13. Got You!

222 46 2
                                    

HALLO!
LIZZIE UPDATEEEE

HAPPY READING!

Remaja lelaki dengan manik cokelat itu menatap langit ditambah awan yang berarak dengan tatapan sendu. Broxton mengalami dua kali berita duka dari anak-anak raja hingga seluruh negeri dibuat resah karena tak ada pengganti di kursi pewaris. Raja Davidson sudah terlalu tua, siapa yang akan tahu kapan ajalnya akan dijemput? Sebelum itu terjadi, seluruh negeri berusaha mencari solusi yang tepat.

Menjadikan pangeran Bailey sebagai putra mahkota? Langit akan menghukum seisi Broxton jika sampai mengangkat putra tidak sah Raja menjadi penerus. Pangeran Bailey lahir tanpa ada ikatan pernikahan diantara kedua orangtuanya.

Suara ombak bergulung tak menyurutkan keberanian Hans. Para awak kapal mulai menjalankan kapal yang mereka naiki. Sesuai perintah Jenderal Crishtian, Hans benar-benar pergi menjadi pengantar surat penting melalui Erston yang terkenal dengan keindahan laut lepasnya. Benar, Hans bahkan bisa melihat ikan-ikan berenang tak jauh dari tempatnya berdiri tepat di ujung kapal.

Mata Hans memicing kala memerhatikan dua orang berbeda jenis kelamin sedang sibuk menangkap ikan lumayan jauh diseberang sana. Bukan, bukan ikannya yang Hans perhatian, melainkan wanita yang duduk di pinggiran perahu tersebut yang tengah tertawa riang bersama lelaki yang bersamanya itu tampak terasa tak asing bagi Hans.

Senyum yang telah hilang dari bibir Hans sejak beberapa hari yang lalu kembali terbit. Tak salah lagi, itu adalah Putri Broxton yang hilang!

•••••

Edward menancapkan tali perahunya pada tiang sekitaran rumah mereka. Senyum bahagia selalu tersungging, kedatangan Lizzie di kehidupannya mampu merubah dunia Edward yang datar tanpa ombak menjadi dunia penuh warna dan kejutan tak terkira. Lizzie telah menjadi semangat hidupnya, dan satu-satunya alasan Edward masih berada di Erston hingga sekarang.

"Cepat ganti pakaianmu atau kau akan menggigil," peringat Edward masih dengan senyuman gelinya saat tatapan ungu itu mengarah pada Lizzie dan gaunnya yang basah total tengah kesusahan turun dari perahu dengan bersungut-sungut kesal.

"Kau menyebalkan!" pekik Lizzie lalu menerjang ke arah Edward hingga mereka berdua jatuh ke atas pasir bersama-sama diiringi tawa senang dari keduanya.

Sepulangnya dari mencari ikan, Edward dengan jahilnya berpura-pura turun dari perahu untuk menambatkan tali, namun bukannya ke tepi pantai, Edward justru menjungkirbalikkan perahu hingga Lizzie dan seisinya terjatuh di air. Airnya jauh dari kata dalam, namun karena tak ada persiapan, Lizzie tetap saja terjungkal ke dalam air dan basah kuyup.

"Hei, sudah berani, hm?" Edward memeluk Lizzie yang berada diatasnya. "Tidak apa-apa. Aku suka posisi ini."

"Aku sedang marah!" Rajuk Lizzie pura-pura, ia berusaha memberontak namun tenaga Edward jauh lebih kuat darinya. "Lepaskan aku!"

"Setelah kau membuatku jatuh, dengan mudahnya kau minta dilepaskan? Tidak bisa!" Edward terkekeh geli. "Cium pipiku, nanti gemboknya akan terbuka."

"Dasar pencari kesempatan," desis Lizzie kesal. "Aku ingin mandi—"

"Permisi?"

Edward otomatis membuka kuncian tangannya pada tubuh Lizzie dan dua manusia itu buru-buru bangkit dari atas pasir. Jangan tanyakan bagaimana ekspresi Lizzie, wajahnya telah merah padam karena malu dipergoki oleh remaja lelaki.

"Ada yang bisa kami lakukan?" tanya Edward kembali dalam dirinya yang dingin dan enggan terlalu beramah-tamah pada orang asing.

Hans benar-benar yakin kalau gadis didepannya adalah Putri Lizette setelah melihat dari dekat. Tak salah lagi. "Perempuan ini ... Dia Putri Raja Davidson, kan?"

Edward tetap pada ekspresinya yang dingin, sementara Lizzie menggeleng cepat. "Maaf, aku Zwetta dan ini suamiku, Edward. Sepertinya Anda salah sangka."

Hans tergagap dengan bola mata yang melebar. "Su-suami katamu?!"

Edward dan Lizzie terdiam heran.

"Ah, maafkan aku," ralat Hans cepat sebelum suasana benar-benar berubah menjadi canggung. "Aku tengah menunggu seseorang disekitar sini tapi tak menemukan satupun orang yang tinggal. Bolehkah aku ikut bersama kalian untuk beberapa hari?"

"Kami hanya memiliki satu buah rumah tanpa sekat. Lebih baik kau mencari tempat lain saja," ketus Edward lalu menarik lembut lengan Lizzie untuk beranjak dari sana, sayangnya Lizzie ikut menarik lengannya.

"Jangan bicara seperti itu. Dia pasti lelah setelah perjalanan jauh," bisik Lizzie dengan pelototan tajamnya namun ekspresi itu berubah cerah kala ia berbicara dengan remaja 'tersesat' dihadapan mereka. "Bintang-bintang sepertinya akan jauh tampak indah malam ini, bukankah kalian bisa tidur diluar dengan api unggun?"

"Kalian?" beo Edward tak percaya.

"Ya, kalian," balas Lizzie dengan polosnya. "Aku tak tahan dengan angin pantai, jadi maaf saja aku tidak bisa bergabung."

"T-tapi, bukannya aku tidur di dalam—"

"Temani tamu kita," peringat Lizzie keras kepala. Edward yang cemberut dengan terpaksa mengangguk pelan. Garis bawahi, ia terpaksa.

Senyum cerah terbit dari bibirnya. "Baik, kalian bisa bersenang-senang aku ingin mengganti pakaianku dulu. Sampai jumpa!"

Selepas kepergian Lizzie, suasana canggung kian mengambil alih. Hans memberikan tatapan menilai pada pria dewasa didepannya. Rambut sehitam arang, manik ungu gelap, juga tinggi badannya yang tak main-main. Mungkin Hans hanya setinggi ujung bahunya.

"Sebagai tamu, tidak ada waktu bersantai untukmu, cepat kumpulkan ikan yang ada di perahu lalu letakkan di samping rumah. Aku akan mencari kayu bakar. Jangan kau apa-apakan istriku." Ancam Edward dengan tatapan membunuhnya lalu pergi begitu saja.

Tanpa sadar Hans menahan napasnya sejak tadi. Orang itu benar-benar menyeramkan dengan caranya mengintimidasi ia yang hanyalah  seorang remaja tujuh belas tahun yang berlayar seorang diri namun justru mengurungkan perjalanannya dan memutuskan menginap di sini. Hans juga ragu, apakah benar Lizzie mau menikahi pria ganas seperti itu?

Hans menggeleng cepat. Tidak, tidak. Jangan berfikiran macam-macam. Lebih baik ia segera mengumpulkan ikan sesuai perintah Tuan Rumah Yang Budiman lalu menikmati angin sore disekitaran Erston. Ya, itu jauh lebih baik.

"Maaf?"

Hans berbalik. Lizzie sudah berdiri di belakangnya dengan ekspresi ragu.

"Ya, nona. Ada apa?"

"Itu...." Ucapannya sempat terjeda. "Apa benar bahwa aku adalah putri Raja Davidson seperti yang kau katakan."

Hans membalasnya dengan senyuman. "Jika itu benar, apa yang akan kau lakukan sekarang?"

TBC

Jangan lupa klik bintangnya dipojokan sana, ya👀

See u💜

ÁGUILA REALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang