19. Pembuktian

161 37 7
                                    

Selamat malam~
Updatenya dadakan nih wkwk
Cung siapa yang nunguin🙋🏻‍♀️

HAPPY READING!

"Permisi, your highness. Her majesty menunggu Anda di paviliun selatan." ucap seorang pelayan masih menundukkan kepalanya saat memasuki kamar pribadi Lizzie.

Sedangkan gadis itu menatap siluet pelayan tersebut dari dalam cermin. Ia tengah berhias dibantu tiga pelayan lainnya. "Baiklah sebentar lagi aku akan ke sana."

"Selain itu—" pelayan itu menatap ke arah Edward. "Anda dipanggil Jenderal Christian untuk segera menemuinya di arena pelatihan."

"Aku?" tanya Edward masih dengan santainya bersandar di pilar juga tangan yang bersidekap. "Baiklah. Terimakasih atas informasinya."

Pelayan tersebut tersipu. Berusaha kuat menahan senyumnya karena Edward. "Kalau begitu saya permisi."

Edward mengangguk dan iapun berlalu.

"Aku sudah selesai. Kalian bisa keluar sekarang," ucap Lizzie tiba-tiba. Tanpa menunggu perintah tersebut diulang, ketiga pelayan yang membantunya pun segera undur diri.

"Ada apa? Hiasan di kepalamu bahkan belum dipasang." Edward mengernyit heran.

Lizzie berbalik, menatap Edward penuh kekesalan. "Kau! Kenapa pelayan tadi tersenyum padamu!"

"Apa? Maksudku— kapan?!"

"Heh, dasar tidak peka!" Lizzie melotot. "Sudahlah aku malas bicara denganmu." Lizzie kembali menghadap ke arah cermin. Memilih sendiri gelang yang akan dipakainya hari ini dengan ekspresi masam. Menyebalkan.

Edward terkekeh geli. Istrinya masih sama seperti yang dulu. Ia berjalan mendekat. Dari arah belakang, ia memeluk Lizzie sebagai tanda permintaan maaf.

"Jangan memelukku!"

"Baiklah baiklah, aku masih bisa memeluk pelayan yang tadi—"

"Edward!"

"Bercanda, bee!"

"Bee?"

"Anggap saja kau seperti lebah. Menyebalkan, galak, sensitif, dan—"

"Need a mirror, huh? Kau juga menyebalkan!"

"Benarkah?" Edward menyeringai. "Berarti kita memang benar-benar berjodoh."

"Terserah!"

Edward menahan tawa. Ia meraih hiasan rambut yang terbuat dari batu ruby, sesuai dengan warna gaun yang dipakai Lizzie saat ini. Menjepitkannya dengan lembut pada rambut pirang nan indah itu. Sungguh sempurna. "Jangan marah lagi. I'm your's, my bee, tidak akan ada wanita yang bisa menggantikanmu."

Lizzie merasa pertahanannya mulai runtuh. Ia menggigit bibir bawahnya agar tak tersenyum lebar. Edward selalu tahu bagaimana cara untuk membuatnya seperti ini. Seperti remaja yang baru mengenal kata cinta. Sial, hati dan pikirannya yang masih merajuk sungguh tak sejalan.

"Bagaimana, apa aku dimaafkan?"

"Ya, kau dimaafkan. Jenderal Christian sudah menunggumu, cepatlah jangan buat dia menunggu," alih Lizzie cepat-cepat sebagai alibk karena ia masih berusaha menormalkan detak jantungnya yang tak beraturan. Edward bersikap manis sungguh tidak baik bagi kesehatannya.

Edward terkekeh. "Kau benar. Kalau begitu aku harus kesana sekarang lalu setelahnya aku harus menuggumu di paviliun selatan. Sampai jumpa, bee!"

"Berhenti memanggilku dengan sebutan itu!"

Edward buru-buru menutup pintu kamar agar Lizzie berhenti mengamuk.

ÁGUILA REALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang