga suka!

-♡

Petir memicingkan matanya saat melihat Audrey tampak mengobrol dengan cowok lain. Tangannya terkepal dengan sendirinya, nafasnya memburu, hal yang paling tidak dia sukai, melihat Audrey bersama cowok lain.

Tidak mau meluapkan emosi atau sampai membahayakan gadisnya dengan emosinya sendiri, Petir memilih pergi darisana, menenangkan dirinya sendiri walau sebenarnya rasanya sangat sulit.

Sebut saja Petir tempramental, memang. Dia memang terkadang bersikap kasar jika emosinya tak terkendali, untungnya sampai saat ini belum pernah dia melukai Audrey karena rasa cemburunya.

Audrey terkadang beberapa kali sering mengobrol dengan cowok lain, Petir tahu itu semua hanya teman Audrey, tapi tetap saja Petir tidak bisa menahan gejolak api cemburu itu.

Sampai di kelasnya, Petir langsung disuguhi pemandangan teman kelasnya yang sedang ramai bermain kartu.

"Ayolah join?" tawar Jhoel, salah satu teman Petir yang sering kali dipanggil Jul.

Petir menggeleng sekali, dia sedang tidak mood untuk itu. "Lain kali." Petir duduk ditempat duduknya, mengambil tasnya sebagai tumpuan untuknya tidur.

Petir menggertakkan giginya emosi saat suara bising mengganggu tujuannya untuk tidur. Cowok itu menegakkan tubuh. "BERISIK!" Teriakan itu sontak saja membuat kelas yang tadinya ricuh kini menjadi sunyi.

Tidak ada lagi yang mengganggu tidurnya, Petir akhirnya kembali menyembunyikan wajahnya diatas meja.

Petir kembali terganggu saat bahunya terasa dicolek beberapa kali, entah oleh siapa Petir tidak bisa melihat karena posisinya. Semakin keras dia rasakan colekan dibahunya, Petir semakin terganggu.

Berani sekali ada yang mengganggunya disaat Petir sedang tidak mood untuk melakukan hal apapun.

"APA--"

"--mau marah?" Petir mengatupkan bibirnya saat melihat Audrey ada di hadapannya.

"Enggak." jutek Petir.

Audrey mengerutkan dahi. "Kenapa anak sekelas yang gak gangguin lo dimarahin, sedangkan gue yang jelas-jelas gangguin lo, enggak? Kasihan mereka, jadi gak bebas untuk ngapain-ngapain. Ini bukan sekolah punya lo."

Petir tak menjawab, dia menulikan pendengarannya. Berusaha menunjukkan pada pacarnya bahwa dia sedang marah.

"Oh jadi marah? Lo diemin gue artinya lo marah?" Alis Audrey terangkat sebelah.

Petir menghela nafas. "Gue lihat lo sama Lucas tadi." Memilih untuk jujur, karena menunggu Audrey peka itu adalah suatu hal yang mustahil. Selain itu, jujur saja dia tidak bisa lama-lama mendiamkan gadisnya.

Audrey menahan tawanya. "Cemburu lagi? Marah karena itu?"

Petir berdecak mendengar nada mengejek dari cara bicara Audrey barusan. "Kenapa setiap gue cemburu, lo pasti ledekin? Salah emang?" tanyanya semakin marah.

Putus atau Terus [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang