36. Perjalanan Kembali

116 24 0
                                    

H-HALO LIZZIE UPDATEEEE HEHEH
Kemaren aku lupa betul mau update padahal dah janji😭
Kenapa sih gaada yang ngingetin kan akunya yang kebakaran jenggot pas ingetnya baru sekarang😭

Maap manteman, mari dibaca sebelum kadaluarsa😔👎🏼

HAPPY READING!


"Tidak ku sangka ternyata kita semua adalah orang tersesat di sini," ucap Aaron setelah mengetahui segalanya. Ia begitu terkejut setelah tahu bahwa wanita yang disukainya ternyata tidak lain dan tidak bukan adalah saudari tiri dari suami adiknya sendiri, dan lebih parahnya lagi berarti Ané merupakan putri dari Ashvar. Mereka sama-sama bangsawan.

Lizzie menusukkan ikan-ikan yang di dapat Edward dengan beberapa kayu yang dibuat runcing lalu membakarnya. Ia sudah ingin menyanggah ucapan Aaron, namun Edward memberikan isyarat.

Dia sudah cukup syok atas kenyataan bertubi-tubi yang diterimanya hari ini.

"Kapan kita akan pulang?" ajak Lizzie serius. "Kau tidak bisa terus berlari dari Broxton. Mereka membutuhkan- mu."

"Bukankah kau putri mahkota yang sah, Lizzie?" tanya Aaron. "Biarlah seperti itu. Aku tidak keberatan."

"Masalahnya aku yang keberatan," sambar Lizzie lalu membolak-balikkan ikannya di atas api. "Aku wanita. Cepat atau lambat aku akan mengikuti jejak suamiku, bukan suamiku yang mengikuti jejakku."

"Istri yang patuh," cibir Aaron, "Memangnya kalian akan tinggal di mana setelah ini. Jangan melewatkan kesempatan, tinggal di istana tentu lebih nyaman dibandingkan gubuk."

"Kami akan tinggal di istana Magnolia yang besar!" pekik Lizzie dalam hati namun ia memutuskan untuk sabar, percuma meladeni pembicaraan orang yang tidak tahu apa-apa.

"Tidak, keputusanku sudah bulat," tolak Lizzie. "Jabatan itu akan ku serahkan kembali padamu."

"Aku tidak akan memberikan jabatan itu lagi padamu jika kau berniat main-main, Lizzie."

Lizzie memasang wajah kesal. "Aku tidak main-main dengan ucapanku!"

"Baiklah. Ku terima." Final Aaron pada akhirnya dengan tiga orang lainnya —yang mengelilingi api— menjadi saksi. "Setelah itu, aku ingin memberikan kepastian terhadap seseorang."

Wajah Ané memerah namun Edward buru-buru menanggapi. "Sebelum kepastian itu datang, kurasa pria tersebut harus mampu menghadapi kakak laki-lakinya."

Aaron mendengus. "Setelah aku menikahi Ané, kau kakak ipar ku atau adik ipar ku?"

"Entahlah, kita anggap ini pernikahan silang mungkin?" Edward mengecup puncak dahi istrinya. "Lagipula kau berbicara sangat yakin seolah-olah aku akan menerimamu begitu saja untuk adikku."

"Kau...."

"Kak Dariel memang senang bercanda jika bersama orang terdekatnya." Ané angkat bicara agar tidak ada perang diantara dua pria tersebut.

"Dia benar," sahut Edward diangguki Lizzie. Sial, sekarang keadaan justru membuat Aaron seperti pria yang mudah terbawa perasaan.

"Untuk masalah pulang, lebih cepat lebih baik," sambung Edward lagi kembali pada topik pembicaraan yang serius. "Jika terlalu lama, aku khawatir terjadi sesuatu terhadap pengganti putri mahkota di istana."

"Tunggu, maksudmu pengganti? Siapa?"

"Kami tidak bisa pergi dengan izin Raja sebab mereka pasti akan mengirimkan pasukan untuk ikut serta dalam perjalanan," sahut Edward logis. "Kita tidak tahu diantara pasukan tersebut bisa saja ada yang loyal terhadap musuh dan memberitahukan segalanya hingga kita terlambat untuk bertindak. Untuk itu aku terpaksa harus mencarikan pengganti Lizzie di istana untuk beberapa hari."

"Ide mu sangat matang namun terlalu dekat dengan api," ucap Aaron memberikan tanggapan. "Tapi apa boleh buat, jika berdekatan dengan api bisa memberikan jalan pintas maka tidak ada salahnya."

"Tapi apakah kita harus menghadap Raja Magnolia saat kembali besok?" tanya Ané khawatir. "Kita datang ke negerinya tanpa permisi, dan apa kita juga akan pergi tanpa permisi setelah menikmati hasil alam dan tempat tinggal darinya?"

Mereka terdiam.

"Membutuhkan waktu yang lama untuk sampai di Broxton jika kita harus meminta izin secara langsung karena Raja Magnolia sedang tidak berada di tempat." sahut Edward tenang.

"Tunggu. Dari mana kau tahu Raja Magnolia sedang pergi?" tanya Aaron curiga.

"Lebih baik kita berpamitan dengan orang-orang Magonia yang dikenal dan mengirimkan salam untuk raja setelahnya. Itu lebih dari cukup." Edward menatap Aaron penuh arti. "Aku hanya tahu."

________

Setelah selesai berpamitan dengan orang-orang Magonia sesuai perintah Edward dan juga menitipkan salam, mereka segera menaiki sebuah kapal yang kali ini lebih kecil dari kapal yang Edward dan Lizzie naiki sebelumnya.

Angin berhembus terlalu kencang seolah ingin kapal tersebut segera menjauh dari pelabuhan. Belum dari setengah perjalanan, Lizzie mendapatkan mabuk laut pertamanya.

"Hueekk, hueek."

Dengan sabar Edward memijit tengkuk istrinya yang tiba-tiba tidak tahan dengan deburan angin kencang.

"Apa kau sudah sarapan?"

Lizzie mengangguk. "Sedikit."

"Kalau begitu kau memerlukannya lagi," sahut Edward lalu membawa istrinya tersebut untuk duduk di salah satu kursi. "Aku akan mengambilkannya untukmu. Tunggulah di sini."

Lizzie mengangguk kemudian dengan langkah lebar Edward pergi untuk mencari sarapan baru untuknya.

"Sepertinya perjalanan kita kali ini cukup panjang." Aaron mendekat lalu terperangah saat melihat wajah adiknya yang pucat seperti kertas. "Ya Tuhan, ada apa denganmu!"

"Aku mabuk. Sialan. Bertanya terus," jawab Lizzie kasar padahal ia adalah seorang putri. Aaron mengerjap. Siapakah yang merasuki tubuh adiknya hingga berani berkata kasar seperti tadi.

"Lizzie, kurasa kau harus pergi ke tabib—"

"Aku tidak sakit, Aaron." Ia memijit pelipisnya yang makin pening. "Aku hanya masuk angin biasa. Sebentar lagi akan sembuh."

"Baiklah, baiklah jika itu maumu asal kau tidak menggigitku sekarang." Aaron angkat tangan. Ia tak lagi khawatir setelah melihat Edward berjalan cepat ke arah mereka dengan membawakan beberapa makanan. "Nah, itu dia suamimu. Aku pergi kalau begitu."

Lizzie menatap kakaknya malas. Alasan. Katakan saja jika ia ingin kabur sejak tahu wanita ini ingin mengamuk.

"Sup ginseng yang masih hangat. Ayo buka mulutmu."

Lizzie menurut. Suapan pertama begitu terasa hangatnya sup tersebut saat berjalan di dalam kerongkongannya yang dingin.

"Aaron mengatakan padaku jika perjalanan kita akan panjang." Lizzie menjeda. "Ke manakah kita sekarang?"

"Menyapa teman lama sebentar tidak masalah, kan?" Edward memberikan suapan keduanya lagi. "Kita akan berkunjung sebentar di rumah Pangeran Carloz."

Lizzie mengernyit. "Untuk apa?"

"Sebelum berperang, kita harus memiliki senjata, baju besi, dan pasukan." Edward menatapnya lekat. "Untuk hal ini, aku akan meminta Pangeran Carloz sebagai senjata kita."

TBC

Ada yang tau rencananya Edward gimana buat kedepannya?🤔

ÁGUILA REALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang